Keyakinan dalam Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 93:
Dalam periode [[Ashoka|kaisar Ashoka]] (abad ke-3 sampai ke-2 SM), umat Buddha banyak menitikberatkan pada keyakinan, karena Ashoka membantu mengembangkan agama Buddha sebagai agama populer untuk menyatukan kekuasaanya. Tren baru ini berujung pada peningkatan pemujaan ''stūpa'' dan bertambah banyaknya sastra berlandaskan keyakinan yaitu [[Awadāna]].{{sfn|Harvey|2013|p=103}}<ref>{{cite book|last1=Swearer|first1=Donald K.|title=The Buddhist world of Southeast Asia|date=2010|publisher=[[State University of New York Press]]|location=Albany|isbn=978-1-4384-3251-9|page=77|edition=2nd|url=http://www.ahandfulofleaves.org/documents/the%20buddhist%20world%20of%20southeast%20asia_swearer.pdf|archive-url=https://www.webcitation.org/6vADhQmDu?url=http://www.ahandfulofleaves.org/documents/The%20Buddhist%20World%20of%20Southeast%20Asia_Swearer.pdf|archive-date=22 November 2017|dead-url=no|df=}}</ref> Pada abad ke-2 SM, Buddha semakin lumrah digambarkan dalam bentuk lukisan, dan ada peralihan penekanan pada [[Bhakti|devosionalisme emosional]] dalam [[agama India]]. Ini menuntun pada perspektif baru dalam agama Buddha, seperti yang dirangkum oleh Peter Harvey, seorang cendekiawan studi agama Buddha, dia menyatakan bawah "welas asih, keyakainan, dan kebijaksanaan". Perspektif tersebut membuka jalan lahirnya Aliran [[Mahāyāna]].<!--p=105-->{{sfn|Harvey|2013|pp=103, 105}}{{sfn|Smart|1997|page=282}}
 
Pada umumnya, peran keyakinan dalam Mahāyāna mirip dengan Theravāda{{sfn|Harvey|2013|p=31}}{{sfn|Spiro|1982|p=34 n.6}}—keyakinan merupakan bagian tak terhindarkan dari praktik Mahāyāna maupun Theravāda.<ref name="Blakkarly" /> Bahkan dalam aliran Theravāda saat ini, yang bermula dari teks Pāli, keyakinan masih merupakan bagian penting dalam masyarakat Buddhis tradisional. Penganut aliran Theravāda memandang keyakinan kepada Tiga Mestika sebagai unsur protektif dalam kehidupan sehari-hari, khususnya saat dipadukan dengan [[Sila|etika Buddhis]].{{sfn|Spiro|1982|p=15m1}} Namun, dengan kebangkitan aliran Mahāyāna, kedalaman dan rangkaian ajaran tentang keyakinan semakin intensif. Sejumlah besar ''[[bodhisatwa]]'' menjadi fokus devosi dan keyakinan, memberikan nuansa "teistik" kepada aliran Mahāyāna.{{sfn|Harvey|2013|p=172}}{{sfn|Leaman|2000|page=212}} Dalam agama Buddha awal, ada beberapa sumber tulisan yang menyatakan bahwa Buddha dan makhluk tercerahkan lainnya yang memiliki alam di luar batas dunia. Kemudian, penganut Theravāda meyakini bahwa [[Maitreya]], Buddha masa depan, menunggu mereka di surga dan secara hari demi hari mereka semakin menghormati Maitreya. Selain itu, penganut Mahāyāna membawa gagasan tersebut lebih lanjut.{{sfn|Reynolds|Hallisey|1987|p=1064}}{{sfn|Conze|2003|p=154}} Setelah [[parinirwāṇa|Buddha mangkat]], ada sebuah perasaan menyesal dari komunitas pengikut Buddha, mereka merasa Buddha sudah tiada lagi di dunia ini, dan ada keinginan untuk "bertemu" dengan Buddha ({{lang-sa|[[Darśana#Dalam Buddha Mahayana|darśana]]}}) dan menerima kekuatannya.{{sfn|Getz|2004|page=699}}{{sfn|Barber|2004|page=707}} Penganut Mahāyāna memperluas pengertian Tiga Mestika dengan mengikutsertakan para Buddha yang berdiam di surga, dan yang kemudian disebut sebagai Buddha ''[[sambhogakāya]]'' ('perwujudan dari kesenangan Dharma').{{sfn|Barber|2004|p=707}}{{sfn|Smart|1997|pp=283–4}} Seiring dengan penekanan pada para Buddha di tanah murni, Buddha yang bermanifestasi setiap waktu dan tempat, kondisi ini membuat peranan Buddha GotamaGautama semakin kabur dalam keyakinan buddhis.Buddhis.{{sfn|Reynolds|Hallisey|1987|p=1067}}{{sfn|Snellgrove|1987|pp=1078–9}} [[Buddha Tanah Murni]] banyak memfokuskan keyakinannya ke Buddha di alam tersebut, khususnya Buddha Amitābha.{{sfn|Harvey|2013|p=175}}{{sfn|Leaman|2000|p=215}}
 
Dimulai dari devosi kepada para Buddha kelestial,{{sfn|Harvey|2013|p=175}}{{sfn|Leaman|2000|p=215}} memajukan sosok-sosok ''bodhisatwa'', mewakili gagasan-gagasan Mahāyāna, secara bertahap menjadi fokus dari ibadah dan kultus ekstensif. Para ''bodhisatwa'' tersebut tak memiliki landasan dalam fakta sejarah.{{sfn|Conze|2003|p=150}} Pada abad keenam, penggambaran para ''bodhisatwa'' dalam [[ikonografi Buddha]] telah menjadi hal umum,{{sfn|Harvey|2013|p=175}} seperti ''bodhisatwa'' Awalokiteśwara yang mewakili kesalehan, dan kebijaksanaan [[Manjusri]].{{sfn|Higham|2004|p=210}} Catatan tentang para ''bodhisatwa'' adan perbuatan baik mereka seringkali meliputi tindakan-tindakan dengan taruhan-taruhan besar, dan para penulis tampaknya mengartikan catatan tersebut lebih kepada devosional ketimbang eksemplar.{{sfn|Derris|2005|page=1084}}