Kartu pers: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
 
== Tindakan Pemalsuan Kartu Pers ==
Kartu pers adalah kartu yang digunakan untuk menunjukkan bahwa orang tersebut berhak untuk meliput sebuah berita. [[Informasi]] yang merebak dimasyarakat adalah menyangkut praktik pemberian kartu pers kepada orang yang bukan [[wartawan]], seperti kepada pejabat, pengusaha, aparat [[hukum]], dan anggota intelijen yang hampir terjadi disemua daerah di [[Indonesia]]. Karena tindakan pemalsuan kartu pers tersebut, [[polisi]] menangkap 2 orang tersangka yang berprofesi sebagai wartawan dan guru honorer. Mereka sudah terbukti melakukan pemalsuan kartu pers dan menjual kartu pers tersebut sebanyak 40 buah kepada masyarakat dengan harga Rp. 100.000,00. Akibat dari perbuatan tersebut, saat keduanya sudah ditangkap oleh pihak kepolisian Medan <ref>{{Cite web|url=https://medan.tribunnews.com/2016/01/27/guru-honorer-dan-wartawan-ini-lakoni-pemalsuan-sim-dan-kartu-pers|title=Guru Honorer dan Wartawan Ini Lakoni Pemalsuan SIM dan Kartu Pers|website=Tribun Medan|language=id-ID|access-date=2020-02-11}}</ref>
Banyaknya keluhan dari [[masyarakat]] mengenai wartawan dadakan atau orang-orang yang mengaku sebagai wartawan agar dapat mencari atau meliput sebuah berita hanya dengan menunjukkan sebuah kartu pengenal atau kartu pers mulai meresahkan warga. Pasalnya orang awam tidak akan mengerti tentang hal tersebut, tentang kartu pers atau wewenang apa saja yang dimiliki oleh pers dalam meliput sebuah [[berita]]. Ternyata menjadi wartawan tidak sekedar hanya memiliki kartu pers atau sekedar bertanya, merekam dan mengambil foto'','' akan tetapi seorang wartawan harus mampu mencari dan menulis berita. Saat ini, selain memiliki kartu pers, wartawan juga perlu melakukan uji kompetensi. Tujuannya agar mereka mampu menjaga kredibilitas pers agar tetap bebas menjalankan fungsinya. Selain itu, dilakukannya uji kompetensi adalah agar wartawan bisa menjaga [[martabat]] insan pers itu sendiri <ref>{{Cite web|url=https://www.banyuwangikab.go.id/berita-daerah/wartawan-juga-perlu-uji-kompetensi.html|title=Armada Sukardi: Wartawan Tidak Sekedar Punya Kartu Pers|last=|first=|date=13 Oktober 2011|website=www.banyuwangikab.go.id|access-date=5 Februari 2020}}</ref>. Informasi yang merebak dimasyarakat adalah menyangkut praktik pemberian kartu pers kepada orang yang bukan wartawan, seperti kepada pejabat, pengusaha, aparat hukum, dan anggota intelijen yang hampir terjadi disemua daerah di Indonesia.Mantan Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA pernah menyebutkan, bahwa pemberian kartu pers merupakan identitas khusus yang sepatutnya hanya dimiliki oleh wartawan terkait dengan profesinya. Beliau juga menambahkan, kartu pers bukan hanya berfungsi untuk pengikat hubungan kerja antara wartawan dengan perusahaan pers yang mempekerjakan, melainkan juga pengakuan terhadap kompetensi dan keprofesionalisme seorang wartawan. Maraknya pemberian kartu pers kepada non-wartawan bisa saja mengandung maksud dan tujuan yang tidak terkait dengan dunia [[jurnalisme]] dan etika jurnalisme sehingga dapat dikategorikan sebagai pelecehan terhadap profesi wartawan, dan dapat melanggar hukum. Dewan Pers mengingatkan agar [[komunitas]] pers dan [[perusahaan]] pers menjaga profesionalitas wartawan dan menjunjung [[kemerdekaan]] pers dengan tidak memberikan kartu pers kepada pihak-pihak lain di luar wartawan.
 
== Tindak lanjut ==