Kesultanan Kanoman: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menolak 9 perubahan teks terakhir dan mengembalikan revisi 14145921 oleh Reynan | sebaiknya penulis tidak terlibat konflik internal Kesultanan, Mengatakan Saladin dan Emir sebagai sama.sama Sultan
Baris 7:
|religion = [[Islam]]
|year_start = 1679
|year_end = sekarang1815
|date_start =
|date_end =
Baris 33:
|leader2 = [[Sultan Anom VI Muhammad Kamaroedin I]]
|year_leader2 = 1815 (dipensiunkan paksa oleh Raffles)
|leader3 = [[Sultan KanomanAnom XII SekarangPangeran adalahRaja PutraMochamad Permaisuri atau Ratu DalemSaladin]]<br><br>
[[Sultan Anom XII Pangeran Raja Muhammad Emirudin]]
|year_leader3 = sekarang
Baris 87:
Pada tahun 1708, Belanda turut campur lagi untuk menempatkan perbedaan tingkatan dari ketiga cabang keluarga kesultanan Cirebon, setelah Panembahan Wangsakerta wafat tahun 1714, maka sekitar tahun 1715 – 1733 berkali-kali diadakan penggeseran tinggi rendahnya seseorang dalam menduduki tingkatan di antara keluarga besar [[kesultanan Cirebon]] yang pada waktu itu sebenarnya telah memiliki kesultanannya masing-masing, seperti anak-anak Sultan Sepuh I yaitu Pangeran Depati Anom Tajularipin Djamaludin yang telah menjadi Sultan Sepuh II di [[kesultanan Kasepuhan]] dan Pangeran Arya Cirebon Abil Mukaram Kaharudin yang telah membentuk cabang keluarga sendiri yaitu sebagai Sultan Kacirebonan pertama, demikian juga anak dari Sultan Anom I Badrudin Kartawijaya yaitu Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin yang telah menggantikan ayahnya sebagai Sultan Anom II [[kesultanan Kanoman]] serta Pangeran Adipati Kaprabon yang menguasai ''peguron'' [[Kaprabonan]] begitupun anak dari Pangeran Nasirudin Wangsakerta yaitu Pangeran Muhammad Muhyiddin yang melanjutkan tugas ayahnya sebagai pemimpin ''peguron'' (tempat pendidikan) dan kepustakaan Cirebon.
 
Bermula dari masalah ''pribawa'' inilah Belanda turut campur masalah internal keluarga besar [[kesultanan Cirebon]], masalah ''pribawa'' mengenai dari cabang keluarga yang mana yang berhak menduduki tingkat tertinggi dalam keluarga besar [[kesultanan Cirebon]] selalu menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut dan menimbulkan perselisihan yang terus menerus, peristiwa  inilah yang mempercepat hilangnya wibawa keluarga besar [[kesultanan Cirebon]].
 
==== Belanda menguasai politik Cirebon ====
Baris 126:
Pemisahan kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon pada tahun 1809 bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Sepuh VII Sultan Djoharudin di Kesultanan Kasepuhan, Sultan Anom V Pangeran Raja Abu Soleh Muhammad Immamudin di kesultanan Kanoman dan Sultan Kacirebonan I Sultan Carbon Amirul Mukminin di [[kesultanan Kacirebonan]] yang baru saja dibentuk dari hasil perundiangan keluarga untuk membagi kesultanan Kanoman.
 
Pada tahun 1810 PrancisPerancis di bawah pimpinan [[Napoleon Bonaparte]] melakukan aneksasi terhadap Belanda dan setelah kabar ini diterima oleh [[Herman Willem Daendels|Gubernur Jendral Herman Willem Daendels]], Gubernur Jendral kemudian melakukan pengibaran bendera PrancisPerancis, hal ini kemudian diketahui oleh [[Thomas Stamford Raffles]] dan mengunjungi [[Lord Minto]] Gubernur Jendral Britania di India untuk mengusir Belanda dari Jawa dan hal tersebut disetujui oleh [[Lord Minto|Gubernur Jendral Britania untuk India - Lord Minto]].
 
Menindaklanjuti rencana pengusiran Belanda maka pada sekitar tahun 1811 Pemerintah Britania atau yang dalam bahasa inggris disebut Britain (Penggabungan kerajaan Inggris, Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara) yang menguasai India, Burma dan Semenanjung Melayu melakukan peperangan dengan pihak Hindia Belanda, pasukan-pasukan Britania ''bahasa inggris (british : orang-orang britain)'' kemudian mulai mendarat di pelabuhan-pelabuhan Jawa pada tanggal 3 Agustus 1811, pada bulan yang sama tepatnya tanggal 26 Agustus 1811 perang besar antara Hindia Belanda dan pihak Britania dimulai dan menghasilkan kekalahan Belanda, hasil peperangan tersebut membuat Belanda menyingkir ke Semarang sampai akhirnya Belanda di bawah [[Jan Willem Janssens|Gubernur Jendral Jan Willem Janssens]] yang menggantikan [[Herman Willem Daendels]] pada bulan Mei 1811 menyerah kepada Britania di Salatiga dan menandatangani [[kapitulasi Tuntang]]. Kemenangan ini kemudian menjadikan [[Thomas Stamford Raffles]] diangkat sebagai Letnan Gubernur (bawahan Gubernur Jendral) untuk wilayah Jawa.
Baris 140:
=== Pangeran Raja Muhammad Komarudin II dan ''Nona Delamoor ===
 
Pada tahun [[1800-an]] atau pada masa pemerintah Sultan Anom VI Muhammad Komarudin I Belanda mengangkat residen Cirebon yang baru bernama Jean Guillaume Landre<ref name=ps/> yang oleh masyarakat Cirebon dikenal dengan nama Tuan Delamoor, Jean Guillaume Landre yang dipercaya sebagai warga Belanda keturunan PrancisPerancis sewaktu menjabat residen di Cirebon membawa juga anak perempuannya yang masih muda yang oleh masyarakat cirebon dikenal dengan nama Nona Delamoor. pada saat melakukan pertemuan kenegaraan dan pertemuan resmi yang dilakukan di kediaman residen cirebon, Sultan Anom VI Muhammad Komarudin I juga membawa putera tertuanya sekaligus putera mahkotanya yang pada masa itu disebut Pangeran Raja, kemudian karena sering bertemu pada acara-acara kenegaraan dan pertemuan resmi, maka antara Pangeran Raja dan nona Delamoor saling jatuh cinta, hingga akhirnya nona Delamoor dikabarkan hamil di luar nikah dan mengandung anak dari Pangeran Raja, karena takut akan ketahuan oleh ayahnya, nona Delamoor kemudian menutup-nutupi kehamilannya, kemungkinan karena kelahiran sang bayi yang tidak sempurna maka bayi ini meninggal, bayi kemudian dibungkus dengan pakaian yang serba indah dan berharga, dimasukan ke sebuah kandaga untuk kemudian dilarung ke laut.
 
Kandaga berisi bayi yang telah meninggal tersebut kemudian ditemukan oleh nelayan, melihat bungkus pakaiannya yang serba indah dan berharga para nelayan menganggap bahwa bayi yang telah meninggal tersebut adalah milik orang yang dikeramatkan atau orang penting, kemudian bayi tersebut dikuburkan secara khidmat di dekat mercusuar cirebon, kurang lebih jaraknya 25 meter ke arah selatan.
Baris 146:
Perubahan fisik nona Delamoor yang terlihat pucat dan sikapnya yang selalu berdiam diri membuat ayahnya Jean Guillaume Landre (tuan Delamoor) menanyakan keadaannya, kemudian nona Delamoor menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada ayahnya, mendengar peristiwa-peristiwa yang menimpa puterinya, Jean Guillaume Landre segera memerintahkan polisi dan militer Belanda untuk menangkap dan memenjarakan Pangeran Raja, namun hal tersebut ditangguhkan karena takut bahwa Cirebon akan melakukan pemberontakan, namun jika Pangeran Raja ditahan maka masyarakat luas akan mengetahui peristiwa tersebut. kemudian Jean Guillaume Landre mencari akal untuk menyeleseikan masalah ini dan Pernikahan antara Pangeran Raja yang kemudian naik tahta sebagai Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II dengan nona Delamoor pun dilakukan sebagai bentuk penyeleseian, setelah pernikahan nona Delamoor mendapatkan gelar Ratu Sengkaratna.
 
Tak lama setelah pernikahan nona Delamoor memberikan Pangeran Raja (yang sudah naik tahta menjadi Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II seorang putera yang diberi nama Pangeran Anta dan bergelar Pangeran Raja Carbon, Pangeran Anta dikatakan memiliki tekstur wajah yang mirip dengan ibunya yang berketurunan PrancisPerancis serta kulitnya pun putih. Ratu Sengkaratna dikenal sebagai istri raja yang memperkenalkan dansa dan hal yang berbau asing kedalam keraton Kanoman, beberapa pihak tidak menyukai hal ini.
 
Selang beberapa bulan dari kelahiran Pangeran Anta yang keturunan PrancisPerancis tersebut, Permaisuri Raja (perempuan berdarah bangsawan yang dinikahi raja) yaitu Ratu Raja Apsari juga melahirkan seorang putera yang kemudian diberi nama Pangeran Raja Dzulkarnaen, oleh para kerabat Kanoman, Pangeran Raja Dzulkarnaen dididik pelajaran keperwiraan untuk dipersiapkan sebagai pengganti ayahnya, dikarenakan menurut para kerabat yang mendukungnya, dia lebih pantas karena merupakan seorang putera yang dilahirkan dari Permaisuri Raja (perempuan berdarah bangsawan yang dinikahi raja) sementara Pangeran Anta dilahirkan dari nona Delamoor atau Ratu Sengkaratna yang bukan berdarah bangsawan, kemudian para pendukung Pangeran dzulkarnaen menghimpun kekuatan dari masyarakat untuk mendukung Pangeran Dzulkarnaen sebagai pewaris tahta ayahnya yang sah. Semakin dewasa, di antara Pangeran Anta dan Pangeran Dzulkarnaen terdapat sebuah pertentangan dan ketegangan yang serius diakibatkan oleh pendidikan yang diterima keduanya dari para pendukungnya yang menyatakan bahwa yang satu lebih berhak atas tahta ayahnya dibanding yang lain. Setelah Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II meninggal dunia pada 1873, dikarenakan para putra Sultan masih muda maka kekuasaan diwalikan sementara kepada kerabat [[kesultanan Kanoman]] yang disebut ''Kanjeng Gusti Volmaak''. Kanjeng Gusti Volmaak yang merupakan kerabat kesultanan memihak Pangeran Raja (PR) Dzulkarnaen untuk naik tahta, maka terjadilah perebutan tahta antara keduanya, melihat perebutan tahta ini melibatkan masyarakat luas, residen Belanda di Cirebon pun meminta bantuan Gubernur Jendral, namun Gubernur Jendral menolak ikut campur dan menyarankan agar masalah pewaris tahta diserahkan kepada adat yang berlaku dimasyarakat dan digelar perundingan untuk menyeleseikannya.
 
Hasil dari perundingan yang dilakukan adalah Pangeran Anta yang bergelar Pangeran Raja Carbon yang merupakan anak dari pasangan Sultan Anom VII Muhammad Komarudin II dengan nona Delamoor yang bergelar Ratu Sengkaratna mendapatkan hanya warisan kekayaan ayahnya saja, sementara Pangeran Raja Dzulkarnaen yang merupakan putera dari Permaisuri Raja mendapatkan tahta ayahnya dan bergelar Sultan Anom VIII Pangeran Raja Dzulkarnaen.
Baris 209:
* Sultan Anom XI Pangeran Raja Adipati Muhamamad Jalalludin
* Sultan Anom XII Pangeran Raja Muhamamad Emiruddin
* Sultan Anom XII Pangeran Elang Mochamad Saladin
 
== Pranala luar ==