Ki Ageng Suryomentaram: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Perubahan kosmetik tanda baca
Adrozen (bicara | kontrib)
Ajaran: Menambahkan detil ajaran dasar Ki Ageng Suryomentaram tentang keabadian rasa senang dan susah. Menambahkan pula deskripsi tentang pengertian bahagian, cara mencapainya dan faktor-faktor yang membuat orang menjadi tidak bahagian menurut ajaran Ki Ageng Suryomentaram.
Baris 10:
== Ajaran ==
Pemahaman Ki Ageng Suryomentaram tentang manusia seluruhnya bertitik tolak dari pengamatannya terhadap dirinya sendiri.<ref name=adimas /> Ia menggunakan metode [[empiris]] yang didasarkan pada percobaan-percobaan yang dilakukannya pada dirinya sendiri.<ref name=adimas /> Dengan cara merasakan, menggagas dan menginginkan sesuatu, menandai adanya gerak kehidupan di dalam batin manusia.<ref name=adimas /> Ki Ageng Suryomentaram mencoba membuka rahasia kejiwaan manusia yang dilihatnya sebagai sumber yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.<ref name=adimas /> Dari analisisnya, dihasilkan suatu citra manusia yang lebih menunjukkan seperti apa manusia daripada siapa manusia itu tanpa lepas dari dunia yang melingkupinya.<ref name=adimas /> Manusia selalu bergaul dengan dunia di sekitarnya dan selalu terkait dengan dunianya.<ref name=adimas /> Ki Ageng juga menunjukkan dasar bagi perilaku manusia dalam dunianya, sehingga antara dirinya dengan dunia yang melingkupinya bisa tercipta keselarasan.<ref name=adimas />
 
Kemudian Ki Ageng menyelidiki dan mengobservasi apa yang dirasakan orang lain. Hingga pada akhirnya ia menemukan bahwa rasa orang di seluruh dunia ini sama, yaitu sama-sama membutuhkan kelestarian raga dan kelestarian jenis, ''lestantuning'' jenis. Ternyata bahwa rasa hidup manusia sedunia ini sama. Yang sama ialah rasa senang-susahnya, baik berat atau ringannya, bahkan lama atau sebentarnya masa berlangsung susah-senangnya. Yang berbeda adalah apa yang disenangi atau disusahi. Meskipun semat, drajat, dan kramat yang telah berhasil di kumpulkan itu berbeda-beda, akan tetapi rasa hidupnya sama. Di sinilah ''raos langgeng bungah-susah'' muncul. <ref>{{Cite web|url=https://langgar.co/ki-ageng-suryomentaram-bagian-ii/|title=Ki Ageng Suryomentaram: Pangeran dan Filsuf dari Jawa (1892–1962) Bagian II|date=2018-11-18|website=Langgar.co|language=en-US|access-date=2019-12-03}}</ref>
 
'''Apa itu Bahagia?'''
 
Bahagia menurut Ki Ageng Suryomentaram adalah hidup sewajarnya. Yaitu hidup secara tidak berlebih-lebihan dan juga tidak berkekurangan. Dan hidup sewajarnya itu oleh Ki Ageng dirumuskan dalam NEMSA (6-SA): ''sakepenake, sabutuhe, saperlune, sacukupe, samesthine, sabenere''. Untuk sampai pada itu semua, maka Ki Ageng menawarkan rumusan kawruh jiwa, metode meruhi ''pribadinipun piyambak'', metode untuk mengetahui diri sendiri. Jika kita sebagai manusia mengetahui diri sendiri, memahami dirinya sendiri secara jujur, maka kita akan mengerti orang lain, dan akan paham lingkungannya. Jika sudah demikian, kita akan menjadi orang yang bahagia. Untuk menjadi bahagia, Manusia tahu takarannya, yaitu 6 SA.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/ki-ageng-suryomentaram-anak-raja-yang-memilih-jadi-rakyat-jelata-cF81|title=Ki Ageng Suryomentaram: Anak Raja yang Memilih Jadi Rakyat Jelata|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-12-03}}</ref>
 
Sumber ketidakbahagiaan menurut Ki Ageng Suryomentaram adalah keinginan. Wujud keinginan itu ada ''semat, drajat'' dan ''kramat''. ''Semat'' itu kekayaan, kesenangan, kecantikan, kegantengan, biasanya sifatnya fisik. Sementara ''drajat'', bisa berupa keluhuran, kemuliaan, keutamaan, status sosial. Dan ''kramat'' adalah kekuasaan, kedudukan, pangkat. Keinginan kita wujudnya ketiganya. Ada orang yang terpesona oleh semat, yang terpesona, oleh ''drajat'', atau ''kramat'' bisa jadi juga ketiganya.<ref>{{Cite web|url=https://langgar.co/ki-ageng-suryomentaram-bagian-ii/|title=Ki Ageng Suryomentaram: Pangeran dan Filsuf dari Jawa (1892–1962) Bagian II|date=2018-11-18|website=Langgar.co|language=en-US|access-date=2019-12-03}}</ref>
 
Apa tidak boleh? Boleh. Asal jangan mati-matian, kata Ki Ageng. Maka perlu diperhatikan adalah ''kawruh'' berikutnya adalah ''Mulur lan mungkret''. Jika kita memahami sifat karep itu ''mulur'' dan ''mungkret'', maka bahagia dan susah itu juga ''mulur'' dan ''mungkret''. Konsekuensinya apa? Senang atau susah itu sifatnya sementara. Keinginan tercapai kita seneng, lalu akan berganti keinginan berikutnya, dan kita berjibaku untuk memenuhi keinginan tersebut, Jika tidak tercapai kita susah lalu keinginan akan ''mungkret''. Dan seterusnya. Maka susah itu sementara, senang itu juga bersifat sementara. Yang abadi adalah keduanya.
 
'''Neraka Dunia'''
 
Dengan bekal memahami ''mulur-mungkret'' dan senang-susah, kita bisa terhindar dari neraka dunia.
 
Nerakanya dunia yang pertama adalah ''Meri'' (iri) ''lan pambegan'' (sombong). Iri adalah tanda level kita lebih rendah dibandingkan dengan orang yang kita irikan. Begitu kita merasa ''meri'', tiap hari akan seperti neraka, tiap hari kita akan memikirkan bagaimana bisa menyamai ''semat'', ''drajat'', dan ''kramat'' kita bisa naik dan menandingi orang yang kita irikan.
 
Neraka dunia kedua adalah ''pambegan'', sombong (merasa tinggi). Merasa menang terhadap orang lain. Orang yang sombong juga neraka bagi dirinya sendiri. Merasa lebih baik, merasa lebih utama, dibandingkan dengan orang lain.
 
Ketiga, Rasa ''Getun'' (kecewa). Takut akan pengalaman yang sudah dialami. Orang yang selalu meratapi masa lalu tidak akan bahagia. “Coba kemarin saya begini, tidak akan seperti ini sekarang.” “Coba kemarin saya begitu, sekarang tidak akan seperti ini” dan seterusnya. Menyesali masa lalu secara terus menerus (''getun keduwung'') tidak akan membuat kita bahagia.
 
Keempat, ''Sumelang'' (khawatir). Takut akan pengalaman yang akan dialami. Mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi di masa yang akan datang juga menyebabkan kita berada dalam kesusahan bahkan sebelum sesuatu itu terjadi. Ini yang dimaksud ''magang cilaka''. Peristiwanya belum terjadi tapi sudah merasa susah. Kalau keempat itu ada di diri kita, kita akan hidup seperti di nerakanya dunia, kata Ki Ageng. Ini rumus negatifnya. Kempat inilah yang menyebabkan ''raos tatu'' dan ''raos cilaka''. Merasa terluka dan merasa celaka yang berkelanjutan. <ref>{{Cite web|url=https://langgar.co/ki-ageng-suryomentaram-pangeran-dan-filsuf-dari-jawa-1892-1962-bagian-iii/|title=Ki Ageng Suryomentaram: Pangeran dan Filsuf dari Jawa (1892-1962) Bagian III|date=2018-11-26|website=Langgar.co|language=en-US|access-date=2019-12-03}}</ref>
 
Maka nikmati saja saat ini. Masa depan mungkin akan mengkhawatirkan, tapi akan ada senang dan susahnya.
 
== Referensi ==