Genetika perilaku: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Helena Ang (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Helena Ang (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 6:
Penelitian-penelitian lanjutan kemudian memberikan pemahaman bahwa selain faktor lingkungan, genetika juga memiliki relasi dengan pembentukan sikap hidup seseorang. Korelasi genetik dan pengalaman hidup tersebut lalu membentuk identitas diri dan mempengaruhi perangai seseorang dalam suatu lingkungan. Kedua hal ini dicerminkan melalui perilaku individu spesifik seperti cara bicara, respon terhadap kegagalan serta cara menjalin sebuah hubungan interpersonal.<ref>{{Cite web|url=https://www.khanacademy.org/test-prep/mcat/behavior/behavior-and-genetics/a/genes-environment-and-behavior|title=Genes, environment, and behavior|website=Khan Academy|language=en|access-date=2019-11-09}}</ref> Korelasi kemudian semakin dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu pengembangan lain tersebut adalah memfokuskan penelitian genetika perilaku pada identifikasi gen spesifik yang dinilai dapat mempengaruhi dimensi perilaku individu. Beberapa contoh dimensi perilaku individu yaitu [[kepribadian]] dan [[Kecerdasan intelektual|kecerdasan]] individu yang disertai beberapa jenis ''disorder'' lain seperti [[autisme]], [[Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas|hiperaktif]], [[Depresi (psikologi)|depresi]] dan [[skizofrenia]].<ref name=":0" />
== '''Sejarah'''==
Penggunaan metode ''[[:en:Selective_breeding|selective breeding]]'' dan [[domestikasi]] pada hewan dan tumbuhan merupakan bukti paling awal bahwa manusia menganggap gagasan bahwa perbedaan individu dalam perilaku dapat disebabkan oleh sebab alami. Perihal ini menjadi semakin nyata untuk dibuktikan selama abad ke-19, baik secara fisik maupun karakteristik perilaku dapat diubahkan dari generasi ke generasi melalui seleksi sehingga terpisahkan karakteristik yang relevan, atau setidaknya hingga taraf tertentu, yaitu dapat diwariskan. Tidak mengherankan bahwa faktor iklim di mana pembiakan hewan yang telah tampak dibahas efektif pun kemudian menjadi diperdebatkan ulang. Materi bahasan sudah termasuk kemungkinan perlakuan ''[[:en:Selective_breeding|selective breeding]]'' terhadap manusia, yang kemudian menjadi tertuju pada perbaikan kumpulan gen tertentu.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://nuffieldbioethics.org/assets/pdfs/Genetics-and-human-behaviour.pdf|title=Nuffield Council on Bioethics|last=|first=|date=2002|website=|access-date=}}</ref>
Pada mulanya [[Francis Galton]] sebagai seorang [[polymath]] telah mempelajari banyak mata pelajaran termasuk heritabilitas kemampuan manusia dan karakteristik mental. Salah satu penyelidikan awal melibatkan studi silsilah besar tentang pencapaian sosial dan intelektual di kelas atas Inggris. Pada tahun 1869, 10 tahun setelah [[Charles Darwin|Darwin]] ''[[Asal Usul Spesies|On the Origin of Species]]'' dipublikasikan, Galton menuliskan ''[[:en:Hereditary_Genius|Hereditary Genius]]''.<ref>{{Cite web|url=http://galton.org/books/hereditary-genius/|title=Hereditary Genius|last=Galton|first=Francis|date=1869|website=|access-date=}}</ref> Dalam karya ini, Galton menemukan bahwa tingkat "keunggulan" mencapai yang tertinggi di antara kerabat dekat individu-individu terkemuka, dan menjadi menurun ketika tingkat hubungan dengan individu-individu terkemuka juga turun. Ketika Galton tidak bisa mengesampingkan peran pengaruh lingkungan pada hasil keunggulan individu, terdapat sebuah fakta sejarah yang diakui dimana studi ini menjadi awal permulaan dari perdebatan penting terkait peran relatif gen dan lingkungan pada karakteristik perilaku manusia. Melalui karya awal itulah Galton memperkenalkan analisa statistika multivariat yang membuka jalan ke pengembangan modern statistika [http://www.scholarpedia.org/article/Bayesian_statistics Bayesian]. Perihal ini kemudian digunakan di seluruh ilmu pengetahuan dan telah dijuluki “pencerahan statistika”.<ref>{{Cite web|url=https://rss.onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1467-985X.2010.00643.x|title=Darwin, Galton and the Statistical Enlightenment|last=Stigler|first=Stephen M.|date=17/06/2010|website=|access-date=}}</ref>
Selama tahun 1920 hingga 1960-an, pertanyaan dan pemikiran mengenai ''nature and nurture'' telah sangat mendominasi perkembangan penerapan teori yang ada di masa ini. Setelah dipionirkan oleh Francis Galton, perkembangan dari studi ini kemudian berkembang menjadi gerakan ''[[:en:Eugenics|eugenic]]'' sebagai bagian dari pandangan politik di masa itu. Dari sudut pandang positive, penerapan teori ''eugenic'' telah dipakai untuk meningkatkan tingkat kesuburan populasi untuk kalangan masyarakat yang lahir dengan kondisi baik, atau yang lebih kentara disebut sebagai ''well born''. Oleh karena itu, tingkat kecerdasan genetis masyarakat secara umum telah dapat ditingkatkan melalui seleksi ''eugenic''. Pengembangan diawali dari studi sejarah keluarga menggunakan ''[[:en:Pedigree_chart|pedigree chart]]'' dimana observasi menekankan pada faktor keturunan dan pengembangan IQ yang kemudian diadaptasi dan dikembangkan untuk melacak mutasi gen tunggal pada keturunan keluarga, atau lebih sering disebut penyakit ''[https://www.sciencedirect.com/topics/biochemistry-genetics-and-molecular-biology/mendelian-inheritance Mendelian]''. Selain metode tersebut, teknik seperti metode kuantitatif tetap dianggap perlu untuk kepentingan observasi sifat ''[[:en:Polygene|polygenic]]'' individu, yaitu karakter perilaku.<ref name=":1" />
Namun jika dilihat dari sudut pandang negative, penerapan eugenic tersebut dipakai untuk mengurangi dan mencegah kelahiran generasi yang dinilai tidak fit sehingga terjadi pembatasan untuk mengontrol tingkat kesuburan pada angka kelahiran di kategori tertentu. Hal ini diikuti dengan dilakukannya pemisahan dan pengurangan hak untuk berkeluarga. Perkembangan yang telah terjadi melalui metode ini kemudian telah menyebabkan penderitaan yang hebat dan rasa frustasi atas nilai kemanusiaan yang semakin berkembang pesat. Hal ini terjadi setelah adanya berbagai pelajaran kemanusiaan yang diikuti pemahaman dari berbagai pihak. Adapun penerapan ''eugenic'' tersebut dinilai tidak meningkatkan kehidupan generasi yang sudah ada, tidak menerima [[pluralisme]] dan pemahaman [[idealisme]] kesempurnaan manusia. Rangkaian kejadian ini disertai peraturan terburuk yang muncul pada masa itu akibat usaha untuk meningkatkan kualitas populasi manusia melalui [[ideologi]] [[Rasialisme|rasial]] [[Nazisme|Nazi]] atau pun [[Rekayasa sosial (keamanan)|rekayasa sosial]] [[Stalinisme|Stalinist]]. Sepanjang tahun bergulir, pandangan dan pemikiran ''eugenic'' di dunia kemudian berakhir setelah masa [[Perang Dunia I|perang dunia I]] dan [[Perang Dunia II|II]] karena adanya dorongan yang kuat akan keadilan atas kekejaman dan keyakinan yang bermasalah atas dasar kemanusiaan itu sendiri. Setelah masa perang berakhir, pandangan ini pun kemudian hanya didukung oleh kaum politik minoritas yang masih didukung oleh kalangan ilmuwan tertentu.<ref name=":1" />
Dari apa yang telah terjadi selama setengah abad sebelumnya, pemikiran ''eugenic'' telah secara mendalam mempengaruhi perkembangan [[psikologi]] untuk menjadi pengembangan studi genetika perilaku selama beberapa dekade selanjutnya. Adapun tradisi awal dalam pemahaman psikologi individu yang didasarkan pada teknik kuantitatif genetik, dikembangkan ulang di [[Amerika Serikat]] pada tahun 1960-an. Studi spesifik dipublikasikan oleh [[Arthur R. Jensen|Arthur Jensen]] dalam penulisan studi, terutama dalam hal seberapa jauh manusia dapat meningkatkan potensi IQ terkait prestasi pendidikan. Dari perkembangan ini kemudian tidak ada hasil studi yang dapat diterima secara menyeluruh dan diikuti munculnya berbagai pendekatan lain ke perkembangan psikologi individu. Sebagai bagian dari reaksi keras di era 1950 hingga 1960-an, pendekatan selanjutnya lebih dikembangkan dari sisi [[biologi]] secara signifikan. Dimana salah satu yang terpopuler adalah [[psikologi evolusioner]]. Studi diinspirasikan dari teori seleksi alam [[Darwinisme]] dan bertujuan umum untuk melihat bagaimana pola perilaku saat ini dapat dipahami masa perkembangannya. Studi menunjukkan bahwa pola perilaku tertentu telah tersebar luas dan terlihat di berbagai tempat budaya yang berbeda, dimana seringkali diasumsikan bahwa selalu ada tekanan seleksi yang kuat untuk mendukung pembangunan perilaku dan pemilihan varian genetik tertentu ('''genes''<nowiki/>') selalu bertanggung jawab atas perkembangan ini.<ref name=":1" />▼
▲Dari apa yang telah terjadi selama setengah abad sebelumnya, pemikiran ''eugenic'' telah secara mendalam mempengaruhi perkembangan [[psikologi]] untuk menjadi pengembangan studi genetika perilaku selama beberapa dekade selanjutnya. Adapun tradisi awal dalam pemahaman psikologi individu yang didasarkan pada teknik kuantitatif genetik, dikembangkan ulang di [[Amerika Serikat]] pada tahun 1960-an. Studi spesifik dipublikasikan oleh [[Arthur R. Jensen|Arthur Jensen]] dalam penulisan studi, terutama dalam hal seberapa jauh manusia dapat meningkatkan potensi IQ terkait prestasi pendidikan. Dari perkembangan ini kemudian tidak ada hasil studi yang dapat diterima secara menyeluruh dan diikuti munculnya berbagai pendekatan lain ke perkembangan psikologi individu.
Oleh karena itu studi telah menyimpulkan secara umum tentang proses perkembangan individu ([[ontogeni]]) dari proses evolusi yang dianggap ([[filogeni]]) telah menyebabkan penyebaran pola perilaku secara luas. Selama dua dekade hingga tahun 1980-an, prinsip-prinsip [[psikologi evolusioner]] ini telah diterapkan secara luas dalam studi tentang perilaku manusia terlepas dari berbagai kritik yang ada. Secara garis besar, studi genetika perilaku telah dikukuhkan semenjak era kebijakan dan praktik ''eugenic'' terjadi. Ketetapan tersebut telah membentuk fondasi utama dari dasar ilmiah dan diklaim sebagai dasar pengembangan dari ilmu psikologi perilaku yang telah dipicu dari keprihatinan terhadap praktek ''eugenic'' di masa lampau. Namun, fakta perkembangan ini tidak serta-merta menyiratkan penelitian kontemporer lainnya untuk dapat langsung dikaitkan sebagai pertimbangan pandangan ''eugenic''.<ref name=":1" />
Pada akhirnya, yang menjadi dasar penolakan utama terhadap peraturan ''eugenic'' adalah riset [[Ilmu|sains]] yang telah menunjukkan bahwa peraturan pemisahan dan [[Sterilisasi paksa|sterilisasi]] pada kategori tertentu adalah sangat tidak layak, dan dianggap tidak akan pernah mencapai tujuan yang dinyatakan sebagai misi di awal era tersebut. Oleh karena itu, pertentangan dari banyak negara telah terjadi semenjak tahun 1930-an dan resmi berakhir di tahun 1960-an. Seiring perkembangan hingga tahun 1980-an, penelitian moden saat ini menjadi lebih berfokus terhadap pemahaman tingkat heritabilitas pada IQ dan karakteristik perilaku lainnya untuk meningkatkan pengetahuan proses pewarisan sifat-sifat lain dengan menyentuh banyak disiplin ilmu.<ref name=":1" />▼
▲Pada akhirnya, yang menjadi dasar penolakan utama terhadap peraturan ''eugenic'' adalah riset [[Ilmu|sains]] yang telah menunjukkan bahwa peraturan pemisahan dan [[Sterilisasi paksa|sterilisasi]] pada kategori tertentu adalah sangat tidak layak, dan dianggap tidak akan pernah mencapai tujuan yang dinyatakan sebagai misi di awal era tersebut. Oleh karena itu, pertentangan dari banyak negara telah terjadi semenjak tahun 1930-an dan resmi berakhir di tahun 1960-an. Seiring perkembangan hingga tahun 1980-an, penelitian moden saat ini menjadi lebih berfokus terhadap pemahaman tingkat heritabilitas pada IQ dan karakteristik perilaku lainnya untuk meningkatkan pengetahuan proses pewarisan sifat-sifat lain dengan menyentuh banyak disiplin ilmu.
== '''Referensi''' ==
|