Rumah Jew: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Rumah Jew''' atau dikenal sebagai Rumah Bujang merupakan salah satu rumah adat yang berasal dari [[Suku Asmat]], khususnya dari ibukota provinsi [[Papua Barat]] yaitu [[Agats]]. ''Rumah Jew'' yang memiliki beberapa nama lain yaitu ''Je'',''Jeu'',''Yeu'', atau ''Yai''<ref>{{Cite web|url=http://www.itchcreature.com/2018/05/04/asmat-papua-2016/|title=Asmat, Rumah Je, dan Arsitek Indonesia {{!}} itch creature|last=p.khrisno.a|language=en-US|access-date=2019-03-22}}</ref> ini merupakan rumah panggung berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu dan dinding beserta atapnya terbuat dari daun pohon sagu atau pohon nipah yang telah dianyam<ref name="litbang"/>. Hal unik yang terdapat dalam Rumah Jew ini adalah sama sekali tidak menggunakan paku melainkan menggunakan akar rotan sebagai penghubung<ref name="indonesia"/>. Disebut sebagai Rumah Bujang karena dalam rumah inilah tempat berkumpulnya laki-laki yang belum berkeluarga atau yang masih berstatus bujang. Anak-anak dibawah umur 10 tahun, wanita tidak perbolehkan masuk kedalam Rumah Jew ini<ref>
== Ciri-ciri Rumah Jew ==
Rumah panggung bujang ini dibangun benar-benar menggunakan bahan-bahan alami yang didapatkan dari hasil alam sekitar kampung sesuai dengan kepercayaan adat [[Asmat]] bahwa leluhur mereka dan alam sekitar telah bersinergi untuk menyediakan kebutuhan mereka. Kayu yang digunakan untuk membangun sebuah Rumah Jew menggunakan kayu besi yang kuat serta tahan terhadap air terutama air laut karena lokasi geografis suku [[Asmat]] yang terletak disekitar pesisir laut dan sekitar rawa-rawa<ref>{{Cite web|url=http://pemudafm.com/berita/sosial-budaya/jew-rumahnya-para-bujang-suku-asmat.html|title=Jew: Rumahnya Para Bujang Suku Asmat|date=2017-10-26|website=Radio Pemuda FM - Radio Online Anak Muda Indonesia|language=en-US|access-date=2019-03-22}}</ref>. Rumah Jew juga selalu didirikan menghadap ke arah sungai tepatnya di pinggir sungai terutama di daerah kelokan sungai dengan tiang penyangga utama rumah diukir dengan ukiran motif [[Asmat]]. Alasan dibangunnya Rumah Jew di kelokan sungai karena jaman dahulu sering terjadi peperangan antar etnis suku [[Asmat]]. Denagn dibangun dipinggir sungai terutama di daerah kelokan sungai akan memudahkan penghuni Rumah Jew tersebut mengetahui keberadaan serangan musuh. Walau jaman sekarang sudah tidak terjadi peperangan maupun pengayauan antar etnis suku [[Asmat]] setelah datangnya para misionaris sekitar tahun lima puluhan karena dianggap sebagai praktik kanibalisme, kebiasaan membangun Rumah Jew di pinggir sungai tetap dipertahankan karena memudahkan mereka untuk mencari ikan sebagai sumber pangan. jadi tidak perlu berjalan jauh untuk mendayung dan menambatkan perahu ke sungai untuk mencari ikan<ref name="litbang"/>.
Jumlah pintu Rumah Jew sama dengan jumlah tungku api dan patung Mbis (patung leluhur [[Asmat]]) yang juga mencerminkan jumlah keluarga atau ''Tysem'' pada rumpun suku [[Asmat]] yang tinggal disekitar Rumah Jew tersebut<ref name="jerat">{{Cite web|url=https://www.jeratpapua.org/2014/11/07/rumah-bujang-jati-diri-asmat/|title=Rumah Bujang, Jati Diri Asmat {{!}} JERAT PAPUA|last=Admin|language=id-ID|access-date=2019-03-22}}</ref>. Patung mbis menurut keyakinan suku [[Asmat]] adalah patung untuk mengusir pengaruh jahat terhadap para bujang didalam rumah tersebut. Selain itu, terdapat ciri-ciri khusus Rumah Jew lainnya, seperti<ref name="indonesia"/>:
Baris 24:
Sebagai rumah yang disakralkan oleh suku [[Asmat]], Rumah Jew selain dijadikan tempat tinggal para laki-laki yang belum menikah alias bujang juga dijadikan sebagai tempat untuk bermusyawarah mengenai urusan kehidupan warga, menyelesaikan perselisihan antar warga, merencanakan suatu pesta adat, rapat adat, perdamaian, perang, bahkan untuk pelaksanaan upacara-upacara adat<ref name="litbang">[http://www.pusat4.litbang.depkes.go.id/buku/2014/nomphoboas.pdf {{Cite book|title=Nomphoboas yang Mengganas di Mumugu|last=|first=Tumaji, Nurcahyo Tri Arianto, Amelia Rizky, Rachmalina Soerachman|publisher=Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat & LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES|year=2014|isbn=9786021099087|location=Surabaya|pages=38}}]</ref>. Selain itu, Rumah Jew juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan seperti ukiran-ukiran yang menggambarkan kerabat atau roh nenek moyang mereka yang sudah mati. Bahkan pada jaman dahulu Rumah Jew pernah digunakan sebagai tempat tengkorak-tengkorak yang sudah dikayau, perahu roh atau biasa disebut ''Wuramon'', baju-baju roh atau biasa disebut ''ifi'' atau ''yipawer'', kantung Noken, tombak perang, perisai-perisai kepala perang, tifa suku [[Asmat]], dan benda-benda sakral lainnya. Noken merupakan sebuah kantung yang terbuat dari anyaman serat tumbuhan yang berfungsi sebagai tas penyimpanan yang dikaungkan ke leher. Konon, bagi suku [[Asmat]] noken dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dengan aturan dan syarat tertentu agar si penderita penyakit dapat sembuh<ref name="indonesia"/>. Fungsi lain dari Rumah Jew ini adalah sebagai Balai Desa dan sebagai tempat untuk menyambut tamu dari luar kampung mereka<ref name="indonesia">{{Cite web|url=https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/jew-rumah-bujang-suku-asmat|title=Jew, Rumah Bujang Suku Asmat - Situs Budaya Indonesia|last=Kaya|first=Indonesia|website=IndonesiaKaya|language=Indonesia|access-date=2019-03-22}}</ref>.
Di dalam Rumah Jew, para bujang yang lebih muda memperoleh berbagai pendidikan dari secara luas dari para bujang bahkan laki-laki yang sudah berkelurga. Pendidikan yang mereka peroleh antara lain mengolah sumber daya yang terdapat di lingkungan sekitar mereka dengan teknologi yang ada, mengembangkan keterampilan, pendidikan budaya seperti memukul tifa, menari, menyanyi. Selain itu, mereka juga diperkenalkan dengan tokoh-tokoh pahlawan suku [[Asmat]] seperti ''Fumiripits'' atau yang mereka kenal sebagai ''Pengayau Agung'' yang dianggap sebagai leluhur atau cikal bakal suku [[Asmat]]. Bahkan pada jaman dahulu mereka juga diajari tata cara mengayau mayat, tata cara melakukan upacara adat, dan menyanyikan lagu-lagu suci<ref>
Rumah Jew juga yang mengajari suku [[Asmat]] secara tidak langsung tentang kearifan lokal dan nilai-nilai luhur secara turun-temurun dari leluhur mereka yaitu nilai-nilai konservasi hutan. Dengan adanya hutan-hutan keramat yang dikeramatkan di tiap kampung suku [[Asmat]] membuat keberadaan hutan disana tidak pernah berbuah. Membuka lahan hutan adalah ''pamali'' oleh mereka bahkan mereka melarang adanya berbagai bentuk aktivitas manusia di tengah hutan. Melanggar aturan tersebut dapat menyebabkan terjadinya musibah bagi kampung mereka yang bahkan dapat menyebabkan "putus nafas" jika tidak membayar derma sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh tiap tetua adat disana. Nilai-nilai lainnya yang masih dilakukan adalah pantangan memadamkan api wayir(api yang berasal dari tungku utama ditengah Rumah Jew) dan wajib menggemakan lagu menggunakan alat musik Tifa di tiap Rumah Jew<ref name="natgeo">{{Cite web|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/131602795/jew-jati-diri-masyarakat-asmat-yang-sesungguhnya
== Nilai Kekerabatan Dalam Rumah Jew ==
Nilai kekerabatan pada suku [[Asmat]] tidak hanya terbentuk dari hubungan darah keluarga maupun dari ikatan perkawinan, tetapi juga terbentuk ketika tinggal di Rumah Jew sejak masa kanak-kanak dahulu. Hubungan pertemanan yang terjalin antara lain seperti saling membantu jika salah satunya mengalami kesulitan, saling membagi bahan makanan, saling berbagi rokok, dan sebagainya. Hal yang paling ekstrim dalam berbagai adalah tradisi ''papisj'' yaitu tradisi saling menukar istri masing-masing untuk malam-malam yang telah ditentukan diiringi dengan pesta adat. Bahkan jalinan pertemanan bisa berlanjut sebagai jalinan kekerabatan ketika salah satunya ada yang meninggal dunia. Kaum kerabat yang meninggal dunia tersebut akan mengangkat saudara atau kerabat mereka yang masih hidup bahkan individu tersebut akan dipanggil namanya sesuai dengan nama saudaranya yang telah meninggal. Kaum kerabat yang meninggal tersebut juga akan memberikan berbagai barang peninggalannya kepada kerabatnya yang masih hidup seperti sagu, pakaian, beras, gula, dan siput. Kerabat yang masih hidup juga akan menanggung kewajiban seperti melakukan pelayanan di rumah duka terhadap kerabatnya yang meinggal selama 3 (tiga hari) dan juga menanggung berbagai hal yang ditanggung kerabatnya yang meninggal selama hidup seperti denda, konflik, dan mas kawin<ref name="kemdikbud">
== Ritual Pada Kehidupan Suku Asmat ==
|