Rumah ulu yang dimiliki oleh golongan [[bangsawan]] dan [[rakyat]] biasa memiliki perbedaan pada bentuk dan susunan lantainyalantai.<ref name=":2">Sukanti, dkk., 1994. ''Rumah Ulu Sumatera Selatan''. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan ,“Balaputra Dewa”, Palembang.</ref> Rumah untuk rakyat umumnya mempunyai lantai dengan satu ketinggian atau disebut juga tidak berundak.<ref name=":2" /> Sebaliknya, lantai rumah keturunan [[pangeran]] atau bangsawan mempunyai ketinggian berundak yang terdiri dari [[tiga]] tingkatan atau pangkat.<ref name=":2" /> Pangkat satu, berada paling atas digunakan oleh keluarga atau keturunan pangeran ketika ada acara pernikahan atau selamatan.<ref name=":2" /> Pangkat kedua, ditempati oleh [[masyarakat]] yang mempunyaimemiliki [[marga]], sedangkan pangkat ketiga ditempati oleh rakyat biasa.<ref name=":2" /> Aturan ini mirip dengan [[rumah limas]] yang mempunyaimemiliki [[lantai]] berundak atau ''kekijing''.<ref name=":2" /> Walaupun demikian, ada juga rumah limas yang hanya memiliki satu ketinggian lantai yagyang dikenal dengan rumah Limas Gudang.<ref name=":2" /> Rumah ulu dihiasi juga denganoleh [[ornamen]] dan ukiran yang dibubuhkan pada [[tiang]], [[balok]], [[pintu]], dan ''listplank''.<ref name=":2" /> Ornamen tersebut menunjukkanmerupakan indikasi adanya pengaruh [[agama]] [[Islam]] yang telah berkembang di masyarakat.<ref name=":2" /> Ragam hias non-geometris pada rumah uluini berupa [[motif]] tumbuh-tumbuhan atau [[flora]].<ref name=":2" /> Motif [[hewan]] sendiri jarang dijumpai.<ref name=":2" /> Motif yang paling banyak ditemuiditemukan adalah ukiran yang menyiratkan kehidupan berkesinambungan.<ref name=":2" /> Motif [[bunga]] tertentu dan [[matahari]] pada rumah ulu, juga memberikan arti mendalam yang berterkaitan dengan kehidupan [[manusia]].<ref name=":2" />