Pohon Sukun Bung Karno di Ende: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12:
Aku memandang laut dengan hempasan gelombangnya.Yang besar beirama memukul pantai.Dan Aku tak henti hentinya berpikir bagaimana lautan tidak pernah bisa diam. Memang ada pasang naik dan ada pasang surut,tapi is terus bergulung secara abadi. Itu sama dengan Revolusi kami. Revolusi kami tidak pernah berhenti. Revolusi kami juga sama seperti lautan. Adalah hasil ciptaan Tuhan ,dari dari satunya yang Maha Penyebab dan Maha Pencipta.<ref name=":0" />
 
Dan Aku tahu--Aku harus tahu--bahwa semua ciptaan dari yang Maha Era, termasuk diriku sendiri dan tanah airku,berada dibawah hukum dari yang Maha ada. Suatu hari aku tidak punya kekuatan duduk duduk dibawah Pohon itu seperti biasanya. Aku tak dapat bangun dari tempat tidur. Pada hari itu Dokter memberitahu padaku bahwa ajalku telah dekat karena menderita malaria.<ref name=":0" /> <br />
 
 
Sebatang pohon Sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari pantai Ende dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana Bung Karno setiap sore, selepas sholat Azhar menghabiskan waktu untuk duduk merenung dalam keheningan malam. Diyakini gagasannya yang cemerlang akan Falsafah Negara Pancasila terlahir dalam proses permenungannya di bawah pohon Sukun ini. Dan ini diakui sendiri oleh Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende tahun 1955. Pohon sukun yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang di tahun 60-an karena termakan usia dan sekarang adalah pohon kedua yang ditanam kembali sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini oleh masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila. <br />
 
== Referensi: ==
<br />