Pada awal Agustus, Soedirman mendekati Soekarno dan memintanya untuk melanjutkan perang gerilya; Soedirman tidak percaya bahwa Belanda akan mematuhi Perjanjian Roem-Royen, belajar dari kegagalan perjanjian sebelumnya. Soekarno tidak setuju, yang menjadi pukulan bagi Soedirman. Soedirman menyalahkan ketidak-konsistenan pemerintah sebagai penyebab penyakit tuberkulosisnya dan kematian Oerip pada 1948, ia mengancam akan mengundurkan diri dari jabatannya, namun Soekarno juga mengancam akan melakukan hal yang sama.{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Sudirman}}{{sfn|McGregor|2007|p=129}}{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}} Setelah ia berpikir bahwa pengunduran dirinya akan menyebabkan ketidakstabilan, Soedirman tetap menjabat,{{sfn|Imran|1980|pp=82–83}} dan gencatan senjata di seluruh Jawa mulai diberlakukan pada tanggal 11 Agustus 1949.{{sfn|Said|1991|p=122}}
[[Berkas:Indonesia state officials paid tribute to General Sudirman, 29 January 1950.jpg|256px|ka|jmpl|Jenazah Soedirman disemayamkan di rumahnya di Yogyakarta]]