Angulimala: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pranala luar: hapus templat rintisan
Masa muda: pranalakan ke Taxila, daripada merah
Baris 87:
[[Buddhaghosa]] menyatakan bahwa sang ayah menamai anaknya Ahiṃsaka, yang artinya 'orang tak berbahaya'.{{sfn|Malalasekera|1960}} Ini berasal dari kata ''[[Ahimsa|ahiṃsa]]'' (tanpa kekerasan), karena tak ada orang yang tersakiti pada masa kelahirannya, meskipun ada pertanda-pertanda buruk.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}} Menurut ulasan dari [[Dhammapāla]], awalnya ia dinamai Hiṃsaka ('orang berbahaya') oleh sang raja yang khawatir, tapi nama tersebut kemudian diganti.{{sfn|Malalasekera|1960}}
 
Saat dewasa, Ahiṃsaka menjadi orang yang tampan, cerdas, dan berperilaku baik.{{sfn|Wilson|2016|p=286}}{{sfn|Zin |2005|page=707}} Sebagai pengakuan atas prestasi akademiknya yang luar biasa dan latar belakang keluarganya dari [[Brahmana]] yang terhormat, ia terpilih masuk ke [[Universitas Taxila kuno|Universitas Taxila]] yang tersohor. Selain itu, ia diberi hak istimewa untuk belajar di bawah bimbingan guru terkemuka, Acariya Disapamuk.{{sfn|Kumarasiri|2004|p=8}} Di sana, ia unggul dalam pelajaran dan menjadi murid kesayangan gurunya, serta mendapatkan hak-hak khusus di rumah gurunya. Namun, murid-murid yang lain menjadi iri dengan kemampuan Ahiṃsaka dan berusaha agar ia dimusuhi guru.{{sfn|Malalasekera|1960}} Akhirnya, mereka menuduh Ahiṃsaka menggoda istri gurunya.{{sfn|Wilson|2016|p=286}} Karena tak berniat atau tak dapat menyerang Ahiṃsaka secara langsung,{{refn|group=note|[[Dhammapala|Dhammapāla]] menyatakan bahwa Ahiṃsaka "sekuat tujuh gajah", sementara pustaka lain menyatakan bahwa sang guru khawatir reputasinya akan jatuh jika diketahui bahwa ia membunuh murid.{{sfn|Zin |2005|page=708}}{{sfn|Gombrich|2006|pp=138–9}}}} sang guru berkata bahwa pendidikan Ahiṃsaka sebenarnya hampir selesai, tapi ia harus memberikan tanda terima kasih kepada gurunya, sebelum sang guru menyatakan kelulusannya. Sebagai pembayaran, sang guru meminta seribu jari manusia, masing-masing diambil dari orang yang berbeda, karena berpikir bahwa Angulimala pasti terbunuh dalam upaya memenuhi permintaan yang mengerikan itu.{{sfn|Malalasekera|1960}}{{sfn|Zin |2005|page=707}}{{refn|group=note|Beberapa versi cerita menyebut ratusan jari, sementara sumber lain menyebut ribuan.{{sfn|Zin |2005|page=708}}{{sfn|Analayo|2008|p=141}} Dhammapāla menyatakan bahwa Angulimala diwajibkan untuk mengambil seribu jari dari tangan kanan saja,{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} tampaknya tak menyadari bahwa itu dapat dicapai dengan membunuh 200 orang,{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} atau dengan mengambil jari-jari dari jenazah.{{sfn|Thompson|2017|p=176}} Di sisi lain, [[Buddhaghosa]] menyatakan bahwa Angulimala dikisahkan "membunuh seribu kaki," dan hanya mengumpulkan jari-jari sebagai alat bantu agar hitungannya akurat.{{sfn|Gombrich|2006|p=142}}}} Menurut Buddhaghosa, Ahiṃsaka menentangnya, dengan berkata bahwa ia berasal dari keluarga baik-baik, tapi sang guru membujuknya.{{sfn|Gombrich|2006|p=139}} Namun menurut sumber lain, Ahiṃsaka tak menentang perintah gurunya.{{sfn|Wilson|2016|p=286}}
 
Dalam versi lain diceritakan bahwa istri gurunya berniat untuk menggoda Ahiṃsaka. Karena Ahiṃsaka menolak, ia menjadi tak senang dan berkata kepada suaminya bahwa Ahiṃsaka telah berusaha untuk menggodanya. Kemudian kisah tersebut berlanjut ke jalan cerita yang sama.{{sfn|Buswell|Lopez|2013}}{{sfn|Zin |2005|page=707}}