Pembicaraan:Wildan Abdul Chamid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 17:
Hal yang patut diteladani dari sosok Kiai Wildan adalah kegigihan dan semangat beliau dalam memperdalam ilmu dan menularkannya. Dalam semangat mengajar, beliau meniru model Kiai Bisri Mustofa, bahkan ketika kondisi mati lampu, pengajian tetap berlangsung, beliau tetap mengajar dengan model hafalan. Pernah ketika mengajar ke Weleri, dimana sarana transportasi amat tak mendukung, beliau tetap semangat mengajar tiap Sabtu malam, yang tak jarang pulangnya menumpang truk yang lewat karena sudah tidak ada angkutan pada malam hari.
Kiprah beliau dalam mengajar pengajian antara lain mengajar Kitab Bulughul Marom (Selasa bakda Subuh di Masjid Agung Kendal), Kitab Ihya ‘Ulumudin (Selasa pagi jam 08.00 di rumah) <ref> [https://pcnukendal.com/wildan-wafat-masyarakat-kendal-berduka-cita/], Kitab Fathul Wahhab (Ahad siang di rumah), Kitab Tajridus Shorih (Ahad sore jam 16.00 di rumah) dan pengajian rutin Ramadhan setiap tahunnya di Masjid Agung Kendal dari tanggal tgl 1 - 21 Romadhon, jam 13.00 (Tafsir Jalalain dan kitab fiqih). Tak hanya itu, disebabkan menyadari akan pentingnya peran wanita dalam mengasuh dan mendidik anak, beliau juga mengasuh pengajian untuk Ibu-ibu pada Jumat bakda shubuh dan pengajian remaja putri pada Ahad pagi di kediaman beliau. Kini, semua majelis pengajian beliau diteruskan oleh putra bungsu beliau, yaitu Mohammad Farid Fad (Gus Farid).
Ditengah kesibukannya menjadi Hakim Pengadilan Agama di Kendal, Kiai Wildan menyempatkan diri untuk terus menularkan ilmunya di jalur pendidikan formal dengan menjadi dosen di IAIN Walisongo Semarang (sejak tahun 1972 sampai dengan mengundurkan diri pada tahun 2000 karena kesibukan mengajar pengajian), dosen IIWS Semarang, dan mendirikan MAN Kendal (dahulu bernama SP IAIN).
|