Pong Tiku: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
What a joke (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 35:
'''Pong Tiku''' (atau '''Pontiku''' dan '''Pongtiku'''; 1846 – 10 Juli 1907), dikenal dengan nama '''Ne' Baso''', adalah pemimpin dan gerilyawan [[Toraja]] yang beroperasi di [[Sulawesi]] bagian selatan, sekarang bagian dari [[Indonesia]].
 
Tiku adalah putra penguasa Pangala'. Setelah Tiku menduduki kerajaan Baruppu', ia menjadi raja, lalu menguasai Pangala' setelah ayahnya meninggal dunia. Lewat perdagangan kopi dan persekutuan dengan [[Suku Bugis]] di dataran rendah, Tiku mendapatkan kekayaan, tanah, dan kekuasaan yang besar. Semasa [[Perang Kopi]] (1889–1890), kota Tondon diserang oleh penguasa lain, namuntetapi direbut kembali pada hari yang sama. Ketika [[Hindia Belanda|pasukan Belanda]] menyerbu [[Sulawesi]] pada awal 1900-an, Tiku dan pasukannya melancarkan serangan dari benteng. Ia ditangkap pada bulan Oktober 1906. Bulan Januari 1907, ia kabur dan menjadi buronan sampai Juni tahun itu. Ia dieksekusi mati beberapa hari setelah tertangkap.
 
Tiku merupakan pemimpin pemberontakan terlama di Sulawesi. [[Daftar Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]] [[J. B. van Heutsz]] menganggap Tiku sebagai ancaman bagi kestabilan pemerintahan Belanda di kawasan itu. Van Heutsz mengutus Gubernur Sulawesi untuk memimpin penangkapannya. Sejak kematiannya, Tiku menjadi simbol pemberontakan Toraja. Ia diangkat sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tahun [[2002]].
Baris 75:
Di Tondon, Tiku memulai persiapan pemakaman ibunya dengan menggunakan adat Toraja selama beberapa bulan. Sesambil mengadakan persiapan tersebut, ia mendapatkan seorang penasihat yang mengumpulkan senjata secara rahasia sementara yang lainnya menginginkan benteng-bentengnya di Alla' dan Ambeso.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=51–52}} Tiku kemudian membuat persiapan untuk melarikan diri dari penangkapan Belanda; ia juga mengembalikan seluruh harta benda yang ia ambil ketika ia menjadi penguasa, karena ia tahu bahwa tidak akan lama menggunakannya. Ketika berada di Tondon, pasukan Belanda memperdaya seorang pemimpin Toraja.{{sfn|Bigalke|2005|p=60}} Malam sebelum pemakaman ibunya, pada Januari 1907, Tiku dan 300 pengikutnya melarikan diri dari Tondon untuk menuju ke arah selatan.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=54–55}}
 
Setelah ia dikabari bahwa Belanda mengikutinya, Tiku memerintahkan sebagian besar pengikutnya untuk kembali ke Tondon sementara ia dan lima belas orang lainnya, termasuk dua istrinya, melanjutkan perjalanan ke selatan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=56}} Mereka awalnya singgah di Ambeso, namuntetapi bentengnya runtuh beberapa hari kemudian, sehingga kemudian mereka melarikan diri ke Benteng Alla (kini terletak di Desa Benteng Alla Utara Kabupaten Enrekang). Benteng tersebut berhasil direbut oleh Belanda pada akhir Maret 1907 dan Tiku mulai berjalan kembali ke Tondon melalui hutan. Ia dan para pemimpin lainnya, yang beretnis Bugis dan Toraja, mulai terlacak oleh pasukan Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=60–61}} Pemimpin lainnya ditangkap oleh Belanda dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara di [[Makassar]] atau diasingkan ke [[Buton]].{{sfn|Tangdilintin|1976|p=62}} Sementara itu, Tiku, tetap bersembunyi di hutan.{{sfn|Tangdilintin|1976|p=63}}
 
Pada 30 Juni 1907, Tiku dan dua pasukannya ditangkap oleh pasukan Belanda; ia menjadi pemimpin gerilya terakhir yang ditangkap. Setelah beberapa hari ditahan,{{sfn|Tangdilintin|1976|p=64}} pada 10 Juli 1907 Tiku ditembak dan dibunuh oleh pasukan Belanda di dekat Sungai Sa'dan; beberapa laporan menyatakan bahwa ia sedang mandi pada waktu itu.{{sfn|Adams|2006|p=143}} Ia dikubur di peristirahatan keluarganya di Tondol, meskipun sepupunya Tandibua' menjadi penguasa asli Pangala', ia menjabat dibawah kepemimpinan Belanda.{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=65–66}}
 
== Warisan ==
Setelah kematian Tiku, pemerintah kolonial berharap ia dilupakan, namuntetapi yang terjadi justru sebaliknya.{{sfn|Adams|2006|p=143}} Tandibua' memberontak pada tahun 1917, dan kantong perlawanan kecil bertahan di sejumlah wilayah Sulawesi hingga Belanda terusir akibat [[pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang]].{{sfn|Tangdilintin|1976|pp=65–66}} Pada masa pendudukan, pasukan Jepang menggunakan Tiku sebagai simbol perjuangan Toraja terhadap agresi kolonial dan berusaha menyatukan rakyat untuk melawan bangsa Eropa. Akan tetapi, strategi ini gagal di wilayah-wilayah taklukan seperti Baruppu'{{sfn|Bigalke|2005|p=199}} dan Sesean yang mengenang Tiku sebagai sosok pembunuh dan penculik istri orang.{{sfn|Volkman|1985|p=27}}
 
Pemerintah [[Kabupaten Tana Toraja]] mengangkat Tiku sebagai pahlawan nasional pada tahun 1964.{{sfn|Friend|2003|p=352}} Tahun 1970, tugu penghormatan Tiku didirikan di tepi sungai Sa'dan.{{sfn|Adams|2006|p=143}} Tiku dinyatakan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] melalui Dekret Kepresidenan 073/TK/2002 tanggal 6 November 2002.{{sfn|Indonesian Social Ministry, Daftar Nama Pahlawan}} Pada hari peringatan kematian Tiku, upacara khusus diselenggarakan di ibu kota Sulawesi Selatan, [[Makassar]].{{sfn|Adams|2006|p=143}} Selain jalan raya, [[Bandar Udara Pongtiku|bandara]] di Tana Toraja juga diberi nama Pong Tiku.{{sfn|Volkman|1985|p=166}}