Sejarah kelapa sawit di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
regulasi
Perintis: update nasionalisasi
Baris 14:
Perkebunan kelapa sawit berskala besar kemudian dibuka untuk pertama kalinya pada tahun 1911 oleh perusahaan yang didirikan oleh Adrien Hallet asal [[Belgia]] dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra (Deli) dan Sungai Liat, Aceh, melalui perusahaannya yang bernama Sungai Liput Cultuur Maatschappij,<ref name=":5" /> dengan luas 5.123 hektare.<ref name=":4" />
 
Pada tahun 1911 tercatat ada tujuh perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni Onderneming Soengei Lipoet, Onderneming Kuala Simpang, N.V Moord Sumatra Rubber Maatschappij, Onderneming Soengei Ijoe, Tanjung Suemanto', Batang Ara, dan Mopoli, yang sebagian besar memiliki kebun-kebun karet. Di Aceh Timur pada tahun 1912 terdapat 18 konsesi perkebunan karet dan kelapa sawit dan kembali bertambah menjadi 20 perusahaan perkebunan pada tahun 1923, dengan rincian 12 adalah perusahaan perkebunan karet, tujuh perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kelapa.<ref name=":11">{{Cite journal|last=Halimatussa’diah Simangunsong|first=Suprayitno|year=2019|title=Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing di Aceh Timur (1945-1968)|url=https://ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/JS/article/view/231|journal=Sindang, jurnal pendidikan sejarah dan kajian sejarah|volume=1|issue=2|pages=70|doi=|issn=2623-2065}}</ref>
 
Pada tahun 1911-1912 didirikan pusat perbenihan kelapa sawit di Marihat. bernama Algemene Vereneging voor Rubberpalnters ter Oostkus van Sumatera (AVROS), di Sumatra Utara dan Rantau Panjang, Kuala Selangor.<ref name=":4" />
Baris 20:
Ekspor kelapa sawit pertama terjadi pada tahun 1919 yang berasal dari perkebunan di Pesisir Timur Sumatra. Namun, memasuki Perang Dunia Pertama, produksi kelapa sawit berjalan lambat dan baru setelah Depresi Besar tahun 1921, aktivitas penanaman kelapa sawit kembali bergairah. Pada tahun 1924, luas area perkebunan kelapa sawit meningkat dari 414 hektare menjadi 18.801 hektare.Di Jawa juga muncul pabrik-pabrik minyak kelapa sawit berskala kecil yang memproduksi sabun dan mentega.<ref name=":5" />
 
Pada tahun 1925, lahan kelapa sawit yang telah ditanami di Sumatra mencapai 31.600 hektare dan terus bertambah menjadi 75.000 hektare pada tahun 1936<ref name=":1" /> dari hanya seluas 6.920 hektare tahun 1919. Produksi kelapa sawit dari tahun 1919 ke tahun 1937 melonjak drastis dari 181 ton menjadi 190.627 ton crude palm oil (CPO) dan 39.630 ton kernel oil.<ref>{{Cite book|url=http://www.intechopen.com/books/biofuels-economy-environment-and-sustainability/oil-palm-plantations-in-indonesia-the-implications-for-migration-settlement-resettlement-and-local-e|title=Biofuels - Economy, Environment and Sustainability|last=Budidarsono|first=Suseno|last2=Susanti|first2=Ari|last3=Zoomers|first3=Annelies|date=2013-01-23|publisher=InTech|isbn=978-953-51-0950-1|editor-last=Fang|editor-first=Zhen|location=|pages=176|language=en|doi=10.5772/53586|url-status=live}}</ref>
 
Di Aceh Timur, produksi kelapa sawit berhasil melampaui produksi karet pada tahun 1935 dan pada tahun 1939 perkebunan di wilayah tersebut mampu menghasilkan kelapa sawit sebanyak 2.627 ton. Pada umumnya, perusahaan perkebunan menanam tidak hanya satu komoditas saja tapi mencampurnya dalam satu area lahan perkebunan dengan tanaman karet dan kelapa sawit. Kehadiran perkebunan besar turut mendorong munculnya perkebunan-perkebunan rakyat di sekitarnya.<ref name=":11" />
 
Hingga tahun 1940 total area luas perkebunan kelapa sawit di Hindia Belanda telah mencapai 100.000 hektare yang dimiliki oleh 60 perusahaan. Kapal-kapal tanker berisikan minyak kelapa sawit terus-menerus dikirim dari Aceh, Asahan, dan Lampung menuju Rotterdam, Belanda, untuk memenuhi kebutuhan pabrik sabun dan margarin di Eropa.<ref name=":5" />
Baris 68 ⟶ 70:
 
== Era Kemerdekaan ==
PadaSepanjang eraperiode kemerdekaan1945 hingga tahun 1950, pemerintah Indonesia melakukanbelum nasionalisasiterlalu perusahaan-perusahaanfokus Belandapada danpembangunan Jepang,ekonomi. termasukPerkebunan-perkebunan perusahaanbesar perkebunan.dan Namun,perusahaan proseslainnya nasionalisasimasih inidikuasai belumoleh mampuperusahaan meningkatkanHindia produksiBelanda. kelapaSelain sawititu, secarapemerintah besar-besaranIndonesia mengingatjuga masih terjadinyadisibukkan beberapadengan pemberontakan-pemberontakan berskala kecil di berbagai daerah dan keterbatasankonflik memperebutkan pengetahuanIrian petaniBarat.<ref name=":511" />
 
Pada 13 Desember 1957, KASAD Mayor Jenderal AH Nasution selaku penguasa perang pusat (Peperpu) mengeluarkan surat perintah bahwa proses pengambilalihan perusahaan asing di bawah kontrol militer. Setahun kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) No 28 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia baru diterbitkan dan peraturan ini berlaku surut sejak tahun 1957. Seluruh perusahaan yang dinasionalisasi kemudian dikelola oleh Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS) yang dibentuk tahun 1959, yang disertai dengan pembayaran ganti rugi kepada pemilik perusahaan yang diambil alih.<ref name=":11" />
 
Sebanyak 76 perusahaan perkebunan berumur panjang dinasionalisasi, baik yang berada di Sumatra Utara maupun Aceh, dengan rincian 54 merupakan perusahaan perkebunan karet, 13 perkebunan kelapa sawit, lima perkebunan teh, dan empat perkebunan sisal dan tanaman berserat lainnya. Beberapa perusahaan besar yang terkena nasionalisasi adalah United Deli Company yang memiliki 12 perkebunan, empat perkebunan milik Senembah Maatschappij, HVA (empat perkebunan), Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam (12 perkebunan), dan Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) empat perkebunan. Pada awal tahun 1960 sudah ada 101 dari 217 perusahaan perkebunan di Sumatra Utara yang beralih kepemilikannya kepada pemerintah Indonesia.<ref name=":11" />
 
Namun, proses nasionalisasi ini belum mampu meningkatkan produksi kelapa sawit secara besar-besaran mengingat masih terjadinya beberapa pemberontakan di daerah dan keterbatasan pengetahuan petani.<ref name=":5" />
 
Jumlah perusahaan Belanda yang dinasionalisasi pada awalnya adalah perusahaan perkebunan tembakau berjumlah 38 perusahaan, kemudian ditambah lagi 205 perusahaan perkebunan dengan mayoritas adalah perkebunan karet, disusul teh, kopi, tebu berikut pabrik gulanya, kelapa, kelapa sawit, cengkih dan lain sebagainya. Pada tahun 1960, pemerintah Indonesia kembali menasionalisasi 22 perusahaan perkebunan pala. Seluruh perusahaan perkebunan hasil nasionalisasi kemudian disatukan di bawah Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Baru yang berdiri pada tahun 1957.<ref name=":9">{{Cite web|url=https://historia.id/politik/articles/inilah-bidang-bidang-usaha-yang-dinasionalisasi-6joz1|title=Inilah Bidang-bidang Usaha yang Dinasionalisasi|last=|first=|date=|website=Historia|language=id|access-date=2020-04-08}}</ref>