Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Satriakhan (bicara | kontrib)
Satriakhan (bicara | kontrib)
Baris 72:
Syarif Hidayatullah melakukan dakwah langsung kepada pemimpin masyarakat dan bangsawan setempat dengan cara bijaksana (bi al-hikmah wa mauidha hasanah). Ia mulai dengan memberikan pengetahuan ajaran Islam atau tazkirah (peringatan) tentang pentingnya ajaran Islam dengan cara lemah lembut. Ia bertukar pikiran dari hati ke hati dengan penuh toleransi. Jika cara ini dianggap kurang berhasil maka ia menempuh cara berdebat atau mujadalah. Cara terakhir ini diterapkan terutama kepada orang-orang yang secara teang-terangan menunjukkan sikap yang kurang setuju terhadap Islam. Metode dakwah yang dipergunakan oleh Syarif Hidayatullah telah berhasil menarik simpati masyarakat. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang memiliki sikap sosial yang tinggi dengan banyak memberikan bantuan kepada masyarakat miskin. Ia banyak bergaul dengan bahasa rakyat, sehingga ajarannya dapat dengan mudah diterima.
 
[[Berkas:Theater Room UINUINjkt.jpg|250px|jmpl|ka|Theater Room FST UIN Syarif Hidayatullah|pra=Special:FilePath/Theater_Room_UIN.jpg]]
Syarif Hidayatullah tidak bersikap frontal terhadap agama, kepercayaan, dan adat istiadat penduduk setempat. Sebaliknya ia memperlihatkan keindahan dan kesederhanaan Islam. Yang dilakukannya adalah menunjukkan kelebihan Islam dan persamaan derajat di antara sesama manusia. Dalam rangka membina keberagamaan masyarakat dan berbagai etnis, ia menjalin ikatan perkawinan dengan adik Bupati Banten, putri Kunganten (1475), ibu Maulana Hasanuddin; seorang putri Cina, Ong Tien, pada tahun 1481 (tidak memperoleh keturunan); putri Arab bernama Syarifah Baghdad, ibu dari Pangeran Jaya Kelana dan Pangeran Brata Kelana; dan Nyi Tepasari dari Majapahit, ibu dari Ratu Winahon dan Pangeran Pasarean. Syarif Hidayatullah memiliki peranan yang besar dalam pengukuhan kekuasaan Islam di Sunda Kelapa yang di kemudian hari ia beri nama Jayakarta dan diubah menjadi Batavia oleh Belanda. Penamaan IAIN Jakarta dengan Syarif Hidayatullah antara lain bertujuan menghargai jasa sekaligus menjadikannya sebagai sumber inspirasi bagi pengembangannya di masa yang akan datang.