Rumah panggung Betawi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 36:
[[Berkas:Besi tempa peninggalan belanda.jpg|jmpl|Konsol besi melengkung pada bagian depan Rumah si Pitung sebagai ornamen dekoratif, juga struktur penyangga atap. Diadopsi dari arsitektur Belanda]]
* '''Belanda'''. Bangsa Belanda mulai berkuasa di Batavia sejak tahun 1602 hingga 1942{{Sfn|Majid|(1995)|p=88: “Sejak Batavia dikuasai oleh Belanda (1619) timbul perlawanan-perlawanan dari pengikut Pangeran Jayakarta Wijayakrama ..."}}{{Sfn|Saelan|(2008)|p=21: “Pada tanggal 8 Maret 1942, pemerintah Hindia Belanda yang berpusat di Batavia menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Imamura ..."}}. Tujuan awal mereka adalah berdagang. Tujuan berubah tidak hanya sekedar berdagang, tetapi sekaligus menjajah setelah [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] bubar kemudian berganti menjadi pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Mereka datang ke Batavia pertama kali pada tahun 1611{{Sfn|Lubis|(2017)|p=200 : “Pada mulanya, kedatangan kedatangan Belanda ke Indonesia untuk kegiatan perdagangan lewat kongsi dagang yang disebug VOC (Verenigde Ost Indische Compagnie) ..."}}. Pangaruh Belanda bisa dilihat pada ruangan utama yang terhubung langsung dengan beranda depan dan posisi kamar tidur terletak di sebelah kanan dan kiri ruang utama. Sementara kamar mandi, dapur, serta gudang berada di bagian belakang bangunan utama{{Sfn|Swadarma|(2014)|p=30 : “Ruangan utama terhubung langsung dengan beranda depan dan belakang dengan posisi kamar tidur ada di sebelah kanan dan kiri ruangan utama tersebut ..."}}. Pengaruh Belanda lainnya ada pada penggunaan konsol (struktur penyangga atap) terbuat dari besi yang ditempa sedemikian rupa. Fungsinya, sebagai hiasan dekoratif dan sebagai konstrruksi atap. Konsol besi yang melengkung menjadi tren pembangunan rumah-rumah Betawi untuk jangka waktu yang lama.{{Sfn|Swadarma|(2014)|p=96: “Penggunaan besi tempa merupakan salah satu hal baru yang diperkenalkan penjajah Belanda pada masyarakat Betawi ..."}}
=== Pengaruh lainnya ===
Baris 50:
=== Orientasi ===
[[Berkas:Bagian belakang rumah si pitung berdekatan dengan sungai.jpg|kiri|jmpl|Dapur atau bagian belakang Rumah si Pitung yang membelakangii sungai]]''<nowiki/>''
Secara umum rumah tradisional Betawi tidak memiliki peraturan yang baku dalam penentuan arah yang disepakati warga Betawi sejak dulu hingga sekarang. Tidak seperti etnis Tionghoa dengan ilmu ''[[Fengsui|feng shui]]<nowiki/>n''ya atau pada etnis [[Suku Bali|Bali]] yang memiliki konsep ''sanga mandala'' dalam tata letaknya dan berorientasi kepada arah mata angin. Orang Betawi tidak mengenal ketentuan seperti kedua etnis tadi. Yang menjadi patokan buat mereka hanyalah fungsi dari orientasi bangunan itu sendiri. Orientasi bangunan ditentukan, misal, dengan alasan kemudahan mencapai jalan atau sekedar menyesuaikannya dengan kebutuhan.{{Sfn|Swadarma|(2014)|p=33 : “Pola tapak rumah Betawi sangat terbuka, dalam artian masyarakat Betawi tidak mengenal ilmu feng shui dalam mendirikan rumah ..."}}{{Sfn|Moechtar, dkk|(2012)|p=141 : “Rumah tradisional Betawi dapat dikatakan tidak memiliki arah mata angin maupun orientasi tertentu dalam peletakannya ..."}}{{Sfn|Ruchiat, dkk|(2003)|p=109 : “Tata letak rumah orang Betawi tidak berorientasi terhadap arah mata angin, mereka lebih mengutamakan alasan-alasan praktis ..."}} Hunian Betawi Pesisir juga tidak mengikuti arah mata angin atau orientasi tertentu. Umumnya rumah panggung Betawi Pesisir menghadap ke darat dan membelakangi muara sungai.{{Sfn|Salim|(2015)|p=398 : “Di daerah pesisir kelompok-kelompok rumah umumnya menghadap ke darat dan membelakangi muara sungai namun tidak tampak perencanaan tertentu atau keseragaman dalam mengikuti arah mata angin atau orientasi tertentu ..."}} Pola pemukiman penduduk wilayah pesisir di [[Marunda, Cilincing, Jakarta Utara|Marunda]] berlaku seperti itu, tujuannya untuk mempermudah transportasi laut. Bagian belakang rumahnya ditempatkan dapur tidak jauh dari aliran sungai. Hal ini agar kegiatan masak yang membutuhkan air bisa berjalan efisien{{Sfn|Mutholib, dkk|(1986/1987)|p=8: “Pola pemukiman Marunda pada umumnya terkonsentrasi dimuara sungai atau ditepian aliran sungai hal ini dilakukan untuk mempermudah transportasi laut. Penempatan denah rumah tegak lurus dengan alur sungai atau dengan kata lain membelakangi sungai ..."}}. Begitupun dengan masyarakat Betawi Pinggir (masyarakat Melayu Betawi di [[Kota Bekasi|Bekasi]]). Bagian depan rumah dan pintu dibuat menghadap ke sungai dengan tujuan serupa dengan masyarakat Betawi Pesisir. Tujuannya hampir mirip dengan komunitas Betawi Pesisir{{Sfn|Nur|(2016)|p=18 : “Masyarakat Melayu Betawi (Bekasi) pada awalnya adalah masyarakat sungai. Mereka tinggal secara berkelompok sepanjang sungai-sungai di kawasan tertentu. Pintu depan rumah menghadap ke sungai ..."}}
Baris 185:
*{{Cite book|title=Arsltektur Tradisional Daerah Sumatera Utara|last=Napitupulu|first=S.P.|publisher=Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI|year=1997|isbn=|location=Jakarta|page=|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7603/1/ARSITEKTUR%20TRADISIONAL%20DAERAH%20SUMATERA%20UTARA.pdf|last2=Manurung|first2=Jintar|last3=Ginting|first3=Mardyan|last4=Badirin|first4=Muh.|last5=Sitomorang|first5=0.|last6=Sirait|first6=H.|last7=Silalahi|first7=T.}}
*{{Cite book|title=Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi|last=Majid|first=M. Dien|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional|year=1995|isbn=|location=Jakarta|page=92-78|ref={{sfnRef|Majid(1995)}}|editor-first=R.Z.|editor-last=Leirissa}}
*{{Cite book|title=Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66|last=Saelan|first=Maulwi|publisher=Visimedia|year=2008|isbn=|location=Jakarta|page=|ref={{sfnRef|Saelan(2008)}}}}
==== Jurnal Ilmiah ====
|