Upacara Wetonan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bagusypa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Bagusypa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
 
== Doa dalam Wetonan ==
Pada masyarakat Jawa do’a ini di bacakan dalam bahasa Jawa atau hampir sama dengan niat dan keinginan yang ingin mereka peroleh ketika melakukan ''Slametan Weton.'' ''“Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane kabul slamet”.'' Semua orang yang ada atau mengikuti ''Slametan Weton'' sebagai saksinya, bahwa pembuatan ''jenang'' putih dan ''jenang'' merah ini karena untuk memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti ''tumpeng, bothok pelas'' dan ''jenang'' ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan Erna agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan. Ketika do’a ini dibacakan oleh salah satu anggota keluarga yang tertua, maka anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang dibacakan tersebut dengan jawaban ''nggeh'' atau secara sederhana adalah mengucapkan amin.
Pada masyarakat Jawa do’a ini di bacakan dalam bahasa Jawa atau hampir sama dengan niat dan keinginan yang ingin mereka peroleh ketika melakukan ''Slametan Weton.''
 
 
''“Niki sampeyan sekseni nggeh, asale pasang jenang pethak jenang abrit niki ngleresi tone erna diweruhi mbok’e ibu bumi bapa’e kuasa, asale pasang jenang pethak jenang abrit lan sedoyo buceng niki dongakne sageto angen-angen asale sekolah anak erna niki pinter nggeh, mugi-mugi sedoyo buceng niki saget jejeg mantep bakale angen-angen si erna lan diparingi seger kewarasan anak kulo erna sing sekolah niki saget disekseni nggeh, dongane kabul slamet”''
 
Semua orang yang ada atau mengikuti ''Slametan Weton'' sebagai saksinya, bahwa pembuatan ''jenang'' putih dan ''jenang'' merah ini karena untuk memperingati hari lahirnya Erna (orang yang diperingati hari lahirnya) yang diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, semua yang ada seprti ''tumpeng, bothok pelas'' dan ''jenang'' ini semoga sebagai simbol untuk mendo’akan Erna agar pintar dalam bersekolah, mempunyai pendirian yang kuat, selalu diberi kesehatan, semoga do’a yang dipanjatkan bisa terkabulkan.
 
Ketika do’a ini dibacakan oleh salah satu anggota keluarga yang tertua, maka anggota keluarga lainnya menjawab setiap do’a yang dibacakan tersebut dengan jawaban ''nggeh'' atau secara sederhana adalah mengucapkan amin.
 
 
'''Kepercayaan'''
 
'''== Kepercayaan''' ==
Masyarakat Jawa sangat kental dengan tradisi yang tetap terjaga. Mereka menganggap tradisi nenek moyang adalah warisan yang sangat bernilai dan harus tetap dipertahankan. Menurut Budiono Heru sutoto (dalam Siti Fatimah, 2013) mengatakan bahwa suku bangsa Jawa pada zaman purba mempunyai pandangan hidup Animisme, suatu kepercayaan adanya roh atau jiwa pada semua benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan juga manusia sendiri.
 
Baris 22 ⟶ 13:
Menurut orang Jawa, seseorang yang sering dibuatkan s''lametan'' ''weton'' secara rutin sesuai waktunya, biasanya hidupnya lebih terkendali, lebih berkualitas atau bermutu, lebih hati-hati, tidak liar dan ceroboh, dan jarang sekali mengalami sial. Menurut Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015):
 
“''Kabeh wong iku duweni wetone dhewe-dhewe lan kudu di ton’i,'' ''nak ora di ton’i wong iku bakal loro”.'' Setiap orang itu mempunyai ''weton'' sendiri-sendiri dan mereka harus memperingatinya dengan melaksanakan ''slametan weton,'' karena jika tidak orang tersebut pasti akan sakit. Biasanya ini terjadi ketika seseorang lupa melakukan ''slametan weton'' untuk dirinya sendiri. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) juga mengatakan bahwa: ''“Yen wong iku loro amergo wes kelalen ora di ton’i, sekaren kembang kerah macan ono ning gone lah mendem ari-arine”.'' Apabila seseorang itu sakit akibat lupa tidak melaksanakan ''slametan'' ''weton,'' maka salah satu anggota keluarga harus ''nyekar'' dengan ''kembang kerah macan'' di tempat ''ari-ari'' orang yang sakit itu dikubur. ''Kembang kerah macan'' ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga kenanga.
“''Kabeh wong iku duweni wetone dhewe-dhewe lan kudu di ton’i,'' ''nak ora di ton’i wong iku bakal loro”''
 
Setiap orang itu mempunyai ''weton'' sendiri-sendiri dan mereka harus memperingatinya dengan melaksanakan ''slametan weton,'' karena jika tidak orang tersebut pasti akan sakit. Biasanya ini terjadi ketika seseorang lupa melakukan ''slametan weton'' untuk dirinya sendiri. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) juga mengatakan bahwa:
 
''“Yen wong iku loro amergo wes kelalen ora di ton’i, sekaren kembang kerah macan ono ning gone lah mendem ari-arine”''
 
Apabila seseorang itu sakit akibat lupa tidak melaksanakan ''slametan'' ''weton,'' maka salah satu anggota keluarga harus ''nyekar'' dengan ''kembang kerah macan'' di tempat ''ari-ari'' orang yang sakit itu dikubur. ''Kembang kerah macan'' ini terdiri dari bunga mawar, bunga kantil, daun pandan dan bunga kenanga.
 
 
'''4.'''   '''Filosofi'''
 
== Filosofi ==
Tradisi Jawa yang banyak berkembang saat ini sebenarnya merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang dengan segala kepercayaannya yang begitu kental. Mungkin bagi orang yang kurang terbiasa mengenal, masyarakat Jawa dianggap sebagai masyarakat yang ''kalem'' atau lemah lembut, dan dianggap terlalu mengutamakan tata krama dibandingkan dengan hal lainnya. Akan tetapi tata krama merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Sainem (Wawancara, 2 Desember 2015) mengatakan bahwa: