Depresi pasca-skizofrenia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 12:
Tidak ada sebab yang jelas tentang bagaimana pasien dengan skizofrenia mengembangkan depresi pasca-skizofrenia sementara yang lainnya melewati tahapan ini. Akan tetapi, ada beberapa teori tentang sebab-sebab yang mungkin. Mereka yang mengalami depresi pasca-skizofrenia seringkali mengalami isolasi sosial karena penyakit mereka, yang justru menambah kadar depresi mereka.<ref name=":3">“Attitudes of mental health professionals toward people with schizophrenia and major depression”. ''Schizophrenia Bulletin''.</ref> Ada bukti yang kuat tentang isolasi yang terkait stigma bagi yang mengalami penyakit kejiwaan dalam masyarakat yang berlainan, terutama mereka yang mengalami skizofrenia dipandang sebagai berbahaya dan [perilakunya] tidak dapat diprediksi.<ref name=":3" />
 
Karena penelitian yang mengaitkan antara isolasi sosial dan depresi ini, menjadi terbuka kemungkinan bagi pasien yang berada di bawah tekanan stigma akhirnya mengembangkan depresi pasca-skizofrenia.<ref>“Stigmatisation of people with mental illnesses”. ''The British Journal of Psychiatry.'' July 2000.</ref> Depresi pada pasien dengan skizofrenia bisa disebabkan oleh penyalahgunaan zat, yang cukup umum di antara orang yang mengalami skizofrenia, yang dipakai karena penekan sistem saraf pusat (''depressant'') seperti alkohol dan ganja dapat merilekskan sang pasien.<ref>“Substance abuse in first-episode schizophrenic patients: A retrospective study”. ''Clinical Practice and Epidemiology in Mental Health''.</ref> Lebih jauh lagi, dengan sedikit informasi yang kini diketahui tentang depresi pasca-skizofrenia, awal (''onset'') [skizofrenia] mungkin disebabkan karena pasien dengan skizofrenia tersebut tidak diberikan antipsikotik.<ref>“Outpatient maintenance of chronic schizophrenic patients with longterm fluphenazine: double-blind placebo trial”. ''British Medical Journal''.</ref> Setelah mulai diberikan antipsikotik, dosis antidepresan untuk pasien dengan skizofrenia harus mulai ditingkatkan, ketika mereka yang berada di bawah pengobatan antipsikotik dilaporkan mengalami lebih sedikit gejala-gejala depresi, maka hal itu memberikan argumen untuk percaya bahwa kurangnya penggunaan antipsikotik pada tahap awal skizofrenia dapat mengakibatkan orang tersebut untuk mengalami depresi pasca-skizofrenia.<ref>“Dysphoric and depressive symptoms in chronic schizophrenia”. ''Schizophrenic Research''. 1989.</ref>
 
Akan tetapi, beberapa profesional dalam bidang psikologi masih memaksakan pengurangan penggunaan antipsikotik, sejalan dengan kepercayaan populer bahwa depresi pasca-skizofrenia disebabkan oleh penggunaan antipsikotik. Terapis juga diyakini untuk [turut] terlibat dalam [penanganan] depresi pada orang dengan skizofrenia, dengan banyak memberikan terapi wicara setelah sang pasien mengatasi gejala-gejala skizofrenianya.<ref name=":1" /> Skizofrenia itu sendiri hendaknya jangan dilihat sebagai bukan penyebab depresi pasca-skizofrenia ini. Penelitian yang dilakukan selama dua tahun yang mengamati pasien dengan skizofrenia serta memantau depresi mereka gagal untuk menemukan penyebab potensial seperti yang telah disebut di atas, maka kemungkinan merupakan karakter (''nature'') dari skizofrenia itu sendirilah yang menjadi sebab utamanya.<ref name=":4">Johnson, D. (1981). “Studies of depressive symptoms in schizophrenia”(PDF). ''British Journal of Psychiatry''.</ref>
Baris 22:
 
== '''<big>Pengobatan</big>''' ==
Selama bertahun-tahun, para ahli berdebat apakah antipsikotik punya kecenderungan atau tidak untuk meningkatkan depresi atau sebaliknya: membantu pasien mengelola penyakit kejiwaan mereka. Akan tetapi, bukti mengarahkan pada kesimpulan bahwa antipsikotik nyata-nyata membantu pasien untuk mengatasi depresinya bersamaan dengan manfaatnya untuk menekan episode skizofrenianya.<ref name=":4" /> Secara spesifik risperidon, olanzapin, quetiapin, flufenazin, haloperidol, dan L-sulpiride telah terbukti merupakan obat terbaik berdasarkan uji klinis dalam kaitannya dengan gangguan skizofrenia.<ref name=":5" />
 
Bersama dengan pemberian antipsikotik pasien mungkin saja diiringi dengan pemberian antidepresan untuk secara aktif mengobati depresinya.<ref name=":2" /> Obat-obatan tentu saja bukan jawaban satu-satunya. Pada dasarnya, baik pada depresi maupun skizofrenia, penarikan diri dari pergaulan sosial adalah sama-sama gejala dari kedua penyakit tersebut. Orang dengan skizofrenia membutuhkan sistem dukungan yang kuat untuk tetap sehat, sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Kesempatan untuk menjadi anggota masyarakat yang setara adalah cara lain untuk mengenyahkan depresi pada pasien dengan skizofrenia, maka bantulah mereka untuk menciptakan ikatan sosial dan membuat perasaan telah berhasil mencapai sesuatu.<ref name=":0" />