Mangai binu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 14:
=== Pelaksanaan ===
Para ''emali'' menjelajahi kampung-kampung yang jauh untuk mencari mangsa. Periode saat mereka berburu disebut ''bawa nemali.'' Jika ''mangai binu'' didasarkan balas dendam, maka ''emali'' melakukan tebasan ke tubuh lawan menggunakan ''tolögu'', mulai dari pangkal leher sebelah kiri lalu secara diagonal mengarah ke bagian bawah ketiak sebelah kanan. Tebasan ini menyisakan kepala dan bagian tangan kanan yang masih menyatu. Mereka akan pulang dengan menenteng potongan kepala di bahu sementara tangan kanan korban didekapkan ke dada.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6821|title=Emali|last=|first=|date=|website=Warisan Budaya Takbenda Indonesia|access-date=17 Februari 2020}}</ref> Terkadang, 'pemesan' ''binu'' menyuruh ''emali'' untuk menangkap lawannya hidup-hidup untuk kemudian dipenggal di atas batu ''awina''. Para emali diberi upah sebesar enam ekor babi berukuran lima ''alisi.{{efn|name=alisi}}''{{Sfn|Sonjaya|2008|p=67b|ps="Bahkan ada binu yang ditangkap hidup-hidup dan baru dipenggal di atas awina dengan disaksikan orang banyak. (...) Harganya sangat mahal, yakni 6 x 5 alisi babi."}}
 
Jika ''binu'' didapatkan dari hasil perang, maka kepala kelompok musuh akan dipasang di atas sebuah batu tinggi sementara kepala para prajuritnya akan dikubur.{{Sfn|Wiradnyana|2010|p=49|ps="(…), biasanya kepala yang digantung adalah kepala dari pemimpin musuh dan yang dikubur adalah kepala dari kelompok masyarakat biasa."}} Dalam kasus lain, ''binu'' musuh yang tewas saat perang atau menjadi tawanan digantung di ''osale''.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210|ps="}}
[[Berkas:Tolögu.jpeg|jmpl|Tolögu, pedang yang digunakan dalam berburu kepala|pra=Special:FilePath/Tolögu.jpeg]]
 
Baris 42 ⟶ 44:
Tradisi ''mangai binu'' diadakan untuk beberapa alasan, yaitu memperoleh ''binu'' untuk melayani seseorang di alam kubur, fondasi bangunan, dan penanda status sosial.
 
Kepala manusia biasanya dimintakan oleh seorang ayah kepada putra sulungnya untuk disertakandiletakkan kedi dalamsebelah kuburmayatnya sebagai pelayannyapelayan di alam baka. Dalam upacara kematian tradisional, ketika daging yang melekat pada mayat telah habis, tengkoraknya akan ditanam di bawah sebuah [[megalit]] yang didirikan di depan rumahnya. Mukanya menghadap rumah dan dikuburkan bersama ''binu''.{{Sfn|Beatty|1992|p=43|ps="(..) were in the care of the eldest son. It was usually he who was instructed by the dying father to obtain human heads for the funeral ceremony."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=230|ps="(...), a head might be taken for a funeral ovasa at which a stone was erected by the deceased man's successor."}}{{Sfn|Wiradnyana|2010|p=156|ps="Setelah daging yang melekat pada mayat itu habis, (…), lalu ditanam di bawah ''behu'' (batu berdiri). (…). Muka tengkorak itu menghadap ke depan rumah dan di antara tengkorak itu diletakkan binu untuk keperluan sebagai bantal, pembantu, penjaga."}}
 
Jumlah ''binu'' yang diperoleh oleh seseorang akan menentukan [[status sosial]] seorang lelaki. Terlebih jika dia ingin meminang seorang wanita, dia harus menunjukkan kepala buruannya kepada keluarga calon istri. Keberhasilannya mendapatkan ''binu'' akan dikaitkan dengan keberhasilan orang tua dan leluhurnya dalam membesarkan dia. Hal ini menjadikan tradisi ini ajang peningkatan status sosial diri sendiri dan keluarga.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2508078/kisah-emali-pemburu-kepala-manusia-untuk-teman-di-alam-kubur|title=Kisah Emali, Pemburu Kepala Manusia untuk Teman di Alam Kubur|last=Liputan6.com|date=2016-05-27|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref>
Baris 56 ⟶ 58:
Beberapa [[Hoho|kisah]] tentang perburuan kepala menyebar di masyarakat Nias.
 
Di Nias selatan Nias, terdapat kisah tentang Awuwkha yang [[menhir]] kuburnya berdiri di [[Sifalago Gomo, Boronadu, Nias Selatan|Sifalagö Gomo]].{{Sfn|Sonjaya|2008|p=63|ps="Di antara batu-batu itu, yang paling menarik perhatian saya adalah sebuah behu berukuran sangat besar. (...) Oleh karena ukurannya yang besar itu, saya sangat tertarik untuk menelusuri asal-usulnya. (...), bernama Awuwukha.}}{{Sfn|Horor|2011|p=80|ps="Menhir Awuwukha merupakan situs yang terbuat dari batu."}} Dituturkan bahwa seorang pemuda tinggal bersama ibu dan tujuh orang saudaranya di [[Börönadu]] sekitar seratus lima puluh tahun lalu.{{Sfn|Afif|2018|p=176|ps="Menurut Sonjaya (2008:63), Awuwukha hidup sekitar lima generasi (setiap generasi sama dengan 25 tahun) lalu. Sementara menurut Thomsen (dalam Zebua, 2008), Awuwukha hidup jauh lebih lama, yaitu sekitar tujuh generasi yang lalu."}} Pada suatu hari, seorang pemuda dari kampung Susua mengajak warga Börönadu untuk menghadiri pelaksanaan pesta ''owasa'' di kampung mereka. Saat melewati rumah Awuwukha, ibu Awuwukha meneriaki pemuda tersebut dengan menghina kemaluannya. Pembawa pesan tersebut marah lalu kembali ke Börönadu. Beberapa hari kemudian, dia datang lagi ke Börönadu bersama beberapa pemuda kampungnya untuk membalas kemarahannya dengan membakar rumah sang pemuda dan saudaranya. Mereka juga membakar lumbung padi milik seorang tokoh adat bernama Laimba. Si pemuda hanya bisa menyaksikan kejadian tersebut tanpa berbuat apa-apa.<ref name=":1" /> Di depan ibunya, pemuda tersebut bersumpah akan memenggal kepala orang-orang yang terlibat dalam pembakaran tersebut. Meski tidak disetujui ibunya dan Laimba, dia nekat pergi untuk memenuhi janjinya menuju Susua. Beberapa hari kemudian, si pemuda pulang dengan membawa karung berisi belasan kepala manusia. Hal ini membuat Laimba takut akan terjadi pertumpahan darah selanjutnya. Para penduduk Susua menyusun rencana untuk membunuh sang pemuda, namun selalu gagal karena kekuatannya dalam bertarung. Kehebatan si pemuda pun tersiar di seluruh Nias dan dia dikukuhkan sebagai tokoh melalui ''owasa'', upacara tertinggi di masyarakat Nias. Dia diberi gelar ''Awuwukha'' yang berarti 'jurang yang terjal'.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=65|ps="Awuwukha adalah gelar yang diperoleh saat penyelenggaraan pesta tersebut. Nama itu berarti "jurang yang terjal" (...)"}} Perkataan seseorang yang telah menunaikan ''owasa'' secara otomatis akan menjadi hukum.<ref name=":1" /> Menjelang kematiannya, Awuwukha berpesan bahwa ia ingin dikuburkan bersama lima orang yang akan melayaninya di alam kubur. Masing-masing bertugas menyiapkan minum, menyiapkan makanan, membuat [[Tradisi bersirih|sirih pinang]], memijat, dan menjagai kuburnya. Anak-anaknya segera mencarikan lima kepala untuk penguburan Awuwukha.{{Sfn|Afif|2018|p=179|ps="Hal ini berarti anak-anak Awuwukha harus melakukan mangai binu, karena tak kuasa menolak wasiat leluhur."}}<ref name=":1" />
 
Sementara itu, di Nias bagian utara terdapat kisah tentang bersaudara Gondiu dan Latitia. Gondiu lahir di Boto Niha Yöu, sementara Latitia di Mazingö.{{Sfn|Modigliani|2010|p=212|ps="}} Ketika mereka beranjak dewasa, mereka berselisih dan berencana untuk saling memburu kepala. Pada suatu hari, mereka berjanji untuk berduel di GunungBukit Botombawo yang terletak di tengah pulau. Mereka saling menyerang dari jarak jauh namun gagal. Ketika mereka berdua mendekat untuk saling menyerang lagi, entah bagaimana, tubuh mereka saling menempel sehingga tidak dapat bergerak. Mereka memutuskan untuk berdamai dan beristirahat. Latitia megambil pinang dari tasnya untuk diberi kepada Gondru tetapi tidak cukup. Dia melempar buahnya ke tanah dan seketika pohon pinang tumbuh. Mereka kemudianlalu membawa kabar ke masing-masing kampung mereka bahwa mereka membawa banyak ''binu,'' dan ''binu'' tersebut adalah pinang. Para warga yang mencoba takjub dengan rasanya dan berkata ''binu'' yang satu ini lebih bermanfaat daripada ''binu'' manusia. Sejak saat itu, mereka mulai menanam pinang dan sirih untuk membuat campuran yang bisa dikunyah. TanamanPara tesebutpemburu berbuahkepala lebatdi danNias merekautara berhenti memburu kepala denganakhirnya beralih profesi sebagai petnipetani.{{Sfn|Modigliani|1980|p=212-213|ps="}}
 
=== Adu Mbinu ===