Jalur ABG: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Ibukota → Ibu kota |
k namun (di tengah kalimat) → tetapi |
||
Baris 12:
Peran militer dalam politik Indonesia semakin kuat ketika [[Abdul Haris Nasution|Jenderal Abdul Haris Nasution]] memperkenalkan konsepsinya tentang [[Dwifungsi ABRI]] atau yang saat itu dikenal sebagai konsepsi "[[Jalan Tengah]]" pada 1958. Konsep "Jalan Tengah" sendiri sebenarnya dibentuk oleh Nasution untuk mengupayakan pembatasan peran dan keterlibatan militer dalam politik, terutama dalam hal pengambilalihan kekuasaan pemerintah dari tangan sipil. Namun, menurut Nasution, militer juga tidak boleh "buta" sama sekali dengan politik, bagi Nasution militer harus sadar dan mengerti politik dan tata negara.<ref>Haniah Hanafie dan Suryani, ''Politik Indonesia'', (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011) hal. 77 - 78</ref>
Seiring berjalannya sejarah, konsep "Jalan Tengah" gagasan Nasution tidak terdengar lagi pada [[Seminar Angkatan Darat]] Pertama pada April 1965,
[[Berkas:Ali Moertopo.jpg|jmpl|Ali Moertopo]]
Konsep [[Dwifungsi ABRI]] itu kemudian semakin dipertegas dalam [[Seminar Angaktan Darat]] Kedua pada Agustus 1966. Penegasan itu terlihat pada keinginan militer untuk terlibat dalam berbagai hal dalam politik, meskipun hal itu tidak menyangkut urusan militer. Penegasan konsep Dwifungsi ABRI itu kemudian semakin jelas dimasa [[Orde Baru]], yaitu ketika juru bicara [[Orde Baru]], [[Ali Moertopo]] mengatakan bahwa:<blockquote>"Pernyataan-pernyataan para pemeimpin ABRI telah menegaskan bahwa Dwifungsi ABRI akan dipertahankan, dan ini diakui oleh Undang-Undang Konsep ABRI dalam kaitannya dengan Ideologi Negara telah dilembagakan, dan ABRI tidak ingin menjadi alat negara yang memiliki ideologi berbeda. Oleh karena itu, hak konstitusional ABRI untuk melibatkan diri di dalam perjuangan politik tidak akan ditinggalkan oleh ABRI".<ref name=":0" /></blockquote>Selain itu, pernyataan dukunganterhadap konsep Dwifungsi ABRI juga dilontarkan oleh pemimpin tertinggi, [[Presiden Soeharto]]. Presiden Soeharto mengatakan dalam pidatonya pada 1971 - menjelang pemilihan umum pertama pada masa [[demokrasi Pancasila]] - sebagai berikut:
|