Kesatuan kerabat yang terkecil dalam '''''masyarakat Kei''''' adalah keluarga inti yang sering mereka sebut ''riin rahan'' atau ''ub''. Gabungan keluarga inti, yang disebut ''rahayan'' atau ''fam'' (klen kecil) dapat berkembang semakin besar menjadi satu klen besar yang lebih dikenal dengan nama ''soa''. Sebuah kampung (''ohoi'') biasanya didiami oleh satu ''soa''. Beberapa kampung bergabung menjadi satu desa yang disebut negeri. ''Soa-soa'' yang terdapat di dalam sebuah negeri yang terbagi kepada dua golongan, yaitu golongan ''Ursiwa'' dan ''Urlima''. Kepemimpinan tradisional desa biasanya dipegang oleh orang-orang dari ''soa'' yang pertama sekali mendiami daerah itu. '''''Orang Kei''''' menganut prinsip garis keturunan yang bersifat patrilineal (melalui pihak ayah atau laki-laki). Dalam hal perkawinan mereka mencari pasangan di lingkungan lapisan sosial yang sama. Peranan fam atau rahayan lebih menentukan kedudukan seseorang dan dalam hubungan kekerabatan mereka menganut azas primogenitur, di mana hak anak sulung atau golongan senior lebih diutamakan.
Orang Kei menganut prinsip garis keturunan yang bersifat patrilineal (melalui pihak ayah atau laki-laki). Dalam hal perkawinan mereka mencari pasangan di lingkungan lapisan sosial yang sama. Peranan fam atau rahayan lebih menentukan kedudukan seseorang dan dalam hubungan kekerabatan mereka menganut azas primogenitur, di mana hak anak sulung atau golongan senior lebih diutamakan.
Ketentuan-ketentuan adat warisan leluhurnya mereka sebut hukum Larvul Ngabel. Selain mengatur perilaku anggota masyarakat hukum adat ini juga menggariskan '''''masyarakat Kei''''' ke dalam dua kelompok adat. Pertama, kelompok Ursiu atau "persekutuan sembilan" yang sebagian besar berdiam di kecamatan '''''Kei''''' kecil. Kedua, kelompok Lorlim atau ''"persekutuan lima"'' yang berdiam di Kecamatan '''''Kei''''' besar. Simbol keberadaan kedua kelompok adat ini antara lain terlihat dari jumlah tiang balai adat (abua) di kampung-kampung mereka. Tiang balai adat pada kelompok adat. Ursiu berjumlah sembilan buah, sedangkan pada kelompok adat Lorlim berjumlah lima buah. Menurut struktur sosialnya '''''masyarakat Kei''''' terbagi menjadi tiga golongan atau lapisan sosial. Golongan terpandang, para pemimpin adat dan orang kaya merupakan lapisan sosial teratas yang disebut mel-mel. Golongan tengah terdiri dari rakyat kebanyakan yang biasanya disebut ren-ren. Pada masa lalu dikenal pula golongan iri-iri atau hiri-hiri, yaitu kelompok budak yang tidak punya apa-apa. Sistem pelapisan sosial dari masa lalu sebagian masih terlihat pemgaruhnya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Misalnya dalam menentukan jodoh, dan menentukan pimpinan masyarakat, tatakrama dalam pergaulan sehari-hari, dan keterlibatan dalam upacara tertentu. Desa-desa adat '''''orang Kei''''' pada masa lalu cenderung berbentuk kerajaan kecil, di mana rajanya disebut Rat atau Ratu atau Orang Kaya. Rat sendiri dibantu pula oleh sejumlah pejabat seperti Marinyo, Kapitan, dan Mayor. Kampung-kampung bawahannya dipimpin oleh para Kepala Soa. Para pemimpin yang berasal dari Soa tertua di negeri itu biasanya disebut Tuan Tanah atau Tae Jan. Pemimpin kharisma adat di setiap negeri biasanya adalah seorang senior bijaksana yang disebut Tovoat. Status terhormat juga diberikan kepada tokoh-tokoh yang disebut Mitu Duan, yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Rat sendiri dalam pemerintahannya mendapat pertimbangan dari badan musyawarah adat, yaitu Badan Saniri Negeri yang terdiri dari unsur-unsur pemimpin adat di atas. Pada masa sekarang pengaruh Rat masih cukup besar, terutama dalam menentukan seorang Kepala desa menurut sistem pemerintahan nasional.▼
▲Ketentuan-ketentuan adat warisan leluhurnya mereka sebut hukum ''Larvul Ngabel.'' Selain mengatur perilaku anggota masyarakat hukum adat ini juga menggariskan '''''masyarakat Kei''''' ke dalam dua kelompok adat. Pertama, kelompok Ursiu atau "persekutuan sembilan" yang sebagian besar berdiam di kecamatan '''''Kei''''' kecil. Kedua, kelompok Lorlim atau ''"persekutuan lima"'' yang berdiam di Kecamatan '''''Kei''''' besar. Simbol keberadaan kedua kelompok adat ini antara lain terlihat dari jumlah tiang balai adat (abua) di kampung-kampung mereka. Tiang balai adat pada kelompok adat. Ursiu berjumlah sembilan buah, sedangkan pada kelompok adat Lorlim berjumlah lima buah. Menurut struktur sosialnya '''''masyarakat Kei''''' terbagi menjadi tiga golongan atau lapisan sosial. Golongan terpandang, para pemimpin adat dan orang kaya merupakan lapisan sosial teratas yang disebut mel-mel. Golongan tengah terdiri dari rakyat kebanyakan yang biasanya disebut ren-ren. Pada masa lalu dikenal pula golongan iri-iri atau hiri-hiri, yaitu kelompok budak yang tidak punya apa-apa. Sistem pelapisan sosial dari masa lalu sebagian masih terlihat pemgaruhnya dalam kehidupan sosial sehari-hari. Misalnya dalam menentukan jodoh, dan menentukan pimpinan masyarakat, tatakrama dalam pergaulan sehari-hari, dan keterlibatan dalam upacara tertentu. Desa-desa adat '''''orang Kei''''' pada masa lalu cenderung berbentuk kerajaan kecil, di mana rajanya disebut Rat atau Ratu atau Orang Kaya. Rat sendiri dibantu pula oleh sejumlah pejabat seperti Marinyo, Kapitan, dan Mayor. Kampung-kampung bawahannya dipimpin oleh para Kepala Soa. Para pemimpin yang berasal dari Soa tertua di negeri itu biasanya disebut Tuan Tanah atau Tae Jan. Pemimpin kharisma adat di setiap negeri biasanya adalah seorang senior bijaksana yang disebut Tovoat. Status terhormat juga diberikan kepada tokoh-tokoh yang disebut Mitu Duan, yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Rat sendiri dalam pemerintahannya mendapat pertimbangan dari badan musyawarah adat, yaitu Badan Saniri Negeri yang terdiri dari unsur-unsur pemimpin adat di atas. Pada masa sekarang pengaruh Rat masih cukup besar, terutama dalam menentukan seorang Kepala desa menurut sistem pemerintahan nasional<ref>{{Cite book|title=Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia|url=https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&lpg=PA170&ots=yRy9GsAT6M&dq=ensikolpedi%20suku%20bangsa%20indonesia%20zulyani%20hidayah%20kekerabaan%20suku%20kei&pg=PA170#v=onepage&q=ensikolpedi%20suku%20bangsa%20indonesia%20zulyani%20hidayah%20kekerabaan%20suku%20kei&f=false|publisher=Yayasan Pustaka Obor Indonesia|date=2015|isbn=9789794619292|language=id|first=Dr Zulyani|last=Hidayah}} Hal. 170</ref>.