Sarekat Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 9:
Anggaran Dasar SDI, sebagaimana tercatat dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, bertujuan untuk berikhtiar meingkatkan persaudaraan di antara anggota dan tolong menolong di kalangan kaum Muslimin, berusaha meningkatkan derajat kemakmuran dan kebebasan negeri. Pusat perhatian organisasi ini adalah menyelamatkan ekonomi pribumi dari dominasi pedagang-pedagang China. Organisasi ini meluas sampai ke lapisan masyarakat bawah. Alasan masuknya kaum bawah ke SDI adalah agar mereka dapat mendapatkan harga murah di pasaran ataut dapat memuat barangnya ke pasar karena orang-orang non anggota SI sering ditolak masuk menggunakan kereta api yang disewa oleh SDI. Oleh karena anggotanya membangkak dan dianggap mengancam kekuasaan koloni, kemudian oleh pemerintah [[Hindia Belanda]] menganggapnya sebagai organisasi yang mengancam stabilitas sehingga dibekukan pada Agustus 1912.
 
Pada akhir Agustus 1912 pembekuan SDI dicabut karena tidak cukupnya bukti. Setelah itu dilakukan perubahan pada tubuh SDI sebagai aset umat dalam rangka menyikapi perkembangan yang terjadi di tanah air. Perkembangan tersebut tak jauh dari munculnya pemikiran-pemikiran baru seperti [[Sosialisme]], [[Pan Islamisme]] dan [[Komunisme]] yang hadir baik dari Mahasiswa yang baru datang dari [[Belanda]] atau jebolan pesantren di [[Mekkah]], [[Arab Saudi]]. Penyebar ideologi "impor" tersebut juga berasal dari kaum [[Eropa]] sendiri yang datang ke [[Hindia Belanda]]. Muncullnya pemimpin baru, Haji Oemar Said Tjokroaminoto membuat SDI berubah menjadi SI atau Serikat Indonesia.Hal ini menjadikan SI sebagai salah satu organisasi yang bisa masuk ke kancah politik di [[Hindia Belanda]]. Tercatat H Samanhudi sebagai ketua dan HOS Tjokroaminoto sebagai komisaris. Anggaran Dasar disahkan dengan akta notaris di Surabaya pada 10 September 1912. Sayang sekali, para pemimpin ini terkadang masih menggunakan gaya-gaya feodal seperti yang di ceritakan oleh [[Pramoedya Ananta Toer]].
 
Sejak berdirinya, tercatat sejumlah advokasi yang dilakukan oleh SI. Organisasi ini kemudian menjadi salah satu tolak ukur kekuatan pergerakan di Indonesia. Pemerintah yang tak ingin direpotkan membuat cabang SI yang muncul bagai jamur memiliki kekuatan otonomi sehingga pusat SI tidak bisa mengintimidasi cabang guna melakukan protes secara nasional.