Hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 36.84.243.7) dan mengembalikan revisi 15388369 oleh Bagas Chrisara: Salah penempatan titik |
typo |
||
Baris 265:
== Implementasi di tingkat nasional ==
[[Berkas:Canadian Museum for Human Rights, The Forks, Winnipeg (500013) (12024148485).jpg|jmpl|ka|250px|[[Museum Hak Asasi Manusia Kanada]] di kota [[Winnipeg]].]]
Standar hak asasi manusia yang ditetapkan di tingkat internasional pada akhirnya perlu diimplementasikan melalui sistem hukum di tingkat nasional.{{sfn|Ando|2013|p=698}} Suatu negara dapat menerima perjanjian HAM internasional dengan cara ratifikasi, aksesi, atau suksesi. Ratifikasi merupakan tindakan yang secara resmi menyatakan persetujuan untuk terikat dengan suatu perjanjian internasional. Ratifikasi biasanya didahului oleh penandatanganan perjanjian oleh perwakilan negara, dan ratifikasi hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam [[hukum tata negara]].{{sfn|Ando|2013|p=699}} Sebagai contoh, [[Konstitusi Amerika Serikat]] mengatur bahwa suatu perjanjian baru dapat diratifikasi oleh [[presiden Amerika Serikat|Presiden]] setelah disetujui oleh dua pertiga suara di [[Senat Amerika Serikat|Senat]].{{sfn|Ando|2013|p=699-700}} Sementara itu, aksesi adalah pernyataan kesediaan suatu negara untuk terikat kepada suatu perjanjian setelah perjanjian tersebut sudah mulai berlaku. Suksesi sendiri adalah pewarisan perjanjian setelah dibubarkannya suatu negara, contohnya adalah [[Rusia]] yang mewarisi kewajiban ICCPR dari [[Uni Soviet]].{{sfn|Ando|2013|p=699}} Ketika suatu negara sedang meratifikasi atau melakukan aksesi terhadap suatu perjanjian, mereka dapat mengeluarkan "reservasi" yang mengesampingkan atau mengubah hak atau kewajiban yang dibebankan oleh suatu perjanjian terhadap negara tersebut. Pasal 19 Konvensi Wina tidak mengizinkan reservasi yang dilarang oleh suatu perjanjian atau reservasi yang bertentangan dengan
Setiap negara memiliki aturannya sendiri sehubungan dengan tata cara untuk memasukkan perjanjian HAM internasional ke dalam hukum nasional. Secara umum, terdapat dua macam cara, yaitu "penerimaan langsung" dan "penerimaan khusus" atau "individual". Penerimaan langsung berarti bahwa pasal-pasal dalam perjanjian yang telah diratifikasi dapat langsung digunakan di pengadilan nasional. Contoh negara-negara yang menggunakan pendekatan ini adalah Amerika Serikat dan Jepang. Sementara itu, Britania Raya dan negara-negara yang pernah menjadi jajahannya memiliki sistem penerimaan khusus, yang berarti bahwa isi dari suatu perjanjian HAM harus dituangkan ke dalam undang-undang nasional terlebih dahulu sebelum dapat dipakai di pengadilan nasional. Sebagai ilustrasi, Britania Raya telah menetapkan ''[[Human Rights Act 1998]]'' pada tahun 2000, sehingga rakyat Britania dapat membawa perkara mengenai pelanggaran Konvensi HAM Eropa ke pengadilan nasional.{{sfn|Ando|2013|p=702}} Terkait dengan posisi perjanjian HAM internasional dalam hierarki hukum nasional, setiap negara juga memiliki sistemnya sendiri. Negara seperti Belanda memberikan kedudukan tertinggi kepada perjanjian internasional, dan perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang dasar tetap dianggap sah jika perjanjian tersebut disetujui oleh dua per tiga suara di [[Eerste Kamer]] dan [[Tweede Kamer]]{{sfn|Ando|2013|p=703}} Di sisi lain, terdapat negara seperti Prancis yang Jepang yang menyatakan bahwa perjanjian internasional kedudukannya lebih rendah daripada undang-undang dasar, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan dengan hukum biasa. Sementara itu, di Amerika Serikat, perjanjian internasional memiliki kedudukan yang sama dengan hukum federal, sehingga hukum federal yang ditetapkan sesudahnya dapat mengesampingkan perjanjian yang telah diratifikasi sesuai dengan asas ''[[lex posterior derogat legi priori]]'' ("hukum terbaru mengesampingkan hukum yang lama").{{sfn|Ando|2013|p=704}}
|