Menurut H Said Muzani, seorang tokoh masyarakat Siak, awal mula munculnya ritual ini berasalhberasal dari berbagai musibah berkepanjangan yang menimpa Kesultanan Siak seperti wabah (sampar), malaria, dan penyakit lainnya. Guna menyelesaikan berbagai persoalan ini, para tetua melakukan musyawarah dan kemudian memutuskan untuk melakukan ritual tolak bala dalam bentuk ratib (''ghatib''). Ritual diawali pada malam hari sesudah salat [[maghrib]] dengan melihat air surut pada sore hari, dan rangkaian acara baru dimulai pada setelah dilaksanakannya salat [[Isya'|isya]] dengan berjalan berkeliling kampung, yang diikuti oleh semua masyarakat dengan membawa obot sebagai alat penerangan. Setelah menyelesaikan perjalanan berkeliilingberkeliling kampung, dilanjutkanmasuklah acara ini yang berupa berzikir di atas kapal ketika air surut.<ref>{{Cite web|url=http://riaugreen.com/view/Seni---Budaya/13824/Ghatib-Beghanyut--Tradisi-Ritual-Tolak-Bala-Masyarakat-Siak-Semenjak-Kesultanan-Siak.html|title=Ghatib Beghanyut, Tradisi Ritual Tolak Bala Masyarakat Siak Semenjak Kesultanan Siak|last=riaugreen|website=riaugreen.com|language=Indonesia|access-date=2019-03-09}}</ref>
== Pelaksanaan ==
Ritual ghatib pada masa kini dilaksanakan saat bulan [[Safar]] setelah sholat isya, dan bertempat di Sungai Jantan (Siak). Tempat permulaan kegiatan ini adalah Pelabuhan LASDAP dan berakhir di Feri Penyeberangan Belantik, Desa [[Langkai, Siak, Siak|Langkai]], Siak. Kapal yang digunakan adalah kapal feri serta 30tiga puluh perahu mesin yang masing-masingnya bermuatan masing 10sepuluh orang. Sebelum ghatib beghanyut dilaksanakan, seluruh peserta akan berkeliling kampung mengenakan pakaian serba putih dan melaksanakan ziarah ke makam sultan Siak yang terletak di Kecamatan Siak. Pada perhelatan ghatib beghanyut, perangkat adat hingga orang kaya dilibatkan untuk mengikuti proses menolak bala.
Peserta yang diperkenankan mengikuti ghatib beghanyut adalah khusus untuk kaum laki-laki, yang kemudian akan dipimpin oleh seorang ulama dengan lantunan-lantunan dzikir. SeorangUlama ulamatersebut bertakbir diikuti oleh seluruh masyarakat., Baikbaik yang naikmenaiki sampan atau hanya menyaksikan dari tepian. Sambil berzikir di atas sampan yang terus berjalan mengelilingi sungai, seluruh warga di tepian ikut pula berzikir. Setelah selesai berkeliling kampung melalui Sungai Jantan, kegiatan itu pun diakhiri dengan makan bersama lalu ditutup dengan doa.<ref name=":0" />