Bidadari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 28:
 
=== ''Mahabharata'' ===
Pada kisah-kisah yang terkandung dalam ''[[Mahabharata]]'', bidadari muncul sebagai peran pembantu yang utama. [[Wiracarita]] tersebut mengandung beberapa daftar tentang bidadari terkemuka, namuntetapi tidak selalu sama. Ada sebuah daftar bidadari dalam ''Mahabharata'', yang juga memberikan deskripsi bagaimana aksi penari kahyangan saat muncul ke hadapan penghuni dan tamu kahyangan:
 
<blockquote>Gretaci dan [[Menaka]] dan Ramba dan Purwaciti dan Swayampraba dan [[Urwasi]] dan Misrakesi dan Dandagori dan Warutini dan Gopali dan Sahajanya dan Kumbayoni dan Prajagara dan Citrasena dan Citraleka dan Saha dan Maduraswana, mereka dan ribuan bidadari lainnya, memiliki mata seperti daun [[teratai]], yang pekerjaannya merayu hati seseorang yang bertapa dengan khusuk, menari di sana. Dan dengan memiliki [[pinggang]] yang ramping, besar dan molek, mereka mulai melakukan berbagai gerakan, menggoyang buah [[dada]]nya yang mekar, dan mengedipkan mata ke sekelilingnya, dan melakukan atraksi menarik lainnya yang mampu mencuri hati dan membuai pikiran orang yang menontonnya.</blockquote>
Baris 42:
 
=== Bidadari dalam budaya Indonesia ===
Gambar bidadari ditemukan dalam beberapa [[kuil]]/[[candi]] dari zaman Jawa Kuno, sekitar masa [[Sailendra|wangsa Sailendra]] sampai [[kerajaan Majapahit]]. Biasanya gambar mereka tidak ditemukan sebagai motif penghias, namuntetapi sebagai ilustrasi sebuah cerita dalam wujud relief, contohnya di [[Borobudur]], [[Candi Mendut|Mendut]], [[Prambanan]], [[Candi Plaosan|Plaosan]], dan [[Candi Penataran|Penataran]]. Di Borobudur, bidadari digambarkan sebagai wanita kahyangan yang cantik, dan digambarkan dalam posisi berdiri maupun terbang, biasanya memegang [[teratai]] yang mekar, menaburkan kelopak bunga, atau menenun pakaian kahyangan yang mampu membuat mereka terbang. [[Candi Mendut]] di dekat Borobudur menggambarkan sekelompok ''dewata'', makhluk surgawi yang beterbangan di kahyangan, termasuk bidadari.
Secara tradisional, bidadari digambarkan sebagai wanita kahyangan yang menghuni surga [[Dewa (Hindu)|Dewa]] [[Indra]] ([[bahasa Jawa|Jawa]]: ''Kaéndran''). Mereka dikenal sebagai pelaksana tugas istimewa, yaitu dikirim ke bumi oleh Indra untuk merayu, menggoda dan menguji keimanan para pertapa yang mungkin berkat tapa, mereka dapat memperoleh kekuatan melebihi para dewa. Tema ini sering muncul dalam tradisi [[Jawa]], misalnya ''[[Kakawin Arjunawiwaha]]'', ditulis oleh [[Mpu Kanwa]] pada tahun 1030, selama masa pemerintahan Raja [[Airlangga]]. Kisah itu bercerita tentang [[Arjuna]], yang sedang berusaha mengalahkan raksasa [[Niwatakawaca]], mencoba bertapa dan ber[[meditasi]]. Maka dari itu, Indra mengirim beberapa apsara untuk mengujinya. Bagaimanapun juga, Arjuna dapat mengendalikan nafsunya dan kemudian memperoleh senjata sakti dari para dewa untuk mengalahkan sang raksasa.