Perang Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ciko (bicara | kontrib)
baru
 
Ciko (bicara | kontrib)
Baris 37:
Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk [[pasukan marsuse]] yang dipimpin oleh Christoffel dengan pasukan [[Colone Macan]] yang telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh untuk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.
 
Taktik berikutnya yang dilakukan Belanda adalah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya Christoffel menculik permaisuri Sultan dan [[Tengku Putroe]] ([[1902]]). [[Van Der Maaten]] menawan putera Sultan [[Tuanku Ibrahim]]. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal [[5 Januari]] [[1902]] ke [[Sigli]] dan berdamai. Van Der Maaten dengan diam-diam menyergap [[Tangse]] kembali, [[Panglima Polim]] dapat meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya ditangkap putera Panglima Polim, [[Cut Po Radeu]] saudara perempuannya dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim meletakkan senjata dan menyerah ke [[Lokseumawe]] (pada Desember [[1903]]). Setelah Panglima Polim menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak Panglima Polim.
 
Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat Aceh yang dilakukan dibawah pimpinan [[Van Daalen]] yang menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di [[Kuta Reh]] ([[14 Juni]] [[1904]]) dimana 2922 orang dibunuhnya, yang terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149 perempuan.
 
Taktik terakhir menangkap [[Cut Nya Dien]] istri Teuku Umar yang masih melakukan perlawanan secara gerilya, dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke [[Cianjur]].
 
==Surat perjanjian tanda menyerah==