Sejarah Indonesia (1945–1949): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 116.206.14.55 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rachmat04
Tag: Pengembalian
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: komoditi → komoditas
Baris 90:
Menjelang berakhirnya tahun 1945 situasi keamanan ibu kota [[Jakarta]] (saat itu masih disebut [[Batavia]]) makin memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda. Ketua Komisi Nasional Jakarta, Mr. [[Mohammad Roem]] mendapat serangan fisik. Demikian pula, Perdana Menteri Syahrir dan Menteri Penerangan Mr. [[Amir Sjarifuddin]] juga nyaris dibunuh simpatisan Belanda ([[NICA]])<ref name="pamfletkai"/>. Karena itu pada tanggal [[1 Januari]] [[1946]] Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada [[Balai Yasa Manggarai]] untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden [[Soekarno]] dan Wakil Presiden [[Hatta]] beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan pindah ke [[Yogyakarta]] sekaligus pula memindahkan [[ibu kota]]; meninggalkan Perdana Menteri [[Sutan Syahrir]] dan kelompok yang bernegosiasi dengan [[Belanda]] di [[Jakarta]]<ref name="gimonca45">[http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah08.shtml War for Independence: 1945 to 1950]</ref>. Perpindahan dilakukan menggunakan kereta api berjadwal khusus, sehingga disebut sebagai KLB (Kereta Luar Biasa).
 
Perjalanan KLB ini menggunakan [[lokomotif uap]] nomor C2849 bertipe C28 buatan pabrik Henschel, Jerman, dengan rangkaian kereta inspeksi yang biasa digunakan untuk Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang disediakan oleh Djawatan Kereta Api (DKA)<ref name="pamfletkai"/><ref>[http://www.adnanputra.com/artikel_otw_arsip.php?detail=ok&id=9&PHPSESSID=f66e0d584221bb01cd6ac1dec6cc1051 Bhayangkara Pewaris Gajah Mada, Kilas-balik sejarah POLRI]</ref><ref name="pamfletkai"/>. Rangakaian terdiri dari delapan kereta, mencakup satu kereta bagasi, dua kereta penumpang kelas 1 dan 2, satu kereta makan, satu kereta tidur kelas 1, satu kereta tidur kelas 2, satu kereta inspeksi untuk presiden, dan satu kereta inspeksi untuk wakil presiden<ref name="pamfletkai"/>. Masinis adalah Kusen, juruapi (stoker) Murtado dan Suad, serta pelayan KA Sapei<ref name="pamfletkai">Pamflet PT KAI menyambut ulang tahun PT KAI 2015, dipampangkan di Stasiun Yogyakarta</ref>. Perjalanan diawali sore hari, dengan KLB [[rangsir]] dari [[Stasiun Manggarai]] menuju Halte Pegangsaan (sekarang sudah dibongkar) dan kereta api berhenti tepat di belakang kediaman resmi presiden di Jalan Pegangsaan Timur 56<ref name="pamfletkai"/>. Setelah lima belas menit embarkasi, KLB berangkat ke Stasiun Manggarai dan memasuki jalur 6. Kereta api melanjutkan perjalanan ke Jatinegara dengan kecepatan 25 &nbsp;km per jam. KLB berhenti di [[Stasiun Jatinegara]] menunggu signal aman dari [[Stasiun Klender]]. Menjelang pukul 19 KLB melanjutkan perjalanan dengan lampu dimatikan dan kecepatan lambat agar tidak menarik perhatian pencegat kereta api yang marak di wilayah itu<ref name="pamfletkai"/>. Barikade gerbong kosong juga diletakkan untuk menutupi jalur rel dari jalan raya yang sejajar di sebelahnya.
 
Selepas Setasiun Klender, lampu KLB dinyalakan kembali dan kereta api melaju dengan kecepatan maksimum 90 &nbsp;km per jam. Pada pukul 20 KLB berhenti di [[Stasiun Cikampek]]. Pada pukul 01 tanggal [[4 Januari]] [[1946]] KLB berheti di [[Stasiun Purwokerto]], dan kemudian melanjutkan perjalanan hingga tiba pada pukul 07 di [[Stasiun Yogyakarta]]<ref name="pamfletkai"/>.
 
=== Diplomasi Syahrir ===
Baris 147:
Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar benar sangat tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.
 
Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik dalam waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar 100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar dari pasukan itu tidak aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang. Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditikomoditas dari Jawa (khususnya gula) dan Sumatra (khususnya minyak dan karet).
 
=== Agresi Militer I ===