Otto Djaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 26:
Ketika menjadi taruna saat mengikuti pelatihan militer PETA di [[Kota Bogor|Bogor]], waktu-waktu istirahatnya selalu diisi dengan melukis. Menurutnya, melukis adalah salah satu cara agar dirinya tetap "waras" di kamp pelatihan. Bukannya apa-apa, latihan fisik di PETA itu sangat keras. Selama tiga bulan para kadet digembleng fisiknya siang malam dan terisolasi dari dunia luar. Seusai latihan mereka tidak bisa melakukan apa-apa kecuali istirahat lalu tidur. Namun, Otto memaksakan diri menggunakan waktu-waktu istirahatnya dengan melukis dan melukis. Ternyata para serdadu Jepang meminati karya-karya indah Otto. Semua lukisannya laku terjual. Bahkan ada beberapa yang dibawa ke Jepang untuk kemudian dijual disana.
Pada tanggal 29 Agustus 1945 Mayor Otto Djaya datang ke Asrama Mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), Balai Muslimin Indonesia di Jakarta. Tidak diketahui dalam rangka apa ia datang ke sana. Yang jelas, sebelum kedatangannya ada himbauan dari Subianto Djojohadikusumo selaku Ketua Umum PP STI kepada sesama pengurus, A. Karim Halim, agar mahasiswa STI menuliskan berbagai semboyan revolusi di trem, kereta api, bus, tembok-tembok gedung, dan di berbagai tempat strategis lainnya. Singkatnya, mengetahui latar belakang Mayor Otto adalah pelukis, Karim memintanya untuk menuliskan berbagai semboyan revolusi seperti himbauan tadi<ref name=":1">{{Cite web|url=https://republika.co.id/berita/kolom/wacana/plrqwh385/henriette-roland-holst-dan-misteri-prabowo-baca-sajak|title=Henriette Roland Holst dan Misteri Prabowo Baca Sajak|last=Hakiem|first=Lukman|date=23 Januari 2019|website=republikaonline|access-date=7 April 2019}}</ref>.
Untuk diketahui Subianto Djojohadikusumo adalah salah satu pemuda yang mendatangi dan mendesak Bung Karno dan [[Mohammad Hatta|Bung Hatta]] pada tanggal 15 Agustus 1945 sore untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada hari itu juga. Pertemuan dilakukan di halaman belakang Institut Koningin Wilhelmina, Jalan Pegangsaan Timur No. 15. Kelak, Pada tanggal 25 Januari 1946, Taruna Subianto Djojohadikusumo beserta adiknya Sujono Djojohadikusumo dan 35 taruna [[Akademi Militer Tangerang]] lainnya gugur dalam insiden perundingan perlucutan senjata dengan tentara Jepang di Hutan Lengkong, [[Kota Tangerang|Tangerang]].
Baris 61:
'''1944'''. Otto Djaya mengadakan eksibisi tunggal dengan tema “Semangat Keprajuritan dan Patriotisme”. Tema ini dipilih untuk menggambarkan perjuangan prajurit membela tanah air. Pameran digelar di pusat kebudayaan di Jakarta. Pameran ini merupakan salah satu dari sekian banyak pameran yang diselenggarakan oleh Keimin Bunka Shidoshu bagi para seniman Indonesia dan Jepang.
'''29 Agustus 1945.''' Mayor Otto Djaya diminta Mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam) menulis semboyan-semboyan revolusi di tempat-tempat umum di sekitaran Jakarta. Aksi tersebut menuai sambutan baik oleh warga Jakarta. Aksi coretan Otto tersebut menular di kota-kota besar lainnya<ref name=":1" />.
'''1946'''. Otto Djaya menggelar eksibisi solo di [[Museum Nasional Indonesia|Museum Nasional]] Jakarta sekembalinya dari medan perang, atau setelah ia memutuskan berhenti dari dinas kemiliterannya. Otto memamerkan karya-karya lukisnya dari garis depan medan pertempuran.
Baris 116 ⟶ 118:
'''12-24 Januari 1996.''' Menyambut usia Otto yang ke 80 tahun, Galeri Cipta II di [[Taman Ismail Marzuki]], Jakarta, menggelar pameran tunggal karya-karya Otto. Ada 50 lukisan yang dipamerkan, 23 diantaranya merupakan karya-karya terbaru Beliau.
'''24 Juni-7 Juli 1999.''' 35 lukisan karya Otto Djaya dipamerkan dalam sebuah eksibisi tunggal di [[Museum Benteng Vredeburg]], Yogyakarta. Semua karya Otto ludes terjual.
|