== Karakteristik ==
AwanMenurut American Geophysical Union, awan noktilusen merupakan awan tertinggi yang berada di atmosfer bumi dan dianggap sebagai awan polar mesosfer.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/global/read/4003038/nasa-temukan-awan-hantu-gumpalan-sisa-meteor-yang-berpendar-biru|title=NASA Temukan Awan Hantu, Gumpalan Sisa Meteor yang Berpendar Biru|last=Augesti|first=Afra|date=2 Juli 2019|website=Liputan 6|access-date=25 Desember 2019}}</ref><ref name=":3" /> Awan ini berbentuk menyerupai [[awan sirus]] yang tipis dan memantulkan cahaya matahari.<ref>{{Cite web|url=https://nationalgeographic.grid.id/read/131773702/awan-es-biru-yang-terbuat-dari-meteor-dan-hanya-bersinar-di-malam-hari|title=Awan Es Biru yang Terbuat dari Meteor dan Hanya Bersinar di Malam Hari|last=Widyaningrum|first=Gita Laras|date=3 Juli 2019|website=National Geographic Indonesia|access-date=24 Desember 2019}}</ref>{{sfnp|Wirjohamidjojo|1985||p=12|ps=}}{{sfnp|Wirjohamidjojo, dkk|2004||p=23|ps=}} Adapun warna dari awan itu bervariasi, yaitu merah, hijau, kuning, putih seperti perak, dan kadang-kadang tidak berwarna.{{sfnp|Wirjohamidjojo|1985||p=12-13|ps=}} Suryanto dan Luthfian (peneliti dari [[Universitas Gadjah Mada]]) mengkategorikan awan tersebut ke dalam jenis awan nontroposferik karena berada 80-85 kilometer atau sekitar 250.000-280.000 kaki di lapisan mesosfer.{{sfnp|Suryanto|Luthfian|2019|p=74|ps=}} Awan-awan nontroposferik seperti awan noktilusen dan [[awan nakreus]] tersusun atas kristal-kristal es dan titik-titik air super dingin yang berasal dari meteor atau pemecahan molekul gas metana.{{sfnp|Gadsden|Schröder|1989|p=138-139|ps=}}{{sfnp|Suryanto|Luthfian|2019|p=78|ps=}}
Awan yang jarang terjadi dan dapat terbentuk dari kristal es ini lebih sering terlihat{{efn|Beberapa awan noktilusen pernah muncul sekitar pukul 15.00-16.00. Namun, warnanya lebih redup dan tidak sebagus apabila muncul pada saat matahari telah terbenam ({{harvnb|Suryanto|Luthfian|2019|pp=70}}).}} saat matahari telah terbenam saja,<ref name=":3">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/global/read/4064942/tragedi-911-hingga-petak-umpet-bulan-5-foto-menakjubkan-dari-angkasa-luar|title=Tragedi 9/11 Hingga Petak Umpet Bulan, Lima Foto Menakjubkan dari Angkasa Luar|last=Augesti|first=Afra|date=17 September 2019|website=Liputan 6|language=id|access-date=23 Desember 2019}}</ref>{{sfnp|Hari|2019||p=45|ps=}} terutama ketika matahari berada di antara 5<sup>0</sup>-13<sup>0</sup> di bawah cakrawala.{{sfnp|Wirjohamidjojo|1993||p=26|ps=}} Awan itu juga hanya muncul ketika musim panas saja – atmosfer atas mulai mendingin dan atmosfer bawah menghangat,<ref name=":4" /> yaitu pertengahan bulan [[Mei]]-[[Agustus]] di bagian bumi utara dan pertengahan bulan [[November]]-[[Januari]] di belahan bumi selatan. Namun, awan tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang dan lebih sering tampak di belahan bumi utara, terutama di negara-negara bagian [[Amerika Serikat]] seperti [[Oregon]], [[Minnesota]], [[Michigan]], [[Nevada]], serta daerah kutub.<ref name=":2" /> Awan ini memiliki warna yang bervariasi, yaitu merah, hijau, kuning, putih seperti perak, dan kadang-kadang tidak berwarna.{{sfnp|Wirjohamidjojo|1985||p=12-13|ps=}}
Earth Observatory milik [[Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat|NASA]] mengungkapkan bahwa awan noktilusen yang muncul pada tahun 2019 telah merambat semakin jauh ke selatan. Michael Carlowicz (redaktur pelaksana Earth Observatory) menambahkan bahwa para peneliti telah menemukan bahwa awan itu membentang ke garis lintang yang lebih rendah dengan frekuensi yang lebih besar.<ref name=":4" />
== Pembentukan ==
Penelitian tentang awan ini pertama kali dilakukan setelah dua tahun meletusnya [[Krakatau|Gunung Krakatau]] pada tanggal [[27 Agustus]] [[1883]], yaitu pada tahun [[1885]].<ref>{{Cite news|title=First Mission to Explore Those Wisps in the Night Sky|url=https://www.nytimes.com/2007/04/24/science/24cloud.html|newspaper=The New York Times|date=24 April 2007|access-date=24 Desember 2019|issn=|language=|first=Kenneth|last=Chang|work=}}</ref><ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.space.com/17407-meteor-smoke-strange-noctilucent-clouds.html|title=Ghostly Night-Shining Clouds Get Their Glow from Meteor Smoke|last=Space.com|first=|date=3 September 2012|website=Space.com|access-date=25 Desember 2019}}</ref> Penelitian tersebut dianggap yang pertama karena tidak ada catatan yang menunjukkan pernah dilakukan penelitian sebelum tahun itu.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://www.idntimes.com/science/discovery/ineu-nursetiawati/fakta-awan-noctilucent-exp-c1c2/full|title=Lima Fakta Awan Noktilusen, Fenomena Alam di Langit Biru Saat Senja|last=Nursetiawati|first=Ineu|date=8 Juli 2019|website=IDN Times|access-date=24 Desember 2019}}</ref> Awan noktilusen muncul pada abad ke-19 akibat dari erupsi Krakatau, meskipun saat itu abu dari gunung yang berada di [[Selat Sunda]] ini telah hilang. Awan itu muncul dengan warna yang pekat dan membentuk pola menyerupai riak listrik biru di langit.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://techno.okezone.com/read/2012/08/14/56/677485/asap-meteor-ciptakan-awan-misterius|title=Asap Meteor Ciptakan Awan "Misterius"|last=Luthfi|first=Ahmad|date=14 Agustus 2012|website=Okezone|access-date=24 Desember 2019}}</ref> Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh, awan ini dapat berwarna biru tipis dikarenakan ada penyerapan [[ozon]] pada lapisan atmosfer yang terkena '''pancaran sinar matahari.'''
Para imuwan meyakini bahwa ada debu di dalam awan ini yang berasal dari material luar angkasa –, tepatnya asap meteor. Selain itu, mereka juga menduga bahwa perwujudan dari fenomena tersebut juga terkait dengan debu vulkanik.<ref name=":0" /><ref name=":1" /> Menurut James Russell (penelitiilmuwan atmosfer dari Universitas Hampton, Virginia), penemuan debu dalam awan ini mendukung teori yang menyatakan bahwa debu meteor adalah agen nukleasi{{efn|Nukleasi adalah peristiwa umum yang terjadi di atmosfer bumi yang lebih rendah ketika debu dapat bertindak sebagai titik pengumpulan serupa untuk kristal es, tetesan air, dan kepingan salju yang muncul di sekitarnya ({{harvnb|Suryanto|Luthfian|2019|pp=70}}).}} terkait terbentuknya awan noktilusen.<ref name=":4" /> T.W. Backhouse (ilmuwan dari Jerman) juga menemukan adanya filamen tipis bercahaya biru listrik di langit pada awan ini.<ref>{{Cite web|url=https://science.nasa.gov/science-news/science-at-nasa/2012/07aug_meteorsmoke|title=Meteor Smoke Makes Strange Clouds|last=NASA Science|first=|date=7 Agustus 2012|website=NASA Science|access-date=25 Desember 2019}}</ref> Sementara itu, Mark Hervig yang melakukan penelitian mengenai awan tersebut dengan menggunakan SOFIE (''Solar Occultation for Ice Experiment'') menemukan adanya keterkaitan pembentukan noktilusen dengan ekstraterestrial (luar bumi), yaitu setidaknya 3% dari setiap kristal es di dalam awan ini merupakan meteor.<ref name=":1" />{{sfnp|Nuttall, dkk|2018||p=120-122|ps=}}
== Galeri ==
|