Hukum acara pidana Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 8:
{{quote|Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.{{sfn|Wirjono|p=13}}|[[Wirjono Prodjodikoro]], ''Hukum Atjara Pidana di Indonesia'' (1967), hlm. 13}}
== Sejarah ==
Pelaksanaan pidana di Indonesia sebelum masa penjajahn bangsa Eropa sebagian besar dipengaruhi oleh [[hukum adat Indonesia|hukum adat]] yang tidak tertulis dan tidak terkodifikasi.
Setelah datangnya bangsa [[Belanda]], diperkenalkan asas konkordansi (''concordantie-beginsel''), yaitu pemberlakuan undang-undang [[Kerajaan Belanda]] terhadap bangsa Indonesia di [[Hindia Belanda]], diatur oleh pasal 131 ayat (2) huruf a ''[[Indische Staatsregeling]]'' (IS). Pekerjaan memperkenalkan dan menerapkan peraturan perundang-undangan Belanda di Hindia Belanda dilakukan secara berangsur-angsur, dimulai dengan panitia yang dipimpin oleh [[Scholten van Oud-Haarlem]] (1837-1838), [[J.F.W. Van Nes]] (1839-1845), dan [[H.L. Wichers]] (1845-1846).{{sfn|Hamzah (HAP)|p=50-51}}.
Pada ''Staatsblad'' No. 23 Tahun 1847, diumumkan bahwa peraturan-peraturan perundang-undangan baru akan mulai berlaku di Hindia. Pada pasal 4, diumumkan bahwa akan berlaku sebuah ''reglement op de uitoefening van de politie, de burgerlijke recthspleging en de strafvordering onder de Inlanders en de Oosterlingen of Java en Madoera'' ("peraturan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan tata usaha kepolisian, beserta pengadilan sipil dan penuntutan perkara pidana mengenai golongan Bumiputera dan orang-orang yang dipersamakan di [[Jawa]] dan [[Madura]]".){{sfn|Hamzah (HAP)|p=52}} Pasal ini menjadi cikal bakal dari hukum acara pidana yang tertulis pertama di Indonesia.
Pada tanggal 1 Mei 1838, sesuai dengan ''Staatsblad'' No. 57 Tahun 1847, ''Inlandsche Reglement'' dinyatakan mulai berlaku di Jawa dan Madura. IR merupakan penerapan dari pasal 4 Stbld 23/1947 dan mengatur tentang hukum acara perdata dan pidana. Panitia Wichers mengambil sebagian besar materi acra pidana dari peraturan yang berlaku pada saat itu di [[Mahkamah Agung Belanda]].{{sfn|Hamzah (HAP)|p=52-55}}
IR mengalami beberapa kali perubahan, namun yang paling signifikan adalah keluarnya ''Staatsblad'' No. 44 Tahun 1941 yang mengubahnya menjadi ''[[Herziene Inlandsche Reglement]]'' (HIR). Salah satu perbedaan utama IR dan HIR adalah munculnya lembaga penuntut umum ''openbaar ministerie'' yang independen dan tidak lagi berada di bawah birokrasi pemerintah. Upaya untuk menerapkan IR/HIR di luar Jawa dan Madura mengalami masalah karena acara pidana di wilayah tersebut sangat beragam, sehingga pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk menerapkan ''[[Rechtsreglement voor de Buitengewesten]]'' (RBg) melalui ''Staatsblad'' No. 227 Tahun 1927 mulai tanggal 1 Juli 1927.{{sfn|Hamzah (HAP)|p=52-55}}
Selain itu, ada beberapa hukum acara lain yang mengatur lembaga-lembaga peradilan Hindia, seperti:
# ''Reglement op de Stafvordering'' untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan dengannya;
# ''Landgerechtsreglement'' (''Staatsblad'' No. 137 Tahun 1914) untuk pengadilan ''landgerecht'' bagi semua golongan untuk perkara-perkara kecil;
# Pasal 158 IS untuk ''Hoogerechtshof'' (Mahkamah Agung Hindia Belanda).
== Rujukan ==
|