Sulaman Koto Gadang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
Baris 12:
Keterampilan menyulam telah berkembang di Koto Gadang setidaknya sejak abad ke-16.{{sfn|Ernatip|2012|pp=92}} Hampir setiap rumah tangga di Koto Gadang, terutama yang memiliki anak perempuan, pandai menyulam. Dalam pandangan adat, seorang perempuan dipandang terhormat jika peralatan yang dipakai saat menikah, seperti selendang, adalah hasil sulaman sendiri. Selendang bersulam Koto Gadang merupakan kelengkapan pakaian adat. Pengetahuan menyulam umumnya diperoleh dari keluarga dan diwarisi secara turun temurun dari orangtua ke anak.{{sfn|Ernatip|2012|pp=90}}{{sfn|Ernatip|2012|pp=131}}
Pada awalnya, selendang
Sejak Kerajinan Amai Setia berdiri, kegiatan menyulam menjadi pekeijaan yang digemari perempuan Koto Gadang. Selain dapat menghasilkan uang, pekerjaan menyulam bagi perempuan dianggap sebagai pekerjaan yang mulia.{{sfn|Ernatip|2012|pp=75}} Perempuan dapat bekerja di dalam rumah sambil mengurus keluarga. Saat ini, sulaman Koto Gadang menjadi produk yang diincar perempuan Paris dan Belanda. Meski tak seperti abad ke-19, perempuan Koto Gadang masih menghasilkan kain bersulam aneka motif dan cara pengerjaan.{{sfn|Kompas.com|27 September 2013}}
|