Iskak Tjokroadisurjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Menambahkan referensi penting
Baris 88:
Pada 14 April 1958, [[Kejaksaan Agung Republik Indonesia|Kejaksaan Agung]] memeriksa Iskaq dan menemukan bukti yang cukup untuk mengajukannya ke pengadilan yakni terkait kepemilikan [[devisa]] di luar negeri berupa uang, tiket pesawat terbang dan kereta, serta mobil tanpa seizin Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negeri (LAAPLN). Iskaq menjawab semua tuduhan itu dengan menjelaskan satu per satu.<ref name=":2">{{Cite web|url=http://historia.id/modern/mobil-mercy-mantan-menteri-ekonomi-disita|title=Mobil Mercy Mantan Menteri Ekonomi Disita|website=historia.id|language=id|access-date=2017-12-01}}</ref>
 
Pada 1953, sebelum menjadi [[Daftar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia|Menteri Perekonomian]], dia menangani klien di [[Kota Makassar|Makassar]] mengenai perkara [[Asuransi|klaim asuransi jiwa]] sebesar fl.100.000 yang dibayarkan di Belanda dan ia berhasil dan mendapatkan honor 10 persen atau fl.10.000.<ref name=":2" /> Pada akhir masa jabatannya sebagai Menteri Perekonomian, pada pertengahan tahun 1954, Iskaq mendapat tugas untuk berunding soal pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan [[Belanda]]. Di sana, sahabatnya, Mr. Muchjidin Afandi (salah satu Anggota [[Konstituante]] dari [[Partai Nasional Indonesia|PNI]], saat itu menjabat sebagai Penasehat Menteri Perekonomian (sekarang [[Daftar Menteri Perdagangan Indonesia|Menteri Perdagangan]]) yaitu dirinya sendiri <ref>https://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/9686/Keppres1981953.htm</ref>), meminjamkannyameminjamkan uang fl.7.200 untuk mencukupi pembelian [[Mercedes Benz 300]] seharga fl.17.200. Merujuk keputusan Dewan Moneter tanggal 26 Juli 1954, Iskaq menganggap mobil itu sebagai devisa bebas yang tak perlu izin LAAPLN dan bukan sebagai devisa negara.<ref name=":2" />
 
Iskaq menguatkan argumennya dengan keputusan rapat ke-81 [[Kabinet Ali Sastroamidjojo I]] tanggal 4 November 1954 bahwa [[Daftar Menteri Keuangan Indonesia|Menteri Keuangan]] mengeluarkan instruksi umum untuk membebaskan [[Presiden Indonesia|presiden]], [[Wakil Presiden Indonesia|wakil presiden]], dan para menteri dari pembayaran Tambahan Pembayaran Impor (TPI) dalam pembelian sebuah mobil di luar negeri yang dibawa ke Indonesia. Jika dijual, mobil tersebut baru dikenakan TPI. Kemudian, Ia juga mengajukan pengalaman [[Daftar Menteri Agama Indonesia|Menteri Agama]] (saat itu dijabat [[Masjkur|KH. Masjkur]]) yang bisa memasukkan mobilnya ke Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Dewan Moneter No. 5/I tanggal 5 Februari 1955. Sebulan setelah membeli mobil itu, Iskaq memberitahukan [[Daftar Jaksa Agung Indonesia|jaksa agung]] dalam suatu pembicaraan. Selain itu, kepemilikan devisa di luar negeri yang kemudian dibelikan mobil telah diketahui oleh Inspeksi Keuangan dan dilaporkan ke ketua Dewan Moneter.<ref name=":2" />
 
Sementara itu, mengenai uang dari Lim Kay, utusan Dewan Pimpinan Pusat [[Partai Nasional Indonesia|PNI]], sejumlah M$3.363 atau US$1.008 untuk pembelian tiket pesawat [[Singapura]]-[[Jerman Barat]] pada 1954 dan menerima uang sebanyak fl.5.000 dari Seylhouwer di [[Jerman Barat]] untuk tiket kereta api dari Jerman Barat ke [[Paris|Paris, Prancis]], Iskaq menganggap tuduhan itu aneh dan salah alamat karena kejadian tersebut terjadi pada tahun 1955 ketika dia tak lagi menjabat menteri tetapi saat itu Iskaq hendak ditangkap terkait kebijakannya selama menjadi menteri yang menguntungkan PNI. Menerima sumbangan tak bisa dianggap sebagai penyalahgunaan dan sama sekali tak merugikan pemerintah sehingga tak perlu izin LAAPLN.<ref name=":2" />
[[Berkas:Mercedes Benz 300 Limousine rear 20110611.jpg|jmpl|Contoh Mercedes Benz 300 Tipe W186 yang menjadi barang bukti kasus korupsi Iskak Tjokroadisurjo.]]
Setelah mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum Mr. Baharsan dan pembelaan Iskaq, pada 4 Januari 1960 Hakim Pengadilan Ekonomi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]] M. Soebagio memutuskan menolak eksepsi Iskaq dan menjatuhkan vonis hukuman penjara sembilan bulan dan denda Rp 200.000 dan tambahan hukuman kurungan lima bulan jika denda tak dibayar. Terdakwa juga menanggung biaya perkara. Barang bukti berupa mobil Mercedes Benz 300 disita untuk negara. Iskaq naik banding ke [[Pengadilan Tinggi Jakarta]]. Dia berharap pengadilan membebaskannya dari segala tuduhan dan mengembalikan mobil Mercedes Benz 300. [[Banding]]nya ditolak. Tak patah arang, Iskaq meminta grasi kepada presiden. Presiden mengabulkan karena [[Soekarno]] beralasan bagaimanapun mengenal Iskaq sebagai sesama pendiri PNI pada 1927 di [[Kota Bandung|Bandung]]. Berkat grasi tersebut, Iskaq tak harus menjalani hukuman tetapi ia tak bisa mendapatkan kembali mobilnya, Mercedes Benz 300.<ref name=":2" />
 
Terkait kasus yang ia hadapi ini, ia sempat membuat buku yang terbit di tahun 1960-an dengan judul "Rasa Keadilan Berbitjara Pembelaan Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo".<ref>{{Cite book|title=Rasa keadilan berbitjara|url=https://books.google.co.id/books/about/Rasa_keadilan_berbitjara.html?id=TDCxNdXTl28C&redir_esc=y|publisher=Department Pen/Prop. DP.P.N.I.|date=1960*|language=id}}</ref>