Abbas Abdullah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib) |
Penambahan sejarah |
||
Baris 56:
Pada tahun 1944, [[Soekarno]] datang menemuinya untuk meminta pendapat tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.<ref>[http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=17904 ''VII Koto Talago, Kampung Ulama dan Cendikiawan di Indonesia''] Padang Ekspres, 29 November 2011. Diakses 12 September 2013.</ref> Dia juga berkontribusi dalam membina majalah Al-Imam. Dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, dia dipilih sebagai imam jihad Fisabilillah. Pada masa [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia|PDRI]], madrasahnya menjadi kantor PPK dan Agama. Ia meninggal pada tanggal 17 Juni 1957 akibat penyakit asma.{{Bio muslim butuh rujukan}}
Ia bersama kakaknya, [[Mustafa Abdullah|Syekh Mustafa Abdullah]], yang juga seorang ulama terkemuka merupakan pendiri [[Darul Funun|Perguruan Islam Darul Funun]] di Puncak Bakuang, Tanjuang Rongik, Padang Japang, [[Kabupaten Lima Puluh Kota|Lima Puluh Kota]]. Darul Funun merupakan perguruan Islam terkemuka yang mempunyai murid-murid dari seluruh pelosok [[Ranah Minang|Minangkabau]] dan wilayah sekitarnya serta dari [[semenanjung Malaya]].<ref>[http://www.darulfunun.or.id/?p=32 ''Menelusuri Jejak Dua Ulama Bersaudara dari Padang Japang''] Situs Perguruan Darul Funun el-Abbasiyah. Diakses 14 September 2013.</ref>
<br />
== Riwayat ==
Syekh Abbas Abdullah, Syekh Mustafa Abdullah dan Syekh Muhammad Shalih merupakan putra dari [[Abdullah (ulama)|Syekh Abdullah Dt Jabok]], yang juga seorang ulama Minangkabau terkemuka. Syekh Abbas Abdullah lahir di Padang Japang, [[Guguk, Lima Puluh Kota|Guguak]], Lima Puluh Kota pada masa [[Hindia Belanda]]. Ia mempunyai putra yang bernama Thantowi, seorang perwira muda berpangkat Kapten yang tewas dalam [[Peristiwa Situjuah]] pada 15 Januari 1949.
Syekh Mustafa Abdullah merupakan murid dari [[Ahmad Khatib Al-Minangkabawi|Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi]], seorang ulama Minangkabau yang jadi imam besar di [[Masjidil Haram]] [[Mekkah]] dan merupakan orang non [[Bangsa Arab|Arab]] pertama yang jadi imam di pusat peribadatan umat [[Muslim]] terbesar di dunia tersebut.
Bersama adiknya, Abbas Abdullah, ia dikenal sebagai pendiri Perguruan Islam Darul Funun yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ia juga dikenal sebagai pejuang [[Islam]] di [[Pulau Sumatra|Sumatra]] dan punya pemikiran luas untuk [[Indonesia]]. Karena ketokohannya, [[Soekarno]] setelah bebas dari masa pembuangannya di [[Kota Bengkulu|Bengkulu]], yang kala itu belum menjadi presiden Indonesia merasa perlu datang ke Padang Japang untuk berdiskusi dan minta petunjuk tentang berbagai masalah politik dan keagamaan, serta mengenai perjuangan kemerdekaan pada kedua ulama kakak beradik tersebut.
Pada masa [[Pemerintahan Darurat Republik Indonesia]] (PDRI), kedua ulama itu juga banyak dimintai pendapat oleh tokoh-tokoh pejuang tentang perjuangan pada masa itu, bahkan [[Mohammad Natsir]] yang diutus Soekarno untuk menemui tokoh PDRI di Sumatra, juga harus menemui kedua tokoh ini. [[Buya Hamka]] yang dikenal sebagai ulama besar, pejuang dan sastrawan juga menaruh rasa hormat yang tinggi pada Syekh Mustafa Abdullah.
Setelah wafat, Syekh Mustafa Abdullah dan adiknya, Syekh Abbas Abdullah, dimakamkan di Nagari VII Koto Talago, Kecamatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Kota. Tepatnya di Padang Japang, yang terletak sekitar 17 kilometer sebelah utara [[Kota Payakumbuh]].
<br />
== Catatan kaki ==
|