Indonesia dan Persetujuan Paris: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambahkan tulisan |
k Menambahkan tesk |
||
Baris 17:
Presiden Joko Widodo pada COP 21 UNFCCC (''United Nations Framework Convention on Climate Change/COP 21'') di Paris menyatakan bahwa Persetujuan Paris harus mencerminkan keseimbangan, keadilan serta sesuai dengan prioritas dan kemampuan nasional sehingga perlu mengikat, jangka panjang, ambisius namun tidak menghambat pembangunan negara berkembang. Untuk itu, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% di bawah upaya apapun atau ''business as usual'' (BAU) pada tahun 2030 dan dapat dinaikkan sampai 41% dengan kerja sama internasional.<ref>{{Cite web|url=https://www.antaranews.com/berita/591214/ratifikasi-persetujuan-paris-kado-dua-tahun-jokowi-jk|title=Ratifikasi persetujuan Paris kado dua tahun Jokowi-JK|last=antaranews.com|date=2016-10-20|website=Antara News|access-date=2019-10-22}}</ref>
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar sebagai Ketua Delegasi RI pada COP 21 UNFCCC menyatakan bahwa ini langkah bersejarah untuk menciptakan planet bumi yang lebih aman dan berkelanjutan untuk kehidupan kini dan generasi mendatang. Persetujuan Paris sebagai komitmen global dalam mengantisipasi perubahan iklim adalah sejatinya menerjemahkan semangat dari konstitusi dan peraturan perundangan-undangan yang sudah ada. Seluruh pemangku kepentingan di Indonesia harus bekerja bersama untuk melindungi rakyat dari dampak perubahan iklim dan pada saat yang bersamaan memberi contoh komitmen bersama yang tinggi kepada masyarakat internasional.
Keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan Paris merupakan salah satu wujud pelaksanaan Nawa Cita yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo yaitu bentuk peningkatan peran global yang mengamanatkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam mengatasi masalah-masalah global yang mengancam umat manusia termasuk perubahan iklim. Dengan meratifikasi Persetujuan Paris, Indonesia akan menjadi bagian dari Konferensi. Para Pihak (Conference of Parties) yang akan memiliki suara dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait dengan segala bentuk kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Indonesia sebelumnya sudah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change) dan Protokol Kyoto melalui Undang Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto. Dalam rangka memberikan landasan hukum bagi komitmen pemerintah dan pengakuan hukum atas keikutsertaan dalam perjanjian internasional dalam hal ini Persetujuan Paris, maka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa pengesahan Persetujuan Paris harus ditetapkan dalam suatu Undang-Undang. Hal ini terkait dengan substansi dalam Persetujuan Paris yang mengatur tentang norma lingkungan hidup.
== Referensi ==
|