Syafruddin Prawiranegara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Zaini Suherly (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 34:
 
Dua kali menjadi menteri keuangan, satu kali menteri kemakmuran, dan satu kali wakil perdana menteri, Syafrudin Prawira Negara akhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar.
Juni 1985, ia diperiksa lagi sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idulfitri 1404 H. di masjid Al-A'raf, [[Tanjung Priok]], Jakarta.
''" Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah,"'' ujar ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI) itu tentang aktivitasnya sekarang.
Namanya, yang juga acap ditulis dengan ''''''Sjafruddin Prawiranegara''''', sangat populer pada 1950-an. Maret 1950, misalnya selaku menteri keuangan dalam Kabinet [[Hatta]], ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan ''[[Gunting Syafruddin]]''.Namun, Syafruddin juga yang membentuk pemerintahan darurat RI, ketika Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Mohammad Hatta]] ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke [[Pulau Bangka]], 1948. ''Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Akhirnya, Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta,'' tuturnya.
Di masa kecilnya akrab dengan panggilan ''Kuding'', dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuran [[Banten]] dan [[Minang]]. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan [[Raja Pagaruyung]] di [[Sumatera Barat]], yang dibuang ke Banten karena terlibat [[Perang Padri]]. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun