eksistensi dan legalitas formal organisasi Nahdlatul Wathan sebagai
sebuah organisasi sosial kemasyarakatan.
== Aqidah, Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup Organisasi ==
Organisasi [http://www.nw.or.id Nahdlatul Wathan] menganut paham aqidah Islam ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’i''
dan berasaskan Pancasila sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun
1985. Sejak awal berdirinya, organisasi berasaskan Islam dan
kekeluargaan. Asasnya berlaku hingga Muktamar ke-3, dan kemudian diganti
dengan ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’i.'' Perubahan ini terjadi mengingat khittah perjuangan kedua madrasah induk, NWDI dan NBDI.
Adapun sebagai landasan argumentasi Nahdlatul Wathan menganut aqidah ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’i'' adalah sebagai berikut:
1. Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwiyatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam al-Bukhari dalam ''Tarikh al-Kabir'' al-Baihaqi dalam ''Syu‘ab al-Imam'', Abu Dawud, Ibn Huzaimah, Ibn Hibban dan lain-lain yang artinya:
''“Hendaklah kamu bersama golongan terbesar [mayoritas] dan pertolongan Allah selalu bersama golongan mayoritas, maka barang siapa yang memisahkan diri [dari komunitas jama’ah] maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang ahli neraka.”'' [HR Tirmidzi]''.
''“Allah tidak menghimpun ummat ini dalam kesesatan selama-lamanya dan pertolongan Allah selalu bersama golongan mayoritas''.” [HR al-Thabrani].
2. Fakta sejarah menunjukkan bahwa mayoritas umat Islam sedunia dari abad ke abad adalah ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah'' dan bermadzhab dengan salah satu madzhab yang empat dari sejak lahir madzhab itu.
3. Umat Islam Indonesia sejak awal telah menganut aqidah ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah'' dan menganut madzhab Syafi’i sejak madzhab masuk ke Indonesia.
4. Imam-Imam
Hufadz al-Hadits yang telah hafal beratus-ratus ribu hadits yang diakui
oleh kawan atau lawan akan keimanan, ketaqwaan dan keahilan mereka,
serta karangan mereka telah menjadi pokok dan dasar pegangan umat Islam
sedunia sesudah al-Qur’an al Karim, sepenti Imam Bukhari, Imam Muslim,
Imam Abu Dawud, Imam Turmudzi, Imam Baihaqi, Imam Nasa’i, Imam Ibnu
Majah, Imam Hakim dan lain-lainnya dan ratusan Imam ahli al-hadits.
Semuanya menganut aqidah Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah dan bermadzhah
Syafi’i atau yang lainnya dari madzhah yang empat. Demikian juga dari Imam-imam dan ulama fiqh, ushul, tasawwul merekapun menganut aqidah ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah'' dan juga bermadzhab.
5. Jumhur
ulama ushul menandaskan bahwa orang yang belum sampai tingkatan ilmunya
pada tingkatan mujtahid muthlaq maka wajib bertaqlid kepada salah satu
madzhab empat dalam masalah furu’ syari’ah.
6. Fuqaha
‘Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah mengatakan bahwa bermadzhab bukanlah
berarti membuang atau membelakangi al Qur’an dan Hadits seperti tuduhan
sementara orang. Namun sebaliknya bermadzhab adalah benar-benar
mengikuti Al-Qur’an dan Hadits karena kitab-kitab itu adalah syarah dan
Al-Qur’an dan Hadits itu sendiri.
7. Imam Sayuti yang hidup pada awal abad 10 H yang terkenal sangat ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam. Karangan-karangan
dia kurang lebih 600 buah kitab, yang sangat penting dan bernilai
tinggi dikalangan Islam. Dia memperoleh gelar “''Amir al-Mukminin Fi al-Hadits''”
[raja umat Islam dalam ilmu hadits] karena dia telah menghafal
ratusan ribu hadits. Pernah suatu ketika dia menyatakan dirinya telah
mencapai tingkat mujtahid dan terlepas dari madzhab yang diantaranya,
yaitu madzhab Syafi’i. Maka segeralah dia diserang oleh para Imam
ulama’ fiqh, mufassir, muhaddits dan ahli ushul dengan alasan dan dalil
yang sangat jitu dan tepat. Akhirnya dia dengan jujur dan penuh
kesadaran mencabut pernyataannya dan kembali bertaqlid serta bermadzhab
dengan madzhab Syafi’i.
8. Madzhab Syafi’i dilihat dari segi sumber atau dasarnya, lebih unggul dibandingkan dengan madzhab-madzhab yang lain.
Sedangkan tujuan organisasi ini adalah ''Li I’laai Kalimatillah wa Izzi al-Islam wa al-Muslimin'' dalam rangka mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Islam ''Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah ‘ala Madzahib al-Iman al-Syafi’i'' ''Radliyallahu ‘anhu''. Tujuan
ini merupakan penggabungan dan tujuan organisasi dan asas organisasi
sebelum Undang-Undang Nomor 8 tahun 1985 diberlakukan. Peserta Muktamar
ke-8 menghendaki agar asas organisasi terdahulu tidak dihilangkan dengan
adanya ketentuan Asas Tunggal. Kompromi yang dapat dilakukan adalah
memindahkan pernyataan tentang asas Islam tersebut ke dalam tujuan
organisasi, sehingga makna esensial asas tersebut tidak hilang.
== Visi dan Misi ==
|