Batu bara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Riska Az (bicara | kontrib)
OrophinBot (bicara | kontrib)
Baris 54:
 
== Batu bara di Indonesia ==
Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau [[SumateraSumatra]] dan [[Kalimantan]]), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut [[Skala waktu geologi]].
 
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi di mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur SumateraSumatra dan sebagian besar Kalimantan.<ref>Frederich, Langford and Moore, [[1999]]</ref>
 
=== Endapan batu bara Eosen ===
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di [[SumateraSumatra]] dan [[Kalimantan]].
 
Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga SumateraSumatra. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman [[Lempeng Indo-Australia]].<ref name="cole">Cole and Crittenden, [[1997]]</ref> Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
 
Di Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah - Atas namun di SumateraSumatra umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen Bawah. Di SumateraSumatra bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).<ref name="cole"/> Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara di mana endapan fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur Eosen Atas.<ref>Frederich et al, [[1995]]</ref>
 
Endapan batu bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: [[Kabupaten Pasir|Pasir]] dan Asam-asam ([[Kalimantan Selatan]] dan [[Kalimantan Timur|Timur]]), [[Barito]] ([[Kalimantan Selatan]]), Kutai Atas ([[Kalimantan Tengah]] dan [[Kalimantan Timur|Timur]]), Melawi dan Ketungau ([[Kalimantan Barat]]), Tarakan ([[Kalimantan Timur]]), Ombilin ([[SumateraSumatra Barat]]) dan [[SumateraSumatra]] Tengah ([[Riau]]).
 
Dibawah ini adalah kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Eosen di Indonesia.
Baris 133:
 
=== Endapan batu bara [[Miosen]] ===
Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin pada kawasan yang luas di mana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah ketampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun SumateraSumatra.
Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan SumateraSumatra bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu.
 
Batu bara ini umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di SumateraSumatra bagian timur. Ciri utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima ([[Kaltim Prima Coal|PT KPC]]), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan SumateraSumatra bagian selatan.
 
Tabel di bawah ini menunjukan kualitas rata-rata dari beberapa endapan batu bara Miosen di Indonesia.
Baris 202:
|-
| Air Laya
| SumateraSumatra bagian selatan
| PT Bukit Asam
| 24.00
Baris 226:
[[Berkas:Charging of coal into barges.jpg|jmpl|Pengisian batu bara ke dalam kapal tongkang.]]
[[Berkas:Memuat batubara.jpg|jmpl|Proses pemuatan batubara menggunakan konveyor ke tongkang.]]
Potensi sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau [[Kalimantan]] dan Pulau [[SumateraSumatra]], sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di [[Jawa Barat]], [[Jawa Tengah]], [[Papua]], dan [[Sulawesi]].
 
Badan Geologi Nasional memperkirakan Indonesia masih memiliki 160 miliar ton cadangan batu bara yang belum dieksplorasi. Cadangan tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Timur dan SumateraSumatra Selatan. Namun upaya eksplorasi batu bara kerap terkendala status lahan tambang. Daerah-daerah tempat cadangan batu bara sebagian besar berada di kawasan hutan konservasi.<ref>[http://www.portalkbr.com/berita/nasional/2687839_4202.html Indonesia Miliki Cadangan Batubara 160 Miliar Ton - PortalKBR.com]</ref> Rata-rata produksi pertambangan batu bara di Indonesia mencapai 300 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen digunakan untuk kebutuhan energi dalam negeri, dan sebagian besar sisanya (90 persen lebih) diekspor ke luar.
 
Di Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain [[solar]] (''diesel fuel'') yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan harga [[solar]] industri Rp. 6.200/liter).