Kelong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fauzi Abdul (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: mangkok → mangkuk
Baris 1:
'''Kelong''' merupakan karya sastra sejenis puisi atau pantun Makassar. [[Kelong]] menjadi salah satu bentuk karya sastra klasik yang paling populer di kalangan masyarakat, terutama mereka yang berlatar belakang bahasa dan sastra Makassar. Jenis sastra ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik menyangkut bentuk maupun pengungkapan isinya.
 
Dilihat dari sudut sosial budaya, eksistensi Kelong dan kegemaran masyarakat terhadap jenis sastra Makassar yang lain tidak terlepas dari fungsi umumnya sebagai produk sekaligus sebagai perekam budaya. Dalam kapasitasnya sebagai produk dan perekam budaya, Kelong sarat dengan nilai-nilai budaya, seperti nilai pendidikan dan keagamaan. Di samping itu, Kelong memiliki peranan atau fungsi yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat. Seperti halnya dengan karya sastra yang lain, Kelong juga memiliki peranan dalam membudayakan manusia.<ref>{{Cite book|title=Fungsi Kelong dalam Masyarakat|last=Hakim|first=Zainuddin|date=1998|publisher=Balai Penelitian Bahasa|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=|url-status=live}}</ref>
Baris 39:
''Assengi ri maniakna''
 
''Tenai antu''
 
''Namaknassaja niakna''
 
''Bayang-bayangnna ri jeknek''
Baris 49:
''Lio-liona''
 
''Tallasak tenang matea''
 
''Kuassengi ri maniakana''
Baris 57:
''Naiasani''
 
''Kalengku tonji kugappa''
 
''Kukutaknammi kalengku''
Baris 65:
''Battu ri apai''
 
''Assalak kajaraiannu''
 
''Assenganna Karaennu''
Baris 73:
''Keremae''
 
''Pakrimpunganna nyawanu''
 
''Battu ri Iaji antu''
 
''Kajarianna nyawanu''
 
''Ri Ia tonji''
 
''Lammaliang tallasaknu''
 
''Punna kamma panngassennu''
Baris 89:
''Antei kamma''
 
''Unjukna pakkusiannu''
 
''Kusombai ri maniak-Na''
Baris 97:
''Nakujarreki''
 
''Ri sipak kasekrean-Na''
 
''Lonnu menteng ri tajalli''
Baris 105:
''Salasakontu''
 
''Lonna rua mungkaraknu''
 
''Anngaro-aroko tobak''
Baris 113:
''Mateko sallang''
 
''Na nusassalak kalennu''
 
''Sambayang-bayang dosana''
Baris 119:
''Tumajarreka imanna''
 
''Ri naassenna''
 
''Nasomba kasekrean-Na''
Baris 136:
Yakinlah Dia ada
 
Memang tak tampak
 
Tetapi pasti adanya
 
 
Terbayang dalam air
Baris 145 ⟶ 144:
Tercermin lewat kaca
 
Bidikannya
 
Hidup tak pernah mati
 
 
Kuyakini ada-Nya
Baris 158 ⟶ 156:
Yang kudapati diriku sendiri
 
Kutanyai diriku
 
Kutanyai diriku
 
Kuselidiki jiwaku
Baris 166 ⟶ 163:
 
Asal kejadianmu
 
 
Untuk mengenal Tuhanmu
Baris 175 ⟶ 171:
 
Simpul kehidupanmu
 
 
Kusembah karena memang Dia ada
Baris 184 ⟶ 179:
 
Akan sifat keesaan-Nya
 
 
Dalam bertajalli
Baris 193 ⟶ 187:
 
Jika berpaling dari Dia
 
 
Cepatlah tobat
Baris 202 ⟶ 195:
 
Kamu menyesali diri
 
 
Dosa terbayang-bayag
Baris 326 ⟶ 318:
 
''(Cepatlah bertobat, sebelum ajal tiba, nanti meninggal, engkau menyesali diri.)''
 
 
Kelong di atas, secara transparan, mengingatkan setiap orang yang merasa berdosa agar secepatnya bertobat kepada Tuhan sebelum meninggal. Orang-orang yang berdosa, tetapi tidak pernah bertobat pasti akan menyesal (nasassalaki kalenna). Sebab, untuk menghapus dosa-dosa nanti di akhirat bukan lagi dengan tobat, melainkan dengan api. Masalah pentingnya pembersihan jiwa ini melalui jalan tobat, digambarkan dalam bait kesebelas, seperti berikut.
Baris 376 ⟶ 367:
 
''Diikat dengan salat''
 
 
 
Dari dua Kelong terakhir dapat digarisbawahi bahwa ibadah apa saja yang dilakukan tanpa dibarengi dengan salat, dianggap belum sempurna. Bahkan, salat menentukan posisi ibadah yang lain apakah diterima atau tidak. Salat kunci kebaikan dam keselamatan.
Baris 687 ⟶ 676:
 
''Toali tannga dolangang'' <ref>{{Cite book|title=Taman Sastra Makassar|last=Basang|first=Djirong|date=1986|publisher=Percetakan Offset CV Alam|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=7|url-status=live}}</ref>
 
 
 
Terjemahan:
Baris 699 ⟶ 686:
 
Kembali dari tengah lautan
 
 
Pernyataan takminasayak toali tannga dolangang ‘tak sudi kembali dari tengah lautan’ mengandung makna bahwa nilai-nilai kebenaran yang telah disepakati harus dipertahankan, jika perlu, hingga tetesan darah yang terakhir.Sebab, bergeser dari prinsip semula berarti “sirik”.
Baris 722 ⟶ 708:
 
''Pantang bergeser segigi sisir''
 
 
Keteguhan di dalam membela dan mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran, baik yang diyakini secara individu maupun secara bersama-sama disebut tokdopuli.Masalah inilah yang diamanatkan Kelong (11), (12), dan (13) di atas.Sebab, hanya orang-orang yang berwatak seperti itulah yang dapat diandalkan dalam segala hal. Dalam ungkapan Makassar, orang seperti itu disebut  tau akkulle nilamung batunna ‘orang yang dapat ditanam bijinya. Keteguhan dalam hal membela dan mempertahankan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat digambarkan sebagai berikut.
Baris 781 ⟶ 766:
 
''Menjadi milik orang lain.''
 
 
Kelong (14) di atas menggambarkan ikrar atau keteguhan seorang pemuda di dalam menentukan calon teman hidupnya.Keteguhan hati pemuda tersebut tentu didasari suatu keyakinan bahwa calonnya memang memenuhi syarat untuk dijadikan teman hidup. Dan, ia siap berkorban dalam bentuk apa saja agar gadis pujaannya tidak menjadi milik orang lain. Selanjutnya, sang pemuda berusaha meyakinkan gadis pujannya bahwa ia benar-benar mencintainya.
Baris 808 ⟶ 792:
 
''Anrong tumallassukanta (Arief, 1982:74)''
 
 
 
''Terjemahan:''
Baris 836 ⟶ 818:
 
''Ibunda tercinta''
 
 
 
Ikrar yang disampaikan sang pemuda pada Kelong (15) mencerminkan keinginan berkorban dalam mengantisipasi sederatan tantangan. Pernyataan jammempak nurimaraeng ‘nanti aku meninggal barulah Dinda milik orang lain’, jammengki kirua jammeng ‘kita akan mati bersama’, dan sekre kuburuk kijulu ‘satu kubur kita berdua’ menggambarkan niat yang tulus dan kesedian berkorban. Baik niat yang tulus maupun kesediaan berkorban, semuanya bertumpu pada sikap dasar yang tidak ingin bergeser dari cita-cita dan prinsip semula (tantang ri kontu tojeng).
Baris 886 ⟶ 866:
 
''Merampas kebahagiaanku''
 
 
 
Secara transparan, Kelong di atas menggambarkan pelaksanaan nilai tanggung jawab yang tinggi.Besar kecilnya tanggung jawab itu ditentukan oleh besar kecilnya ruang lingkup tugas dan wewenang.Pelaksanaan suatu tanggung jawab tidak terlepas dari nilai-nilai tertentu yang dianut seseorang, baik karena latar belakang kebudayaan maupun karena ajaran agama.Ajaran agama demikian pula ajaran moral nenek moyang kita menekankan betapa besar tanggung jawab seorang suami terhadap istrinya.Tanggung jawab itu bukan hanya dari segi sandang dan pangan, melainkan lebih dari itu sektor keamanan dan kehormatannya perlu diperhatikan.
Baris 955 ⟶ 933:
 
''Surga yang sebenarnya''
 
 
 
Hidup ini terasa indah, bagaikan tamansurga Firdaus, jika yang satu menghadapi kesulitan, lalu yang lain ikut merasakannya dan bersedia membantunya. Demikian juga sebaliknya, jika yang satu memperoleh keuntungan yang lain pun ikut merasakannya. Itulah salah satu makna yang terkandung dalam Kelong di atas.
Baris 1.015 ⟶ 991:
 
''Ketenteraman di antara kita.''
 
 
Tolong-menolong dalam bidang materi, seperti dalam ungkapan sitanro-tanroipakik ‘nanti kita saling memberi’ atau dalam bidang jasa, seperti dalam ungkapan nakisilomo-lomoang ‘saling memudahkan urusan’ semuanya sangat penting untuk mewujudkan ketenteraman di dalam bermasyarakat.
Baris 1.052 ⟶ 1.027:
''Kamase-mase kuerang''
 
''Takdongkok ri mangkokmangkuk kebok''
 
''Nakikminasa''
Baris 1.091 ⟶ 1.066:
 
''Didudukkan pada tempat yang mulia''
 
 
Salah satu Kelong yang sangat popular di kalangan muda-mudi, terutama di desa, adalah KelongBattu Ratemak ri Bulang. Kelong ini termasuk Kelong tekne pakmaik atau Kelong bergembira.Ketika berkumpul di malam hari menikmati indahnya bulan purnama, kaum muda-mudi bersuka-ria sambil mendendangkan lagu tersebut.Dalam suasana santai, akrab, dan cenderung kocak itu, mereka benar-benar memanfaatkan Kelong sebagai sarana hiburan.
Baris 1.130 ⟶ 1.104:
 
''Jemari pandai memasak''
 
 
Kelong di atas sering juga dilantunkan secara bergantian oleh kalangan muda-mudi.Artinya, bait pertama didendangkan oleh kaum remaja kemudian disambut oleh oleh remaja putri pada bait kedua.Suasana gembira seperti ini sekaligus dimanfaatkan oleh mereka untuk saling bertemu dan mengungkapkan isi hatinya. Untuk lebih menghangatkan suasana, Kelong-kelong yang lain sering pula disampaikan, khususnya untuk mengenal lebih jauh pribadi seseorang.
 
 
Perhatikan Kelong yang memuat dialog antara kaum muda-mudi.
Baris 1.194 ⟶ 1.166:
 
''           Hanya belum dipetik.''
 
 
 
Salah satu Kelong lagi yang sering digunakan untuk menambah semarak suasana yang sedang berlangsung adalah KelongLalakung.Kelong itu disebut juga Kelongpatampulo (Arief,1982:44) karena jumlah baitnya di atas empat puluh. Kelong tersebut berisi aspek pendidikan, kritik sosial atau sindiran, dan curahan perasaan dalam bentuk dialog antara pria dan wanita.
Baris 1.242 ⟶ 1.212:
 
''Aku pun demikian.''
 
 
Penyampaian Kelong seperti ini selalu mengandung tawa ria, terutama jika pihak pria tidak dapat menjawab dengan baik pertanyaan yang disampaikan pihak wanita, atau memberikan jawaban yang ngaur dan tidak sesuai dengan Kelong yang sebenarnya
Baris 1.449 ⟶ 1.418:
 
''Di tempat yang mulia''
 
 
Kelong di atas dapat menjadi pembangkit semangat bagi siapa saja (khususnya anak-anak) yang ingin menggapai martabat yang tinggi di dalam kehidupannya. Dengan ilmu pengetahuan, seseorang tak akan jatuh hina di tengah masyarakat. Sebab, sifat ilmu pengetahuan selalu mengangkat derajat orang yang memilikinya.
Baris 1.537 ⟶ 1.505:
 
''                          Dan sasaran kasih sayangku''
 
 
Kelong di atas menggambarkan arus komunikasi timbal balik antara seorang pemuda dengan seorang gadis. Perasaan cinta yang bergejolak di dalam hati sang pemuda dilahirkan dalam bentuk Kelong. Selanjutnya, sang gadis pun langsung menyatakan isi hatinya lewat Kelong pula. Dalam hal ini, Kelong merupakan titik sentaral pertemuan pandangan dan luapan perasaan dua belah pihak, termasuk antara pencipta dan penikmat sastra.
Baris 1.610 ⟶ 1.577:
 
''           Pasti aku tak bahagia''
 
 
Pesan yang dikomunikasikan secara sepihak lewat Kelong di atas menggambarkan prinsip hidup yang tidak akan menyerah begitu saja. Kebahagiaan merupakan dambaan semua orang. Dengan berbagai cara, semua orang berusaha menggapainya, kalau bukan di sin (di dunia) nanti di sana (di akhirat). Yang pasti kebahagiaan itu tak akan datang seperti datangnya embun di waktu pagi. Akan tetapi, kebahagiaan atau tekne dan sunggu, seperti pada Kelong di atas, baru akan datang jika dibarengi dengan usaha maksimal.