Hamparan Perak, Deli Serdang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k namun (di tengah kalimat) → tetapi |
k Perubahan kosmetik tanda baca |
||
Baris 50:
Kita tidak mendapatkan data memadai tentang Hamparan Perak dari sumber-sumber Tiongkok ataupun Eropa. Dalam hal ini, satu-satunya dokumen yang dapat kita andalkan adalah Naskah Tua Riwayat Hamparan Perak. Buku yang menceritakan silsilah datuk-datuk Hamparan Perak ini terbuat dari kulit alim (kulit kayu) dan ditulis dalam bahasa dan aksara Karo. Menurut sumber Sepuluh Dua Kuta, teks naskah ini disalin ke dalam bahasa Melayu (tulisan arab melayu) pada tahun 1274 H (kira-kira tahun 1857 M). Kemudian disalin lagi dan diteruskan riwayatnya ke dalam bahasa Melayu beraksara Latin pada 29 Desember 1916. Naskah aslinya musnah akibat revolusi sosial pada 04 Maret 1946, tetapi Panitia Hari Jadi Kota Medan memiliki salinannya dalam bahasa Melayu. Patut dibanggakan, naskah tua ini menjadi salah satu alat bukti pendukung dalam menemukan Hari Jadi Kota Medan yang disepakati Tim Panitia Hari Jadi Kota Medan jatuh pada tanggal 01 Juli 1590 menggeser hari jadi Gementee Medan pada 01 April 1909.
Menurut teks tua tersebut, Datuk-datuk Hamparan Perak merupakan keturunan langsung dari Sisinga Manga Raja yang bertahta di Bakkara. Ceritanya dapat diuraikan sbb
Si Singamangaraja (diperkirakan sbg Ayah dari SM Raja I) adalah raja yang berkuasa di Bakkara. Beliau menikahi Pawang Najeli yang merupakan putri Jalipa, seorang tokoh besar. Dari perkawinannya tersebut SM Raja memperoleh dua orang anak. Yang Pertama bernama Tuan Menjolong dan anak kedua diberi nama Tuan Si Raja Hita.
Baris 98:
Karena Pangkalan Buluh tenggelam Datuk memindahkan istananya ke Sei Lama. Namun tak berapa lama tempat itu pun tenggelam pula. Pindahlah Datuk Setia Raja membuat kampung di tempat lain. Konon pada saat membuka perkampungan tsb, Datuk Setia Raja menemukan selembar perak yang terhampar di situ. Itulah sebabnya kenapa tempat ini disebut sebagai Hamparan Perak.
Dari cerita di atas dapat kita simpulkan bahwa Datuk Setia Raja adalah pendiri kampung Hamparan Perak. Beliau meninggal dalam usia 119 tahun. Beliaulah datuk pertama yang menetap di Hamparan Perak. Kemudian secara beruntun diteruskan oleh Datuk Adil, Datuk Gombak, Datuk Hafiz Haberham, Datuk Syariful Asas Haberham dan sekarang Datuk Adil Freddy Haberham. Secara berurut Silsilah Datuk-datuk / Wazir Urung XII Kota dapat dilihat sbb
# Si Singamangaraja
# Tuan Si Raja Hita
Baris 113:
# Datuk Syariful Asas Haberham
# Datuk Adil Freddy Haberham
Sampai saat ini Sepuluh Dua Kuta masih eksis dan dijabat oleh Datuk Adil Freddy Haberham, meski kekuasaannya hanya dalam lingkup adat resam melayu saja yang bersama tiga datuk lainnya berhak mengangkat Sultan Deli. Sementara sebelas kuta yang lain tidak dapat kita ketahui perkembangannya kecuali sedikit. Bagi yang berminat silakan menelusuri kuta-kuta peninggalan Patimpus di bawah ini
# Benara
# Kuluhu
Baris 133:
Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai [[Gocah Pahlawan]] dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula yang menyebutnya Laksamana Kuda Bintan atau Cut Bintan), dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil di bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut. Untuk memperkuat posisinya di daerah tersebut, Gocah Pahlawan menikahi adik Raja Urung Sunggal (Datuk Itam Surbakti) yang bernama Puteri Nang Baluan Beru Surbakti, sekitar tahun 1632.
Datuk Sunggal merupakan salah satu dari empat kepala suku turunan Karo Islam. Sebagaimana kita ketahui, di pesisir timur ada empat kesukuan besar hasil dari migrasi penduduk Karo sbb
# Suka Piring, merga Bukit Sinuaji, Samura, Sikemit, Sembiring.
# Sepuluh Dua Kuta, merga Purba, Ketaren, Guru Singa, Sinubulan, Ginting, Sembiring.
# Senembah, merga Barus (mayoritas) dan beberapa merga lain dalam jumlah kecil.
# Serbanyaman, merga Sinulingga, Surbakti, Gaja.
Seluruh kaum ini menghilangkan marganya setelah masuk Islam dan bersatu dalam 4 suku sesuai daerah tempat tinggalnya, yakni
# Suku Suka Piring.
# Suku Hamparan Perak.
|