Masjid Tua Palopo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 26:
'''Masjid Tua Palopo''' merupakan masjid peninggalan [[Kerajaan Luwu]] yang berlokasi di [[kota Palopo]], [[Sulawesi Selatan]]. Masjid ini didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun [[1604]] M. Masjid yang memiliki luas 15 m² ini diberi nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama ''Palopo'' diambil dari kata dalam bahasa Bugis dan Luwu yang memiliki dua arti, yaitu: pertama, penganan yang terbuat dari campuran nasi ketan dan air gula; kedua, memasukkan pasak dalam lubang tiang bangunan. Kedua makna ini memiliki relasi dengan proses pembangunan Masjid Tua Palopo ini.<ref name="Masjid Tua">[http://portalbugis.wordpress.com/travel/sejarah/mesjid-tua-palopo/ Portal Bugis - Sejarah Masjid Tua Palopo]</ref>
==
Bangunan masjid terletak di tepi jalan, tepatnya di sudut perempatan [[jalan]]. Tidak jauh dari masjid ini berdiri Istana Raja Luwu. Denah masjid tua Palopo berbentuk [[bujur sangkar]]. Ukurannya yaitu 15 × 15 m, sedang ketebalan [[dinding]] mencapai 90,2 cm dan tinggi dinding 3 m dari permukaan [[tanah]]. Ukuran ketinggian seluruhnya dari permukaan tanah sampai ke puncak [[atap]] mencapai 10,80 m.<ref name="MENTERI AGAMA">[http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=tua Kementerian Agama RI - Masjid Tua Palopo]. Diakses pada 4 Agustus 2012.</ref>
Baris 33:
Dinding sisi utara dan selatan berisi masing-masing dua buah jendela, sedangkan di sisi barat terdapat ceruk yang berfungsi sebagai [[mihrab]]. Mihrab bagian atas berbentuk melengkung (setengah [[lingkaran]]) dan bagian atas meruncing sehingga membentuk seperti [[kubah]]. Hiasan sekeliling mihrab yaitu daun-daun kecil. Sebagai pengapit ceruk adalah [[ventilasi]] yang berbentuk belah ketupat dengan komposisi enam buah berjajar dua-dua mengapit ceruk.<ref name="MENTERI AGAMA"/>
Masjid Palopo beratap tumpang tiga seperti masjid-masjid tua di [[Indonesia]] lainnya. Atap tumpang teratas terdapat sebuah mustaka yang terbuat dari [[keramik]] [[
Lantai masjid dari tegel ubin teraso, pengganti ubin asli yang terbuat dari batu tumbuk. Di dalam ruangan masjid terdapat [[mimbar]] dari [[kayu]] dengan atap kala parang atau kulit kerang. Gapura mimbar berbentuk paduraksa, memiliki hiasan kala makara yang distilir dengan daun-daunan yang keluar dari kendi. Sebagian masyarakat Luwu beranggapan bahwa tepat di bawah mimbar terdapat makam Puang Ambe Monte yang berasal dari Sangalla Tana Toraja. la adalah arsitek yang dipercayakan oleh Sultan Abdullah untuk membuat dan membangun Masjid Tua Palopo pada tahun 1604.<ref name="MENTERI AGAMA"/>
Baris 40:
Arsitektur Masjid Tua Palopo ini sangat unik. Ada empat unsur penting yang bersebati (melekat) dalam konstruksi masjid tua ini, yaitu unsur lokal Bugis, Jawa, Hindu dan Islam.
''Pertama'', unsur lokal [[Bugis]].<ref name="Masjid Tua"/> Unsur ini terlihat pada struktur bangunan masjid secara keseluruhan yang terdiri dari tiga susun yang mengikuti konsep rumah panggung. Konsep tiga susun ini juga konsisten diterapkan pada bagian lainnya, seperti atap dan hiasannya yang terdiri dari tiga susun; tiang penyangga juga terdiri dari tiga susun, yaitu ''pallanga'' (umpak), ''alliri possi'' (tiang pusat) dan ''soddu''; dinding tiga susun yang ditandai oleh bentuk ''pelipit'' (gerigi); dan pewarnaan tiang bangunan yang bersusun tiga dari atas ke bawah, dimulai dari warna [[hijau]], [[putih]] dan [[
''Kedua'', unsur [[Jawa]].<ref name="Masjid Tua"/> Unsur ini terlihat pada bagian atap, yang dipengaruhi oleh atap rumah [[joglo]] Jawa yang berbentuk piramida bertumpuk tiga atau sering disebut ''tajug''. Dua tumpang atap pada bagian bawah disangga oleh empat tiang, dalam konstruksi Jawa sering disebut
Terdapat dua pendapat seputar bentuk atap Masjid Tua Palopo ini.<ref name="Masjid Palopo"/> Yang pertama mengatakan bahwa atap tersebut mendapat pengaruh dari arsitektur Jawa. Sementara yang kedua menolak pendapat itu, dengan berargumen bahwa bentuk tersebut merupakan pengembangan dari konsep lokal masyarakat Sulawesi Selatan sendiri. Namun, mengingat hubungan antara kedua masyarakat telah terjalin begitu lama, wajar jika terjadi akulturasi budaya.<ref name="Masjid Palopo"/>
Susunan atap pertama dan kedua disangga empat tiang yang terbuat dari kayu cengaduri, dengan tinggi 8,5 meter dan berdiameter 90 cm. Keempat tiang tersebut dalam konsep Jawa disebut
''Ketiga'', unsur [[Hindu]].<ref name="Masjid Tua"/> Unsur ini terlihat pada denah masjid yang berbentuk segi empat yang dipengaruhi oleh konstruksi candi. Pada dinding bagian bawah, terdapat hiasan bunga lotus, mirip dengan hiasan di [[Candi Borobudur]]. Pada dinding bagian atas juga terdapat motif alur yang mirip dengan hiasan candi di Jawa.
|