Masjid Tuanku Pamansiangan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rahmatdenas (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Rahmatdenas (bicara | kontrib) |
||
Baris 26:
Cikal bakal keberadaan masjid ini berawal dari sebuah [[surau]] di lokasi yang sama yang didirikan oleh Tuanku Mansiangan, seorang [[ulama Minangkabau]] yang mendakwahkan agama Islam di Tanah Datar. Lahir pada 1771, Tuanku Pamansiangan bernama asli Abdullah. Ia merupakan murid [[Burhanuddin Ulakan|Syekh Burhanuddin]]. Setelah selesai belajar agama kepada Syekh Burhanuddin di [[Ulakan Tapakis, Padang Pariaman|Ulakan]], Abdullah kembali ke Koto Laweh dan mendirikan surau untuk mendukung kegiatan dakwahnya, tepatnya pada tahun 1303 menurut [[Kalender Hijriyah|penanggalan Hijriyah]] atau 1886 menurut [[Masehi]]. Lokasi berdirinya surau merupakan tanah rawa yang banyak tumbuh [[mensiang]], yang selanjutnya melekat sebagai julukan Abdullah sehingga ia dikenal dengan nama Tuanku Mansiangan.{{sfn|Abdul Baqir Zein|1999|pp=61-63}}
Seiring
Ketika pertama kali dibangun, bangunan Masjid Tuanku Pamansiangan terbuat dari ijuk. Abdul Baqir Zien mencatat, Masjid Tuanku Pamansiangan telah mengalami tiga kali direnovasi sejak didirikan dan saat ini bangunannya telah menggunakan kayu dengan atap dari seng.{{sfn|Abdul Baqir Zein|1999|pp=62}} Penggantian material bangunan diperkirakan berlangsung pada 1903 sampai 1905, merujuk pada [[kaligrafi]] Arab-Melayu yang terdapat pada bagian mihrab bertuliskan: "Mulai memahat tahun 1323 pada 14 Shafar mulai menyudah tahun 1325".{{sfn|Masjid-masjid Kuno...|2006|pp=16-17}} Pengambilan bahan bangunan yakni kayu diperoleh dari hutan. Kayu-kayu digunakan sebagai tiang dan dinding. Sejak didirikan, tiang dan dinding Masjid Tuanku Mansiangan masih utuh dan terawat sampai saat sekarang.{{sfn|Abdul Baqir Zein|1999|pp=62}} Adapun pengerjaan pembangunan melibatkan tukang-tukang China.{{sfn|Abdul Baqir Zein|1999|pp=61}}
|