Ernst Utrecht: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 29:
=== Kehidupan di Indonesia ===
Setibanya di Indonesia, ia menjadi pengajar di Kursus Dinas C pada [[Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia|Kementerian Dalam Negeri]] di [[Kota Malang|Malang]] di mana ia mengajar mata pelajaran pengantar ilmu hukum dan hukum administratif.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Manullang|first=Fernando Morganda|date=2015-07-27|title=THE PURPOSE OF LAW, PANCASILA AND LEGALITY ACCORDING TO ERNST UTRECHT: A CRITICAL REFLECTION|url=http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/141|journal=Indonesia Law Review|language=en|volume=5|issue=2|pages=187–207–207|doi=10.15742/ilrev.v5n2.141|issn=2356-2129}}</ref> Kemudian, ia menjadi dosen tamu di [[Kota Makassar|Makassar, Sulawesi Selatan]] di [[Universitas Hasanuddin]] yang kala itu merupakan cabang [[Universitas Indonesia]] (1954-1956). Kemudian, dari tahun 1956 sampai 1958, ia menjadi dosen kepala Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang sudah resmi terbentuk.<ref name=":2">{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Melintasi dua jaman : kenangan tentang Indonesia sebelum dan sesudah Kemerdekaan|url=https://www.worldcat.org/oclc/85208715|publisher=Komunitas Bambu|date=2006|location=Depok, Indonesia|isbn=9793731060|oclc=85208715|last=Utrecht, Elien.}}</ref> Konon, ketika aktif mengajar di Makassar, ia termasuk akrab dengan [[Baharuddin Lopa]] yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia cabang Makassar.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.reqnews.com/memoar/1453/baharuddin-lopa-yang-saya-kenal|title=Baharuddin Lopa Yang Saya Kenal - REQnews.com|date=2019-04-09|website=www.reqnews.com|language=en|access-date=2019-08-27}}</ref> Menurut Djokomoelyo, tampilannya santai dan sering pakai sandal, suka bergurau dengan contoh kasus yang aktual yang mudah dicerna.<ref name=":4" />
Sebagai akibat kurangnya tenaga pengajar pada saat itu, Utrecht juga memiliki jadwal mengajar di kota lain dan berperan sebagai pendiri universitas di kota [[Kota Ambon|Ambon]] bersama Yayasan Perguruan Tinggi Maluku dan [[Kota Cirebon|Cirebon]] ([[Universitas Sunan Gunung Jati]]). Dibandingkan memilih menjadi dosen tetap di [[Universitas Indonesia]] [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], ia memilih pindah ke [[Kota Bandung|Bandung]] pada tahun 1957 untuk mengajar di [[Universitas Padjadjaran]]. Selama waktu itulah ia aktif mengajar di berbagai kota seperti [[Kota Makassar|Makassar]], [[Kota Ambon|Ambon]], dan [[Kabupaten Jember|Jember]]. Ia mencapai jabatan tertinggi pertamanya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi [[Universitas Trisakti|Universitas Baperki]] (sekarang [[Universitas Trisakti]]).<ref name=":1" /><ref name=":2" />
Baris 47:
Merespons sikap arogan Utrecht, pada 16 November 1963 DM-UB mengeluarkan resolusi menuntut agar [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP)]] melarang Utrecht mengajar di Universitas Brawijaya Cabang Jember. Tentu saja Utrecht menolak resolusi DM-UB. Penyelesaian dicari. Pimpinan Universitas, Dewan Penyantun, dan Pimpinan Yayasan berkumpul. Sayangnya, pertemuan para pimpinan yang tidak dihadiri unsur lembaga kemahasiswaan itu cenderung menyalahkan DM-UB.<ref name=":3" /> Di tengah perdebatan, masih ada dua orang pimpinan fakultas yang memiliki opini berbeda. Keduanya adalah Dekan dan Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Drs. [[Sudarpo Mas'udi]] dan Drs. [[Amir Hamzah Wirjosukarto]]. Sudarpo dan Amir Hamzah pernah menjadi aktivis HMI Cabang Yogyakarta. Amir Hamzah tercatat pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar PII. Dalam rapat, Sudarpo dan Wirjosukarto meminta penilaian pimpinan universitas diberikan setelah mendengar keterangan DM-UB. Karena usulnya itu, bersama dengan Utrecht, Sudarpo dan Wirjosukarto dikeluarkan dari Universitas Brawijaya Cabang Jember.<ref name=":3" />
Akibat konflik dengan militer/[[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] (dalam hal ini [[Herman Pieters]]) dan kelompok agama (dalam hal ini [[Himpunan Mahasiswa Islam|HMI]]/[[Partai Masyumi|Masyumi]]), ia mengalami akibat berat setelah peristiwa [[Gerakan 30 September|G30S]] dimana ia ditangkap dan dipenjara pada tahun 1965. Ia dikeluarkan dari penjara pada tahun 1966 kemudian pergi ke negeri [[Belanda]] pada tahun 1969 (melalui [[Singapura]], [[Australia]], dan [[Amerika Serikat]]) hingga meninggal di sana serta tidak pernah kembali ke Indonesia<ref name=":1" />.
Terkait peristiwa [[Gerakan 30 September]] dan [[Penumpasan pemberontakan|pembasmian pihak-pihak yang terlibat setelahnya]], ia sempat berkomentar mengenai pembantaian simpatisan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] di Bali (Ia pernah menjadi pengurus PNI di Bali). Ia menganggap bahwa peristiwa pembasmian simpatisan PKI di Bali dianggap sebagai "perang suci". Pembantaian itu sendiri ia anggap tidak berdosa bagi para pelakunya sendiri yang menurutnya terdiri atas masyarakat biasa dan buruh pertanian yang juga diikuti dengan simpatisan PNI di Bali.<ref>{{Cite book|title=Sisi gelap pulau dewata : sejarah kekerasan politik|url=https://www.worldcat.org/oclc/968655092|publisher=LKiS|date=2006|location=Yogyakarta|isbn=9798451554|oclc=968655092|last=Robinson, Geoffrey.}}</ref><ref>{{Cite book|title=The dark side of paradise : political violence in Bali|url=https://www.worldcat.org/oclc/1043219067|publisher=Cornell University Press|date=1995|location=Ithaca|isbn=9781501732188|oclc=1043219067|last=Robinson, Geoffrey, 1957-}}</ref><ref>{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Genealogi kekerasan dan pergolakan subaltern : bara di Bali Utara|url=https://www.worldcat.org/oclc/607257826|publisher=Prenada|date=2010|location=Rawamangun, Jakarta, Indonesia|isbn=9789793464534|oclc=607257826|last=Suryawan, I Ngurah, 1980-}}</ref>
Salah satu kritiknya yang tajam pada awal [[Orde Baru|Pemerintahan Orde Baru]] ialah terkait [[Pembantaian Purwodadi|Peristiwa Purwodadi]]. Ia mengkritik pemerintahan [[Soeharto|Suharto]] di awal periodenya dengan mengatakan “''Repelita is onzin''” ([[Rencana Pembangunan Lima Tahun|Repelita]] adalah omong kosong). Ia mengatakan bahwa bantuan ekonomi barat kepada Indonesia adalah sama dengan imperialisme ekonomi yang membawa Indonesia memasuki [[Kapitalisme]] Barat.<ref>{{Cite web|url=http://historia.id/politika/articles/purwodadi-skandal-pertama-orde-baru-6lnlv|title=Purwodadi: Skandal Pertama Orde Baru|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|language=en|access-date=2019-01-24}}</ref>
|