Upuh Ulen-ulen: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Firdaus Aulia (bicara | kontrib)
Telah ditambahkan ke kategori
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 8:
Sehubungan dengan masa lalu orang gayo, ada yang mencoba menganalis hasil ragam hias kerawang. Meskipun pendekatan ini tidak dipelajari secara mendalam, raga hias kerawang di Gayo ini terpahat pada bagian-bahagian tertentu dari rumah; berupa dari lambang-lambang bahagian tubuh dari binatang, yang mengingatkan pada pada zaman batu muda (neolitik). Lambang-lambang itu sebagai selain hiasan, juga terkait pada sistem kepercayaan mereka, seni hias yang semakin berkembang, terlihat pada ukiran-ukiran geometris yang ada pada dinding atau tangga rumah. Selanjutnya pengaruh islam membendung mereka untuk membuat patung-patung, yang diangap bertentang dengan norma agama yang mereka anut (Harun, 1962: 8 – 11). Sehubungan dengan ragam hias ini, sebenarnya ada ragam corak hias yang dikenal dan hidup dalam kehidupan masyarakat Gayo. Ragam hias ini terwujud pada barang anyaman seperti tikar, bermacam-macam wadah yang dianyam minsalnya apa yang disebut <span lang="gay" dir="ltr">tape</span>, sentong, <span lang="gay" dir="ltr">[[bebalun]]</span>. Semua ini merupakan benda upacara. Ada pula ragam hias pada tembikar dengan berbagai motif dan nama-nama hiasan seperti: kekukut, memayang, kekuyang, gegenit, tapak tikus, dan lain-lain. Ragam hias itu juga terdapat pada pakaian dengan motif dan nama sendiri pula. Nama-nama hiasan itu pada umumnya diambil dari nama unsur tubuh binatang, seperti telapak kaki tikus, kaki lipan disamping gejala alam minsalnya awan berarak (emun berangkat) semua itu tentu mengandung pesan budaya sehubungan dengan kehidupan mereka dimasa lalu.
 
Pertama sekali ukiran kerawang ditemukan pada ornamen [[umah pitu ruang]] ( rumah adat suku Gayo sehingga memperindah nilai bentuk umah pitu ruang itu sendiri ).
[[Berkas:Umah-Pitu-Ruang-Gayo.jpg|jmpl|200px|Rumah Adat Gayo Pitu Ruang]]
Sedangkan umah pitu ruang itu sendiri adalah mahar atau permintaan dari seorang putri dari [[kerajaan Johor]] yang dipinang oleh [[Adi Genali]] [[Kerajaan Linge|raja Linge]] Pertama pada abad ke 10. bangunan umah pitu ruang sangat erat kaitannya dengan ukiran kerawang sehingga mengandung nilai-nilai filsafat dalam kehidupan masyarakat. Angka <span lang="gay" dir="ltr">pitu</span> ruang (tujuh ruang) merupakan pondasi iman dalam kehidupan yang memhubungkan manusia dengan Allah SWT. Ruang pertama diidentik dengan Alqur’an, ruang kedua merupakan hadist, ruang ketika adalah ijma', ruang keempat adalah kias, ruang kelima adalah <span lang="gay" dir="ltr">edet</span>, ruang ke enam adalah <span lang="gay" dir="ltr">resam</span> dan ruang ketujuh adalah atur. Dengan arti lain pitu ruang merupakan konsep pertikal antara manusia dengan Allah. Sedangkan kerawang merupakan Konsep horizontal antara sesama manusia edet, resam dan atur merupakan konsep horizontal antara sesama manusia. Sedangkan hasil refleksi manusia dengan alam melahirkan sebuah budaya yang terangkum dalam kehidupan kebudayaan manusia. Salah satunya adalah kerawang. Nama atau bentuk ukiran kerawang adalah ornamen alam yang menjadi simbul dan identitas dari mansyarakat yang lahir dari karsa dan cipta manusia itu sendiri.
Baris 62:
* [[Suku Gayo]]
{{Suku Gayo}}
 
[[Kategori:Budaya Indonesia]]
[[Kategori:Gayo]]
[[Kategori:Adat_GayoAdat Gayo]]