Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 3:
 
== Keadaan bangunan ==
Rumah Tinggal HasmoNotosoegondo SugijartoSalatiga dibangun pada awal abad ke-20 dan diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun. Rumah ini terletak di kawasan strategis, yaitu Jalan Moh. Yamin (dahulu bernama ''Julianalaan'').<ref>{{Cite web|url=https://www.solopos.com/wisata-salatiga-ini-11-benda-cagar-budaya-714261|title=Wisata Salatiga: Ini 11 Benda Cagar Budaya|last=Saputra|first=Imam Yuda|date=27 April 2016|website=Solopos|access-date=12 Maret 2020}}</ref>{{sfnp|Supangkat|2012|p=21|ps=: "(...) Itulah sebabnya mereka seakan berlomba membangun rumah-rumah dan bangunan dengan arsitektur Eropa yang berhalaman luas di kanan-kiri ''Toentangscheweg'', sampai akhirnya daerah tersebut benar-benar menjadi kawasan permukiman orang Eropa (''Europeesche Wijk'')".}} Pada masa pemerintahan ''gemeente'' (kotapraja), kawasan tersebut berkembang menjadi pusat kota yang dikenal dengan nama ''Europeesche Wijk.{{sfnp|Anwar|2019|p=147|ps=: "Untuk wilayah yang saat ini bernama Jalan Diponegoro, Jalan Yos Sudarso, Jalan Patimura, Jalan Moh. Yamin, pada masa kolonial adalah zona ''Europeesche Wijk'' dihuni oleh orang Eropa yang kaya-raya (...)"}}'' Menurut Prakosa dan Supangkat, kawasan ini hanya boleh ditempati oleh orang-orang Eropa, Timur Asing, dan masyarakat pribumi yang memiliki penghasilan setara dengan pegawai Eropa, yaitu kategori golongan gaji A (gaji tertinggi).{{sfnp|Prakosa|2017|p=16|ps=: "Selain diskriminasi dalam lapangan politik, ekonomi, sosial, dan hukum, pemerintah kolonial juga membedakan penduduk dalam pola permukiman. Mereka dikelompokkan dalam lokasi tertentu berdasarkan golongan etnis. Golongan Eropa, misalnya, bermukim di sekitar ''Toentangscheweg'' (...)"}}{{sfnp|Supangkat|2012|p=35|ps=: "(...) Itulah sebabnya mereka seakan berlomba membangun rumah-rumah dan bangunan dengan arsitektur Eropa yang berhalaman luas di kanan-kiri ''Toentangscheweg'', sampai akhirnya daerah tersebut benar-benar menjadi kawasan permukiman orang Eropa (''Europeesche Wijk'')".}}
 
 
Bangunan rumah tinggal ini merupakan salah satu bukti fisik dari konsep kota modern yang memperlihatkan ciri arsitektur kolonial.
 
Merupakan kompleks bangunan rumah tinggal yang terdiri atas bangunan induk dan paviliun di sisi kiri bangunan.
 
belum ada perubahan desain maupun renovasi bentuk
 
menggunakan pondasi batu kali yang tinggi untuk menghindari resapan air supaya tidak merusak tembok tanpa lapisan semen
 
rumah tinggal beratapkan perisai ganda tiga dengan pendopo berbentuk gazebo pada sudut bangunan dan dilengkapi jendela-jendela persegi panjang
 
di sebelah kiri bangunan terdapat ruang keluarga yang menunjukkan bahwa rumah ini memiliki penghuni yang banyak
 
luas bangunan dan pekarangan sampai Jalan Margosari mulai ditempati oleh keluarga Hasmo sugiarto sejak tahun 1950.
 
hasmo sugiarto memiliki seorang istri yang berprofesi sebagai bidan dan memiliki 7 orang anak yang semuanya perempuan.
 
 
Kondisi bangunan ini terawat dengan baik, bentuk bangunannya masih asli dengan estetika bangunan bergaya art deco Indo-Eropa.<ref name=":0">{{Cite web|url=http://salatigakota.go.id/PariwisataBcb.php|title=Bangunan Cagar Budaya|last=Pemerintah Kota Salatiga|first=|date=tanpa tanggal|website=Pemerintah Kota Salatiga|access-date=12 Maret 2020}}</ref> dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.<ref name=":0" />
 
 
Setidaknya hingga tahun 2020, kondisi fisik bangunan rumah tersebut terawat dengan baik, ..... Rumah tinggal yang berdekatan dengan [[Kantor Pos Salatiga]] tersebut terdaftar sebagai salah satu cagar budaya di Salatiga dengan Nomor Inventaris 111-73/Sla/67. Pada tanggal [[17 Juni]] [[2015]], bangunan ini menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lainnya, yaitu [[GPIB Tamansari Salatiga]], Susteran OSF St. Fransiskus Xaverius, [[Rumah Tinggal Notosoegondo]], dan Rumah Tinggal di Jl. Semeru No. 20 Salatiga.<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/pemberian-kompensasi-pelestari-cagar-budaya-kota-salatiga/|title=Pemberian Kompensasi Pelestari Cagar Budaya Kota Salatiga|last=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|first=|date=19 Juni 2015|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=11 Maret 2020}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/bangunan-bangunan-di-kota-salatiga-penerima-kompensasi-pelestarian/|title=Bangunan-Bangunan di Kota Salatiga Penerima Kompensasi Pelestarian|last=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|first=|date=19 Juni 2015|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=11 Maret 2020}}</ref>
 
{{Sedang ditulis}}
 
== Lihat pula ==
<gallery>