Ernst Utrecht: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
 
==== Meraih Gelar Doktor ====
Kemudian, pada tahun 1962 ia meraih gelar doktor untuk studi banding mengenai penerapan hukum internasional di [[Bali]] dan [[Pulau Lombok|Lombok]].<ref name=":8">{{Cite book|title=Sedjarah hukum internasional di Bali dan Lombok, pertjobaan sebuah studi hukum internasional regional di Indonesia|url=https://catalogue.nla.gov.au/Record/2314919|publisher=Sumur Bandung|date=1962|location=Bandung|first=Ernst|last=Utrecht}}</ref> Selain itu, ia juga pernah menjadi dosen sekaligus sekretaris [[Fakultas Hukum [[Universitas Jember]] (saat itu bernama Universitas Tawang Alun yang menjadi universitas filial (jarak jauh) dari Universitas Brawijaya) pada dekade 1960-an.<ref name=":2" /><ref name=":0" />
 
=== Kehidupan politik ===
Utrecht adalah seorang politikus yang aktif. Ia menjadi anggota [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] dan duduk di DPR dan [[Konstituante]].<ref>{{Cite web|url=http://www.konstituante.net/id/profile/PNI_ernst_utrecht|title=Mr. Drs. Ernst Utrecht - PNI (Partai Nasional Indonesia) - Profil Anggota - Konstituante.Net|website=Konstituante.Net|access-date=2018-07-28}}</ref> Selain itu, Ia pernah menjadi penasehat [[Soekarno]]. Selain itu, menurut Pusat Sejarah TNI AD (1995), ia termasuk ke dalam anggota Himpunan Sarjana Indonesia (HSI).<ref name=":5">{{Cite book|title=Bahaya Laten Komunisme Di Indonesia|url=http://archive.org/details/BahayaLatenKomunismeDiIndonesia_pki|language=English|last=salafykolaka.net}}</ref>
==== ''Utrecht Affair'' ====
Salah satu keputusan berani yang pernah ia buat adalah keputusan untuk melarang [[Himpunan Mahasiswa Islam|HMI]] sebagai organisasi di [[Fakultas Hukum [[Universitas Jember]] (ketika menjabat sebagai sekretaris fakultas) yang dikuatkan dalam Surat Keputusan No. 2/64.<ref name=":3">{{Cite web|url=https://republika.co.id/share/puz71i385|title=Islamofobia, Utrecht Affair, Larangan Ajar Agama di Sekolah|date=2019-07-22|website=Republika Online|access-date=2019-08-27}}</ref> Sebelum mengeluarkan keputusan melarang HMI, dalam kuliahnya Utrecht melarang mahasiswanya masuk HMI. Yang sudah terlanjur masuk diminta segera keluar. Jika tidak keluar, mahasiswa anggota HMI tidak akan diluluskan dalam mata kuliahnya. Kebijakan ini diambil karena HMI merupakan organisasi yang terkait partai terlarang saat itu, [[Partai Masyumi|Masyumi]].<ref name=":0">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/1007495217|title=Kronik '65 : catatan hari per hari Peristiwa G30S sebelum hingga setelahnya (1963-1971)|last=1984-|first=Hadi, Kuncoro,|isbn=9789799116055|edition=Cetakan pertama|location=Gejayan, Yogyakarta|oclc=1007495217}}</ref> Konflik lain yang pernah terjadi selama di Jember adalah kalimatnya mengenai [[Pemisahan agama dan negara|pemisahan negara dan agama]] serta pemisahan hukum dan kewajiban akan menjalankan perintah agama<ref name=":1" />. Kelak, kasus ini akan dikenal sebagai "Utrecht Affair".<ref name=":3" />
 
Sikap aroganKeputusan Utrecht tersebut mendapat protes keras dari para mahasiswa yang diwakili oleh Dewan Mahasiswa Universitas Brawijaya (DM-UB). DM-UB menilai kuliah dan tindakan Utrecht telah merusak ketenangan, keutuhan, dan persatuan mahasiswa, dan sivitas akademika umumnya, yang selama ini telah terbina dengan baik. Tetap dengan sikap arogantersebut, Utrecht mengeluarkan surat terbuka kepada DM-UB seraya mengatakan tidak lagi mengakui wewenang DM-UB terhadap mahasiswa FH [[Universitas Brawijaya]] Cabang Jember. Utrecht juga memprovokasi Senat Mahasiswa FH untuk segera merombak DM-UB.<ref name=":3" />
 
Merespons sikap arogan Utrechttersebut, pada 16 November 1963 DM-UB mengeluarkan resolusi menuntut agar [[Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP)]] melarang Utrecht mengajar di Universitas Brawijaya Cabang Jember. Tentu saja Utrecht menolak resolusi DM-UB. Penyelesaiansehingga penyelesaian dicari. Pimpinan Universitas, Dewan Penyantun, dan Pimpinan Yayasan berkumpul. Sayangnya, pertemuan para pimpinan yang tidak dihadiri unsur lembaga kemahasiswaan itu cenderung menyalahkan DM-UB.<ref name=":3" /> Di tengah perdebatan, masih ada dua orang pimpinan fakultas yang memiliki opini berbeda. Keduanya adalah Dekan dan Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Drs. [[Sudarpo Mas'udi]] dan Drs. [[Amir Hamzah Wirjosukarto]]. Sudarpo dan Amir Hamzah pernah menjadi aktivis HMI Cabang Yogyakarta. Amir Hamzah tercatat pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar PII. Dalam rapat, Sudarpo dan Wirjosukarto meminta penilaian pimpinan universitas diberikan setelah mendengar keterangan DM-UB. Karena usulnya itu, bersama dengan Utrecht, Sudarpo dan Wirjosukarto dikeluarkan dari Universitas Brawijaya Cabang Jember.<ref name=":3" />
 
Di tengah perdebatan, masih ada dua orang pimpinan fakultas yang memiliki opini berbeda. Keduanya adalah Dekan dan Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Drs. [[Sudarpo Mas'udi]] dan Drs. [[Amir Hamzah Wirjosukarto]]. Sudarpo dan Amir Hamzah pernah menjadi aktivis HMI Cabang Yogyakarta. Amir Hamzah tercatat pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Besar [[Pelajar Islam Indonesia|PII]]. Dalam rapat, Sudarpo dan Wirjosukarto meminta penilaian pimpinan universitas diberikan setelah mendengar keterangan DM-UB. Karena usulnya itu, bersama dengan Utrecht, Sudarpo dan Wirjosukarto dikeluarkan dari Universitas Brawijaya Cabang Jember.<ref name=":3" />
==== Pasca Utrecht Affair, Gerakan 30 September dan Eksodus ke Belanda ====
Akibat konflik dengan militer/[[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] (dalam hal ini [[Herman Pieters]]) dan kelompok agama (dalam hal ini [[Himpunan Mahasiswa Islam|HMI]]/[[Partai Masyumi|Masyumi]]), ia mengalami akibat berat setelah peristiwa [[Gerakan 30 September|G30S]] dimana ia ditangkap dan dipenjara pada tahun 1965. Ia dikeluarkan dari penjara pada tahun 1966 kemudian pergi ke negeri [[Belanda]] pada tahun 1969 (melalui [[Singapura]], [[Australia]], dan [[Amerika Serikat]]) hingga meninggal di sana serta tidak pernah kembali ke Indonesia.<ref name=":1" /><ref name=":5" />
 
==== Pasca ''Utrecht Affair'', Gerakan 30 September dan Eksodus ke Belanda ====
Terkait peristiwa [[Gerakan 30 September]] dan [[Penumpasan pemberontakan|pembasmian pihak-pihak yang terlibat setelahnya]], ia sempat berkomentar mengenai pembantaian simpatisan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] di Bali (Ia pernah menjadi pengurus PNI di Bali). Ia menganggap bahwa peristiwa pembasmian simpatisan PKI di Bali dianggap sebagai "perang suci". Pembantaian itu sendiri ia anggap tidak berdosa bagi para pelakunya sendiri yang menurutnya terdiri atas masyarakat biasa dan buruh pertanian yang juga diikuti dengan simpatisan PNI di Bali.<ref>{{Cite book|title=Sisi gelap pulau dewata : sejarah kekerasan politik|url=https://www.worldcat.org/oclc/968655092|publisher=LKiS|date=2006|location=Yogyakarta|isbn=9798451554|oclc=968655092|last=Robinson, Geoffrey.}}</ref><ref>{{Cite book|title=The dark side of paradise : political violence in Bali|url=https://www.worldcat.org/oclc/1043219067|publisher=Cornell University Press|date=1995|location=Ithaca|isbn=9781501732188|oclc=1043219067|last=Robinson, Geoffrey, 1957-}}</ref><ref>{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Genealogi kekerasan dan pergolakan subaltern : bara di Bali Utara|url=https://www.worldcat.org/oclc/607257826|publisher=Prenada|date=2010|location=Rawamangun, Jakarta, Indonesia|isbn=9789793464534|oclc=607257826|last=Suryawan, I Ngurah, 1980-}}</ref> Bahkan, terkait peristiwa pembasmian ini, ia berasumsi bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam pembasmian (atau penumpasan) simpatisan PKI ini mencapai 50.000 jiwa.<ref>{{Cite web|url=https://www.europe-solidaire.org/spip.php?article35084|title=Indonesia 1965: The Forgotten Massacres - Europe Solidaire Sans Frontières|website=www.europe-solidaire.org|access-date=2019-08-27}}</ref> Selain itu, ia juga mencatat terkait pembuangan para tahanan politik (tapol) ke Pulau Buru, Maluku. Jumlah tahanan tersebut (sebelum dibuang ke Pulau Buru) mencapai 250.000 jiwa.<ref>{{Cite web|url=https://daerah.sindonews.com/read/1145654/29/pulau-buru-tempat-pembuangan-tahanan-politik-g30s-1475943746|title=Pulau Buru, Tempat Pembuangan Tahanan Politik G30S|website=SINDOnews.com|language=id-ID|access-date=2019-08-27}}</ref>
Akibat konflik dengan militer/[[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] (dalam hal ini [[Herman Pieters]]) dan kelompok agama (dalam hal ini [[Himpunan Mahasiswa Islam|HMI]]/[[Partai Masyumi|Masyumi]]), ia mengalami akibat berat setelah peristiwa [[Gerakan 30 September|G30S]] dimana ia ditangkap dan dipenjara pada tahun 1965. Ia dikeluarkan dari penjara pada tahun 1966 kemudian pergi ke negeri [[Belanda]] pada tahun 1969 (melalui [[Singapura]], [[Australia]], dan [[Amerika Serikat]]) hingga meninggal di sana serta tidak pernah kembali ke Indonesia.<ref name=":1" /><ref name=":5" />
 
==== Tanggapan Terkait Penumpasan PKI di Bali ====
Terkait peristiwa [[Gerakan 30 September]] dan [[Penumpasan pemberontakan|pembasmian pihak-pihak yang terlibat setelahnya]], ia sempat berkomentar mengenai pembantaian simpatisan [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] di Bali (Ia pernah menjadi pengurus PNI di Bali). Ia menganggap bahwa peristiwa pembasmian simpatisan PKI di Bali dianggap sebagai "perang suci". Pembantaian itu sendiri iamenurutnya anggapdianggap tidak berdosa bagi para pelakunya sendiri yang, menurutnya, terdiri atas masyarakat biasa dan buruh pertanian yang juga diikuti dengan simpatisan PNI di Bali.<ref>{{Cite book|title=Sisi gelap pulau dewata : sejarah kekerasan politik|url=https://www.worldcat.org/oclc/968655092|publisher=LKiS|date=2006|location=Yogyakarta|isbn=9798451554|oclc=968655092|last=Robinson, Geoffrey.}}</ref><ref>{{Cite book|title=The dark side of paradise : political violence in Bali|url=https://www.worldcat.org/oclc/1043219067|publisher=Cornell University Press|date=1995|location=Ithaca|isbn=9781501732188|oclc=1043219067|last=Robinson, Geoffrey, 1957-}}</ref><ref>{{Cite book|edition=Cet. 1|title=Genealogi kekerasan dan pergolakan subaltern : bara di Bali Utara|url=https://www.worldcat.org/oclc/607257826|publisher=Prenada|date=2010|location=Rawamangun, Jakarta, Indonesia|isbn=9789793464534|oclc=607257826|last=Suryawan, I Ngurah, 1980-}}</ref> Bahkan, terkait peristiwa pembasmian ini, ia berasumsi bahwa pihak-pihak yang ikut serta dalam pembasmian (atau penumpasan) simpatisan PKI ini mencapai 50.000 jiwa.<ref>{{Cite web|url=https://www.europe-solidaire.org/spip.php?article35084|title=Indonesia 1965: The Forgotten Massacres - Europe Solidaire Sans Frontières|website=www.europe-solidaire.org|access-date=2019-08-27}}</ref> Selain itu, ia juga mencatat terkait pembuangan para tahanan politik (tapol) ke [[Pulau Buru|Pulau Buru, Maluku]]. Jumlah tahanan tersebut (sebelum dibuang ke Pulau Buru) mencapai 250.000 jiwa.<ref>{{Cite web|url=https://daerah.sindonews.com/read/1145654/29/pulau-buru-tempat-pembuangan-tahanan-politik-g30s-1475943746|title=Pulau Buru, Tempat Pembuangan Tahanan Politik G30S|website=SINDOnews.com|language=id-ID|access-date=2019-08-27}}</ref>
 
==== Terkait Peristiwa Purwodadi ====
Salah satu kritiknya yang tajam pada awal [[Orde Baru|Pemerintahan Orde Baru]] ialah terkait [[Pembantaian Purwodadi|Peristiwa Purwodadi]]. Ia mengkritik pemerintahan [[Soeharto|Suharto]] di awal periodenya dengan mengatakan “''Repelita is onzin''” ([[Rencana Pembangunan Lima Tahun|Repelita]] adalah omong kosong). Ia mengatakan bahwa bantuan ekonomi barat kepada Indonesia adalah sama dengan imperialisme ekonomi yang membawa Indonesia memasuki [[Kapitalisme]] Barat.<ref>{{Cite web|url=http://historia.id/politika/articles/purwodadi-skandal-pertama-orde-baru-6lnlv|title=Purwodadi: Skandal Pertama Orde Baru|website=Historia - Obrolan Perempuan Urban|language=en|access-date=2019-01-24}}</ref> Selain itu, pada dekade 1970-an ia pernah menganggap Indonesia pada masa Orde Baru merupakan Indonesia yang memasuki era pemerintahan "Kasta Militer".<ref>{{Cite web|url=https://indoprogress.com/2016/09/trio-habibie-tim-tim/|title=Trio Habibie & Tim-Tim|date=2016-09-06|website=IndoPROGRESS|language=en|access-date=2019-08-27}}</ref>