Ernst Utrecht: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 26:
== Riwayat Hidup ==
Ia dilahirkan di [[Kota Surabaya|Surabaya]] pada tahun 1922. Sebenarnya, Ernst Utrecht pernah kuliah di [[Institut
=== Kehidupan di Indonesia ===
Setibanya di Indonesia, ia menjadi pengajar di Kursus Dinas C pada [[Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia|Kementerian Dalam Negeri]] di [[Kota Malang|Malang]] di mana ia mengajar mata pelajaran pengantar ilmu hukum dan hukum administratif.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Manullang|first=Fernando Morganda|date=2015-07-27|title=THE PURPOSE OF LAW, PANCASILA AND LEGALITY ACCORDING TO ERNST UTRECHT: A CRITICAL REFLECTION|url=http://ilrev.ui.ac.id/index.php/home/article/view/141|journal=Indonesia Law Review|language=en|volume=5|issue=2|pages=187–207–207|doi=10.15742/ilrev.v5n2.141|issn=2356-2129
Kemudian, ia menjadi dosen tamu di [[Kota Makassar|Makassar, Sulawesi Selatan]] di [[Universitas Hasanuddin]] yang kala itu merupakan cabang [[Universitas Indonesia]] (1954-1956). Kemudian, dari tahun 1956 sampai 1958, ia menjadi dosen kepala Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang sudah resmi terbentuk.<ref name=":2">{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Melintasi dua jaman : kenangan tentang Indonesia sebelum dan sesudah Kemerdekaan|url=https://www.worldcat.org/oclc/85208715|publisher=Komunitas Bambu|date=2006|location=Depok, Indonesia|isbn=9793731060|oclc=85208715|last=Utrecht, Elien.}}</ref> Konon, ketika aktif mengajar di Makassar, ia termasuk akrab dengan [[Baharuddin Lopa]] yang saat itu masih berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia cabang Makassar.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.reqnews.com/memoar/1453/baharuddin-lopa-yang-saya-kenal|title=Baharuddin Lopa Yang Saya Kenal - REQnews.com|date=2019-04-09|website=www.reqnews.com|language=en|access-date=2019-08-27}}</ref> Menurut Djokomoelyo, tampilannya santai dan sering pakai sandal, suka bergurau dengan contoh kasus yang aktual yang mudah dicerna.<ref name=":4" />
Sebagai akibat kurangnya tenaga pengajar pada saat itu, Utrecht juga memiliki jadwal mengajar di kota lain dan berperan sebagai pendiri universitas di kota [[Kota Ambon|Ambon]] bersama Yayasan Perguruan Tinggi Maluku dan [[Kota Cirebon|Cirebon]] ([[Universitas Sunan Gunung Jati]]). Dibandingkan memilih menjadi dosen tetap di [[Universitas Indonesia]] [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], ia memilih pindah ke [[Kota Bandung|Bandung]] pada tahun 1957 untuk mengajar di [[Universitas Padjadjaran]]. Selama waktu itulah ia aktif mengajar di berbagai kota seperti [[Kota Makassar|Makassar]], [[Kota Ambon|Ambon]], dan [[Kabupaten Jember|Jember]].
==== Dekan Universitas Baperki ====
Ia mencapai jabatan tertinggi pertamanya sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum [[Universitas Trisakti|Universitas Baperki]] (sekarang [[Universitas Trisakti]]) pada tahun 1960.<ref name=":1" /><ref name=":2" /> Di Universitas Baperki tersebut, ia mengajar mata kuliah Hukum Administrasi Negara.
Menurut beberapa mahasiswa di Universitas Baperki, Prof. Utrecht adalah seorang yang sangat sederhana. Bertubuh besar, kulit hitam layaknya orang Indonesia Bagian Timur. Ia sering berkemeja putih yang ke-abu-abuan dan kumal. Celananya pun demikian kedombrongan dan selalu memakai sepatu sandal yang tidak pernah mengenal semir. Kuliah yang diberikan sangat menarik hanya saja jadwal kuliah tidak menentu. Bisa satu minggu berturut-turut, kemudian dua bulan tidak ada kuliah. Ini kemungkinan disebabkan oleh kesibukan dirinya yang memberikan kuliah di beberapa Universitas dan juga menjadi Rektor di [[Universitas Brawijaya|Universitas Negeri Brawijaya]] di Jawa Timur. Selain mengajar Hukum Administrasi Negara, di Perguruan Tinggi lain beliau mengajar Hukum Pidana dan beliau juga menulis buku hukum pidana yang menjadi buku wajib di fakultas hukum. Pada suatu waktu beliau menawarkan kepada mahasiswa Universitas Res Publica (Baperki) apabila ada yang mau pindah kuliah ke Universitas Negeri Brawijaya, beliau akan menerimanya.<ref>{{Cite web|url=http://gelora45.com/|title=Gelora45|website=gelora45.com|access-date=2019-08-27}}</ref><ref>{{Cite book|title=URECA: Berperan Dalam Pembangunan▼
Bangsa|last=Tiong Djin|first=Siauw|publisher=Perkumpulan Res Publica Indonesia,|year=2014|isbn=|location=Jakarta|page=}}</ref>▼
▲Menurut beberapa mahasiswa di Universitas Baperki, Prof. Utrecht adalah seorang yang sangat sederhana. Bertubuh besar, kulit hitam layaknya orang Indonesia Bagian Timur. Ia sering berkemeja putih yang ke-abu-abuan dan kumal. Celananya pun demikian kedombrongan dan selalu memakai sepatu sandal yang tidak pernah mengenal semir. Kuliah yang diberikan sangat menarik hanya saja jadwal kuliah tidak menentu. Bisa satu minggu berturut-turut, kemudian dua bulan tidak ada kuliah. Ini kemungkinan disebabkan oleh kesibukan dirinya yang memberikan kuliah di beberapa Universitas dan juga menjadi Rektor di [[Universitas Brawijaya|Universitas Negeri Brawijaya]] di Jawa Timur.
Pada suatu waktu beliau menawarkan kepada mahasiswa Universitas Res Publica (Baperki) apabila ada yang mau pindah kuliah ke Universitas Negeri Brawijaya, beliau akan menerimanya.<ref>{{Cite web|url=http://gelora45.com/|title=Gelora45|website=gelora45.com|access-date=2019-08-27}}</ref><ref>{{Cite book|title=URECA: Berperan Dalam Pembangunan
▲Bangsa|last=Tiong Djin|first=Siauw|publisher=Perkumpulan Res Publica Indonesia,|year=2014|isbn=|location=Jakarta|page=}}</ref>
==== Pindah ke Bandung ====
Alasan lain Utrecht pindah ke Bandung dan meninggalkan Fakultas Hukum [[Universitas Indonesia]] disebabkan oleh perselisihan antara dirinya dengan penguasa militer lokal di Ambon, [[Herman Pieters]], yang juga menjabat sebagai dewan pengurus universitas tersebut. Sebagai akibatnya, Utrecht dikeluarkan pada 30 Juli 1960.<ref name=":1" /><ref name=":2" />
==== Meraih Gelar Doktor ====
Kemudian, pada tahun 1962 ia meraih gelar doktor untuk studi banding mengenai penerapan hukum internasional di [[Bali]] dan [[Pulau Lombok|Lombok]].<ref name=":8">{{Cite book|title=Sedjarah hukum internasional di Bali dan Lombok, pertjobaan sebuah studi hukum internasional regional di Indonesia|url=https://catalogue.nla.gov.au/Record/2314919|publisher=Sumur Bandung|date=1962|location=Bandung|first=Ernst|last=Utrecht}}</ref> Selain itu, ia juga pernah menjadi dosen sekaligus sekretaris Fakultas Hukum [[Universitas Jember]] (saat itu bernama Universitas Tawang Alun yang menjadi universitas filial (jarak jauh) dari Universitas Brawijaya) pada dekade 1960-an.<ref name=":2" /><ref name=":0" />
Baris 48 ⟶ 54:
Salah satu keputusan berani yang pernah ia buat adalah keputusan untuk melarang [[Himpunan Mahasiswa Islam|HMI]] sebagai organisasi di Fakultas Hukum [[Universitas Jember]] (ketika menjabat sebagai sekretaris fakultas) yang dikuatkan dalam Surat Keputusan No. 2/64.<ref name=":3">{{Cite web|url=https://republika.co.id/share/puz71i385|title=Islamofobia, Utrecht Affair, Larangan Ajar Agama di Sekolah|date=2019-07-22|website=Republika Online|access-date=2019-08-27}}</ref> Sebelum mengeluarkan keputusan melarang HMI, dalam kuliahnya Utrecht melarang mahasiswanya masuk HMI. Yang sudah terlanjur masuk diminta segera keluar. Jika tidak keluar, mahasiswa anggota HMI tidak akan diluluskan dalam mata kuliahnya. Kebijakan ini diambil karena HMI merupakan organisasi yang terkait partai terlarang saat itu, [[Partai Masyumi|Masyumi]].<ref name=":0">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1007495217|title=Kronik '65 : catatan hari per hari Peristiwa G30S sebelum hingga setelahnya (1963-1971)|last=1984-|first=Hadi, Kuncoro,|isbn=9789799116055|edition=Cetakan pertama|location=Gejayan, Yogyakarta|oclc=1007495217}}</ref> Konflik lain yang pernah terjadi selama di Jember adalah kalimatnya mengenai [[Pemisahan agama dan negara|pemisahan negara dan agama]] serta pemisahan hukum dan kewajiban akan menjalankan perintah agama<ref name=":1" />. Kelak, kasus ini akan dikenal sebagai "Utrecht Affair".<ref name=":3" />
Sikap arogan
Merespons sikap arogan Utrecht, pada 16 November 1963 DM-UB mengeluarkan resolusi menuntut agar [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP)]] melarang Utrecht mengajar di Universitas Brawijaya Cabang Jember. Tentu saja Utrecht menolak resolusi DM-UB. Penyelesaian dicari. Pimpinan Universitas, Dewan Penyantun, dan Pimpinan Yayasan berkumpul. Sayangnya, pertemuan para pimpinan yang tidak dihadiri unsur lembaga kemahasiswaan itu cenderung menyalahkan DM-UB.<ref name=":3" /> Di tengah perdebatan, masih ada dua orang pimpinan fakultas yang memiliki opini berbeda. Keduanya adalah Dekan dan Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Drs. [[Sudarpo Mas'udi]] dan Drs. [[Amir Hamzah Wirjosukarto]]. Sudarpo dan Amir Hamzah pernah menjadi aktivis HMI Cabang Yogyakarta. Amir Hamzah tercatat pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar PII. Dalam rapat, Sudarpo dan Wirjosukarto meminta penilaian pimpinan universitas diberikan setelah mendengar keterangan DM-UB. Karena usulnya itu, bersama dengan Utrecht, Sudarpo dan Wirjosukarto dikeluarkan dari Universitas Brawijaya Cabang Jember.<ref name=":3" />
Baris 61 ⟶ 67:
Setelah tidak lagi tinggal di Indonesia dan menjadi eksil di Belanda, ia sering menulis buku dan jurnal terkait kondisi terkini di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara dan sekitarnya (terutama [[Australia]], [[Papua Nugini]], dan [[Fiji]]) baik dalam bidang politik, ekonomi, pertahanan, dan sosial hingga wafat pada 1987.
== Opini dan
Dalam bukunya mengenai Ambon (1972), ia menulis mengenai masyarakat Maluku sebagai berikut: “Berbicara mengenai dunia politik, pada umumnya masih asing bagi masyarakat [[Maluku]] dan belum membudaya. [[Orang Ambon]] baru sibuk bilamana ia sendiri, keluarganya, atau teman-temannya terancam dan bersikap spontan tanpa memahami permasalahannya dahulu dalam mengambil keputusan. Sikap dan pembawaan ini hingga ia mudah menjadi korban politik praktis. Padahal mereka sangat setia dalam unsur-unsur keagamaan, rajin kerja di kantor, dan pembawaannya dalam pergaulan sangat ceria dengan siapapun yang disenanginya.” <ref>{{Cite journal|last=Benedicta Nusmese|first=Maria|date=2011-11-03|title=Dampak Gerakan Separatis Republik Maluku Selatan (RMS) Terhadap Hubungan Luar Negeri Indonesia-Belanda|url=http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikompp-gdl-mariabened-26717|publisher=Universitas Komputer Indonesia}}</ref><ref name=":6" />
== Karya Tulis ==
|