Tan Malaka: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rosyidcdk (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k ←Suntingan Rosyidcdk (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rayhan6726
Tag: Pengembalian
Baris 16:
|parents = Rasad Caniago (ayah)<br/>Sinah Simabur (ibu)
}}
'''7TanTan Malaka''' atau '''Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka''' ({{lahirmati|Nagari Pandam Gadang, [[Lima Puluh Kota|Suliki, Lima Puluh Kota]], [[Sumatra Barat]]|2|06|1897|Desa Selopanggung, [[Kediri]], [[Jawa Timur]]|21|02|1949}}) adalah seorang pembela kemerdekaan [[Indonesia]], tokoh [[Partai Komunis Indonesia]],<ref name="LOC">{{cite web|url=http://countrystudies.us/indonesia/14.htm|title=THE GROWTH OF NATIONAL CONSCIOUSNESS|publisher=[[Library of Congress]]|accessdate=7 Agustus 2012}}</ref> juga pendiri [[Partai Murba]],<ref>[http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/08/11/LU/mbm.20080811.LU127973.id.html "Warisan Tan Malaka"], Tempo Interaktif, 11 Agustus 2008</ref> dan merupakan salah satu [[Pahlawan Nasional Indonesia]].<ref>{{cite web
|title=Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia (1)
|language=Indonesia
Baris 34:
 
=== Pendidikan di Belanda ===
Meskipun diangkat menjadi ''datuk'', pada bulan Oktober 1913, ia meninggalkan desanya untuk belajar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah), dengan bantuan dana oleh para ''engku'' dari desanya. Sesampainya di Belanda, Malaka mengalami [[kejutan budaya]] dan pada tahun 1915, ia menderita [[pleuritis]].{{sfn|Syaifudin|2012|p=56}} Selama kuliah, pengetahuannya tentang revolusi mulai muncul dan meningkat setelah membaca buku ''[[de Fransche Revolutie]]'' yang ia dapatkan dari seseorang sebelum keberangkatannya ke Belanda oleh Horensma.{{sfn|Syaifudin|2012|p=57}} Setelah [[Revolusi Rusia]] pada Oktober 1917, ia mulai tertarik mempelajari paham [[Sosialisme]] dan [[Komunisme]]. Sejak saat itu, ia sering membaca buku-buku karya [[Karl Marx]], [[Friedrich Engels]], dan [[Vladimir Lenin]].{{sfn|Syaifudin|2012|pp=57–58}} [[Friedrich Nietzsche]] juga menjadi salah satu panutannya. Saat itulah ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Karena banyaknya pengetahuan yang ia dapat tentang Jerman, ia terobsesi menjadi salah satu angkatan perang Jerman. Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman, namun ia ditolak karena [[Angkatan Darat Jerman]] tidak menerima orang asing.{{sfn|Mrázek|1972|p=7}} Setelah beberapa waktu kemudian, ia bertemu [[Henk Sneevliet]], salah satu pendiri [[Indische Sociaal Democratische Vereeniging]] (ISDV, yakni organisasi yang menjadi cikal bakal [[Partai Komunis Indonesia]]).{{sfn|Jarvis|1987|p=41}} Ia lalu tertarik dengan tawaran Sneevliet yang mengajaknya bergabung dengan ''[[Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging]]'' (SDOV, atau Asosiasi Demokratik Sosial Guru).{{sfn|Syaifudin|2012|p=182}} Lalu pada bulan November 1919, ia lulus dan menerima ijazahnya yang disebut ''[[hulpactie]]''.{{efn|Sebenarnya Tan Malaka menginginkan ''hoofdacte'', yang statusnya setingkat lebih tinggi dari ''hulpactie''. Meskipun begitu, kesehatannya yang buruk membuatnya hanya bisa mendapat ijazah ''hulpactie''.}}{{sfn|Syaifudin|2012|p=58}}
 
==== Mengajar ====
Setelah lulus dari SDOV, ia kembali ke desanya. Ia kemudian menerima tawaran Dr. C. W. Janssen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Sanembah, Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Utara.{{sfn|Syaifudin|2012|p=58}}{{sfn|Syaifudin|2012|p=184}} Ia tiba di sana pada Desember 1919 dan mulai mengajar anak-anak itu ber[[bahasa Melayu]] pada Januari 1920.{{sfn|Syaifudin|2012|p=59}}{{sfn|Poeze|2008|p=xvi}} Selain mengajar, Tan Malaka juga menulis beberapa propaganda subversif untuk para kuli, dikenal sebagai ''[[Deli Spoorweg Maatschappij|Deli Spoor]]''.{{sfn|Syaifudin|2012|p=184}} Selama masa ini, ia mengamati dan memahami penderitaan serta keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatra.{{sfn|Syaifudin|2012|p=59}} Ia juga berhubungan dengan ISDV dan terkadang juga menulis untuk media massa.{{sfn|Jarvis|1987|p=41}} Salah satu karya awalnya adalah "Tanah Orang Miskin", yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja, yang dimuat di ''Het Vrije Woord'' edisi Maret 1920.{{sfn|Jarvis|1987|pp=41–42}} Ia juga menulis mengenai penderitaan para kuli kebun teh di ''Sumatra Post''.{{sfn|Syaifudin|2012|p=184}} Selanjutnya, Tan Malaka menjadi calon anggota [[Volksraad]] dalam pemilihan tahun 1920 mewakili kaum [[Sayap kiri|kiri]].{{sfn|Jarvis|1987|p=42}} Namun ia akhirnya mengundurkan diri pada 23 Februari 1921 tanpa sebab yang jelas.{{sfn|Syaifudin|2012|p=59}} Ia lalu membuka sekolah di Semarang atas bantuan Darsono, tokoh [[Sarekat Islam]] (SI) Merah. Sekolah itu disebut Sekolah Rakyat. Sekolah itu memiliki kurikulum seperti sekolah di [[Uni Soviet|Uni Sovyet]], dimana setiap pagi murid-murid menyanyikan lagu <nowiki>''</nowiki>Internasionale<nowiki>''</nowiki>". ''Tan juga pernah bertemu dengan banyak tokoh pergerakan seperti [[Oemar Said Tjokroaminoto|HOS Tjokroaminoto]] dan [[Agus Salim|H. Agus Salim]]. Dalam otobiografinya, Tan menganggap bahwa SI di bawah Tjokroaminoto adalah satu-satunya partai massa terbaik yang ia ketahui. Tapi, Tan mengkritik saat terjadi perpecahan di SI, organisasi SI tidak memiliki tujuan dan taktik sehingga terpecah.''
 
==== Hidup Membujang ====
Baris 76:
Dalam cerita-cerita tersebut selain Tan Malaka muncul juga tokoh-tokoh PKI dan PARI lainnya, yaitu [[Musso]] (sebagai ''Paul Mussotte''), [[Alimin]] (''Ivan Alminsky''), [[Semaun]] (''Semounoff''), [[Darsono]] (''Darsnoff''), [[Djamaluddin Tamin]] (''Djalumin'') dan [[Soebakat]] (''Soe Beng Kiat''). Kisah-kisah fiksi ini turut memperkuat legenda Tan Malaka di Indonesia, terutama di Sumatra.<ref>{{cite book |last=Kahin |first=Audrey |authorlink= |title=Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik Indonesia, 1926-1998 |url=http://books.google.co.id/books?id=v0y4-dp9uEEC&pg=PA94&dq=rol+patjar+merah+indonesia&hl=id&sa=X&ei=G_--UYbbBo2zrAecyIGYAg&ved=0CCwQ6AEwAA#v=onepage&q=rol%20patjar%20merah%20indonesia&f=false |accessdate= |year=2005 |publisher=[[Yayasan Obor Indonesia]] |location= |isbn=9789794615195 |page=94}}</ref>
 
Belakangan, selepas reformasi kemudian muncul pula dua novel yang mengisahkan perjalanan hidup Tan Malaka. Tiga buku pertama ditulis oleh [[Matu Mona]], sementara yang keempat dan kelima ditulis oleh [[Yusdja]].<ref>{{cite book |last=Southeast Asia Program |first=Cornell University |authorlink= |title=Reading Southeast Asia: Translation of Contemporary Japanese Scholarship on Southeast Asia |url=http://books.google.co.id/books?id=OFSgNa9J61YC&pg=PA22&lpg=PA22&dq=patjar+merah+indonesia&source=bl&ots=WLyyywIcRp&sig=Bc2S64cOW0o8Nc31-wfiERBiQuQ&hl=en&sa=X&ei=__y-UbjEDcn-rAf63IG4Aw&redir_esc=y#v=onepage&q=patjar%20merah%20indonesia&f=false |accessdate=17 Juni 2013 |year=1990 |publisher=SEAP Publication |location= |isbn=9780877274001 |page=188}}</ref>: Sedangkan novel yang keenam dan ketujuh masih-masing ditulis oleh Peter Dantovski dan [[Hendri teja|Hendri Teja]].
* ''Spionnage-Dienst'' (1938)<ref>{{cite book |last=Mona |first=Matu |authorlink= |title=Patjar merah Indonesia |url=http://books.google.co.id/books/about/Spionnage_dienst.html?id=UivAYgEACAAJ&redir_esc=y |accessdate=17 Juni 2013|year=1938 |publisher=Centrale Courant en Boekhandel |location= |isbn= |page=179}}</ref>
* ''Rol Patjar Merah Indonesia cs''(1938)