Masjid Agung Palembang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Arisdp (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Arisdp (bicara | kontrib)
Baris 28:
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Veel mensen op het plein voor de Moskee Palembang TMnr 60033705.jpg|kiri|jmpl|Masjid Agung Palembang di tahun 1930-an]]
Saat terjadi perang antara masyarakat Palembang dengan Belanda di tahun 1659 M, sebuah masjid terbakar. Masjid tersebut merupakan masjid yang dibangun oleh Sultan Palembang kala itu, Ki Gede Ing Suro, yang berlokasi di Keraton Kuto Gawang. Beberapa tahun kemudian, tepatnya di tahun 1738 M, Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama membangun kembali masjid tepat di lokasi berdirinya masjid yang terbakar.<ref>{{Cite web|url=https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masjid-agung-palembang-masjid-sultan-perpaduan-tiga-kebudayaan|title=Masjid Agung Palembang, Masjid Sultan Perpaduan Tiga Kebudayaan|last=|first=|date=|website=indonesiakaya.com|access-date=}}</ref>
 
 
Pembangunan masjid yang baru memakan waktu cukup lama, hingga pada 26 Mei 1748 atau pada 28 Jumadil Awal 1151 tahun Hijriah, masjid tersebut baru diresmikan berdiri. Di awal pembangunannya, Masjid Agung Palembang disebut oleh masyarakat Palembang dengan nama Masjid Sulton. Nama tersebut merujuk pada pembangunan masjid yang diketuai dan dikelola secara langsung oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama.
 
Ketika pertama kali dibangun,masjid ini meliputi lahan seluas 1.080 meter persegi (sekitar 0,26 hektar) dengan kapasitas 1.200 orang. Lahan kemudian diperluas oleh Sayid Umar bin Muhammad Assegaf Altoha dan Sayid Achmad bin Syech Sahab dibawah pimpinan Pangeran Nataagama Karta Mangala Mustafa Ibnu Raden Kamaluddin.<ref>{{Cite web|url=http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/30/|title=Masjid Agung Palembang|last=|first=|date=|website=SIMAS - SISTEM INFORMASI MASJID|access-date=}}</ref>
 
Masjid Agung Palembang sebagai salah satu masjid tertua yang ada di nusantara sudah mengalami berbagai renovasi. Salah satu renovasi terbesar terjadi pada tahun 1999. Renovasi yang dilakukan oleh [[Gubernur Sumatera Selatan|Gubernur]] [[Rosihan Arsyad|Laksamana Muda HajiH Rosihan Arsyad]] tidak hanya memperbaiki bagian yang rusak, tetapi juga merestorasi bangunan masjid dengan menambahkan tiga bangunan baru. Ketiga bangunan tersebut antara lain, bangunan di bagian selatan masjid, di bagian utara, dan bagian timur. Pada renovasi dan restorasi ini, kubah masjid juga mengalami perbaikan di berbagai sisinya.
 
Dari 1819-1821, renovasi dilakukan oleh [[Hindia Belanda|pemerintah kolonial Belanda]]. Setelah itu, ekspansi lebih lanjut dilakukan pada tahun 1893, 1916, 1950, 1970, dan terakhir di tahun 1990-an. Selama ekspansi pada 1966-1969 oleh Yayasan Masjid Agung, lantai kedua dibangun dengan luas tanah 5.520 meter persegi dengan kapasitas 7.750 orang. Selama renovasi dan pembangunan di tahun 1970-an oleh [[Pertamina (Persero)|Pertamina]], menara masjid pun dibangun. Menara dengan gaya asli Cina tersebut masih dipertahankan sampai sekarang. Masjid ini sangat khas dengan tradisi Palembangnya. Sebagian besar kayu yang terdapat di arsitektur masjid memiliki ukiran khas Palembang yang disebut Lekeur.<ref>{{Cite web|urlname=http"://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/30/|title=Masjid0" Agung Palembang|last=|first=|date=|website=SIMAS - SISTEM INFORMASI MASJID|access-date=}}</ref>
 
Saat ini, bangunan asli masjid ini terletak di tengah bangunan baru, diresmikan oleh [[Presiden Indonesia|Presiden kelima Indonesia]], Megawati Soekarnoputri.