Tasuku Honjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
perbaikan terjemahan yang tepat
menambahkan konten
Baris 17:
}}
 
{{Nihongo|'''Tasuku Honjo'''|本庶 佑|Honjo Tasuku|extra=born Januarylahir 27, Januari 1942}}<ref name="NobelFacts">{{cite web |date=1 October 2018 |title=Tasuku Honjo – Facts – 2018 |url=https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2018/honjo/facts/ |work=NobelPrize.org |publisher=Nobel Media AB |accessdate=5 October 2018}}</ref> is a adalah seorang ahli [[imunologi]] [[Jepang]] dan pemenang Hadiah Nobel yang terkenal karena risetnya dalam mengidentifikasi [[protein kematian sel terprogram]] (PD-1).<ref>{{cite journal
| last=Ishida
| first=Y.
Baris 53:
|pmid=20338911}}</ref>
, serta penemuan proses [[Sitamin deaminasi yang diinduksi aktivasi|AID]] yang sang memengaruhi proses [[pengalihan kelas antibodi]] dan [[hipermutasi somatik]].<ref name="koch">{{cite web|url=http://www.robert-koch-stiftung.de/index.php?article_id=90&clang=1|title=Robert Koch Stiftung - Christine Goffinet|website=www.robert-koch-stiftung.de}}</ref>
 
 
Tasuku Honjo bersama James P. Allison<ref>{{Cite web|url=https://www.britannica.com/biography/James-P-Allison|title=James P. Allison {{!}} Biography & Immune Checkpoint Therapy|website=Encyclopedia Britannica|language=en|access-date=2019-11-22}}</ref> melakukan penemuan terapi kanker dengan menghambat kekebalan negatif. Menurut The New York Times<ref>{{Cite news|title=2018 Nobel Prize in Medicine Awarded to 2 Cancer Immunotherapy Researchers|url=https://www.nytimes.com/2018/10/01/health/nobel-prize-medicine.html|newspaper=The New York Times|date=2018-10-01|access-date=2019-11-22|issn=0362-4331|language=en-US|first=Denise|last=Grady}}</ref>, penemuan mereka ini telah menghadirkan jenis obat yang benar-benar baru dan memberikan keringanan permanen untuk pasien yang kehabisan pilihan.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/uang-nobel-untuk-james-allison-tasuku-honjo-imunoterapi-kanker-c4Vd|title=Uang Nobel untuk James Allison & Tasuku Honjo: Imunoterapi Kanker|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-11-22}}</ref> Terapi kanker yang ditemukan keduanya, menarget protein yang dihasilkan oleh beberapa sel-sel sistem kekebalan tubuh dan juga beberapa sel kanker. Protein-protein tersebut dapat menghentikan pertahanan alami tubuh dalam membunuh sel kanker. Terapi ini juga dirancang untuk menghilangkan "jeda" protein agar membuat sistem kekebalan tubuh lebih cepat bekerja melawan kanker. Atas temuan mereka yang brilian, keduanya mendapat hadial sembilan juta kronor atau sekitar Rp 15 miliar.<ref>{{Cite web|url=https://sains.kompas.com/read/2018/10/02/075807423/terobosan-terapi-kanker-2-imunolog-sabet-penghargaan-nobel-kedokteran|title=Terobosan Terapi Kanker, 2 Imunolog Sabet Penghargaan Nobel Kedokteran|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-11-22}}</ref>
 
== Penghargaan ==