Gundala (film): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Khairul akmal (bicara | kontrib)
Alur: Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 45:
Salah satu preman membelot dan memberi tahu Sancaka dan Wulan bahwa mereka menyaksikan seorang pemain biola terkenal, Adi Sulaiman ([[Rendra Bagus Pamungkas]]), di pasar pada malam pembakaran. Ia mencurigai Adi sebagai orang yang menyalakan api. Sancaka menemui Adi untuk meminta alasan mengapa ia membakar pasar, tetapi Adi yang tampaknya lemah ternyata adalah seorang yang beringas dan menyerang Sancaka dengan busur biolanya. Adi mengungkapkan bahwa dirinya adalah salah satu "anak" yatim piatu Pengkor yang berjuluk ''Sang Penggubah''. Saat menghindari serangan Sancaka, Adi tertabrak oleh bus yang kebetulan lewat.
 
Kepahlawanan Sancaka dan kematian Adi membuat Pengkor dan rekannya ([[Ario Bayu]]) marah. Pengkor melepaskan para "anak" yatim piatunya yang ternyata menjadi agen mata-mata di banyak posisi di seluruh negara, termasuk ''Sang Pelajar'';, Desti Nikita ([[Asmara Abigail]]),; ''Sang Peraga'';, Mutiara Jenar ([[Kelly Tandiono]]),; ''Sang Perawat'';, Cantika ([[Hannah Al Rashid]]),; ''Sang Penempa'';, Tanto Ginanjar ([[Daniel Adnan]]),; ''Sang Peracik'';, Jack Mandagi (Andrew Suleiman),; ''Sang Pembisik'';, Kamal Atmaja ([[Ari Tulang]]),; ''Sang Pemahat'';, Sam Buadi ([[Aming]]),; ''Sang Pelukis'';, Kanigara ([[Cornelio Sunny]]),; dan ''Sang Penari'';, Swarabatin ([[Cecep Arif Rahman]]). Para "anak" Pengkor tersebut berhasil membunuh sejumlah anggota Rumah Perdamaian. Namun saat Swarabatin hendak membunuh Ridwan, Sancaka muncul dan mengalahkannya.
 
Dewan legislatif akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) penawar racun beras itu yang membuat masyarakat gembira. Namun, ketika hasil tes dari laboratorium Rumah Perdamaian sampai di tangan Ridwan, baru diketahui bahwa Pengkor telah menipunya selama ini. Beras yang telah terkena racun sebenarnya tidak mematikan, tetapi penawar racunnya justru mematikan. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa perusahaan farmasi yang memproduksi penawar racun tersebut ternyata dimiliki oleh Pengkor. Ridwan mencoba menghubungi Sancaka untuk memintanya menghentikan distribusi penawar racun, tetapi Pengkor dan "anak-anak"nya telah terlebih dahulu menyerang Sancaka di pabrik sebelum Ridwan berhasil menghubungi Sancaka.