Larvul Ngabal: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 12:
Menurut ''tom-tad'' (sejarah lisan) masyarakat Kei, hukum ''Larvul'' dan hukum ''Ngabal'' diprakarsai oleh anak-anak dari dua orang pendatang adik-beradik dari Pulau Bali, yakni Kasdeu dan Jangra. Rombongan yang dipimpin Kasdeu memilih untuk menetap di Pulau Nusyanat (sekarang ''Nuhu Roa'' atau [[Pulau Kei Kecil]]), sementara rombongan yang dipimpin Jangra memilih{{efn-ua|Menurut berbagai versi tentang kisah datangnya kedua adik-beradik ini, rombongan perahu yang dipimpin Jangra terpisah dari rombongan perahu yang dipimpin Kasdeu akibat diamuk badai di perairan selatan Kepulauan Kei.}} untuk menetap di Pulau Nustēn (sekarang ''Yūt'' atau [[Pulau Kei Besar]]). Kedua pulau ini sesungguhnya tidak terlampau berjauhan, bahkan berdekatan di ujung selatan.
Sebelum kedatangan Kasdeu dan Jangra, penduduk Kepulauan Kei telah hidup bermasyarakat dalam permukiman-permukiman besar maupun kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang ''hala'ai'' (pembesar).{{efn-ua|Secara harfiah ''hala'ai'' berarti "membesar", namun mungkin saja ''hala'ai'' hanyalah variasi pengucapan kata "''ila'ai''" (''
Jangra memiliki seorang putri yang bernama Dit Somar. Dengan berbekal beberapa bilah tombak bawaan ayahnya dari Pulau Bali, Dit Somar berupaya menjalin persekutuan dengan para penguasa setempat. Upaya ini disambut baik oleh lima penguasa di Pulau Nustēn yang kemudian berkumpul dan merumuskan hukum ''Ngabal'' sebagai pedoman bersama, sekaligus membentuk persekutuan ''Lorlim'' (serikat lima).
|